Dibawa Sekalian Saja
Nasruddin pernah bekerja pada seorang yang sangat kaya, tetapi seperti biasanya ia mendapatkan kesulitan dalam pekerjaannya.
Pada suatu hari orang kaya itu memanggilnya, katanya, "Nashruddin kemarilah kau. Kau ini baik, tetapi lamban sekali. Kau ini tidak pernah mengerjakan satu pekerjaan selesai sekaligus. Kalau kau kusuruh beli tiga butir telur, kau tidak membelinya sekaligus. Kau pergi ke warung, kemudian kembali membawa satu telur, kemudian pergi lagi, balik lagi membawa satu telur lagi, dan seterusnya, sehingga untuk beli tiga telur kamu pergi tiga kali ke warung."
Nashruddin menjawab, "Maaf, Tuan, saya memang salah. Saya tidak akan mengerjakan hal serupa itu sekali lagi. Saya akan mengerjakan sekaligus saja nanti supaya cepat beres."
Beberapa waktu kemudian majikan Nashruddin itu jatuh sakit dan iapun menyuruh Nashruddin pergi memanggil dokter. Tak lama kemudian Nashruddin pun kembali, ternyata ia tidak hanya membawa dokter, tetapi juga bebarapa orang lain. Ia masuk ke kamar orang kaya itu yang sedang berbaring di ranjang, katanya, "Dokter sudah datang, Tuan, dan yang lain-lain sudah datang juga."
"Yang lain-lain? Tanya orang kaya itu. "Aku tadi hanya minta kamu memanggil dokter, yang lain-lain itu siapa?"
"Begini Tuan!" jawab Nashruddin, "Dokter biasanya menyuruh kita minum obat. Jadi saya membawa tukang obat sekalian. Dan tukang obat itu tentunya membuat obatnya dari bahan yang bermacam-macam dan saya juga membawa orang yang berjualan bahan obat-obat-an bermacam-macam. Saya juga membawa penjual arang, karena biasanya obat itu direbus dahulu, jadi kita memerlukan tukang arang. Dan mungkin juga Tuan tidak sembuh dan malah mati. Jadi saya bawa sekalian tukang gali kuburan."
Nyebarin Roti Biar Macan Gak Datang
Nasrudin lagi sibuk nyebarin serpihan serpihan roti di sekeliling rumahnya.
"Eh, lagi ngapain loe?" tanya seseorang
"Oh, ini biar macan pada gak datang ke mari."
"Lho, tapi kan gak ada macan di daerah sini."
"Tuh kan. Gue bilang juga ape.. beneran berhasil, kan?"
Sufi Menjual Kambing
Suatu malam seorang ulama Sufi bermimpi bahwa ia sedang menjual seekor kambing yang gemuk.
"Berapa harga kambing ini ?" tanya seorang calon pembeli.
"Dua belas dinar." kata sang sufi.
"Tujuh dinar."
"Tidak boleh."
"Delapan dinar."
"Tidak boleh."
Ketika tawaran mencapai sembilan dinar, sang sufi terbangun dari tidurnya. Ia membuka kelopak matanya dan mengusapnya. Tak seekor kambingpun ia lihat. Pun tak ada calon pembeli. Cepat-cepat ia memejamkan matanya lagi sambil berkata.
"Kalau begitu, baiklah, sembilan dinar boleh kamu ambil."
0 komentar:
Posting Komentar