Proses globalisasi bersama
gagasan-gagasannya yang tidak seimbang saat ini telah menyebabkan bangsa-bangsa
dunia ketiga dalam posisi sulit, terutama dalam rangka mempertahankan jati
dirinya. Karena globalisasi adalah sebuah proses penaklukan budaya, upaya
mempertahankan jati diri ini adalah mekanisme melestarikan diri sebagai sebuah
bangsa. Bangsa yang takluk secara budaya, disukai atau tidak, akan mengambil
budaya penakluk tersebut tanpa melalui sebuah proses kreatif. Era
globalisasi yang sedang melanda masyarakat dunia, cenderung melebur semua
identitas menjadi satu, yaitu tatanan dunia baru. Masyarakat Indonesia
ditantang untuk makin memperkokoh jati dirinya. Bangsa Indonesia pun
dihadapkan pada problem krisis identitas, atau upaya pengaburan (eliminasi)
identitas. Hal ini didukung dengan fakta sering dijumpai masyarakat Indonesia yang dari segi perilaku sama sekali
tidak menampakkan identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia.
Padahal bangsa ini mempunyai identitas yang jelas, yang berbeda dengan
kapitalis dan komunis, yaitu Pancasila.
Masyarakat yang
melaksanakan perbuatan bertentangan dengan Pancasila, seperti korupsi, KKN,
nepotisme, merampok, mempermasalahkan poligami tapi membiarkan perselingkuhan,
melakukan perjudian, berzina, minum-minuman keras, dan lain-lain, baik yang
dilaksanakan oleh individu maupun gerombolan (jamaah). Semua itu perbuatan yang
sangat bertentangan dan tidak berpihak kepada Pancasila. Dengan kata lain,
Pancasilanya lepas saat mereka sedang melakukan perbuatan terlarang itu. Di
bidang perekonomian, misalnya, banyak pergeseran ke arah kapitalis dimana
swastanisasi dari sektor usaha yang melayani hajat hidup masyarakat kini sudah
banyak. Atau, pengalihan sektor informasi ke swasta, yang merupakan pergeseran
identitas Pancasila ke Kapitalis/Liberalis. Dalam kaitan inilah, pendidikan
merupakan sebuah upaya sadar untuk membangun kapasitas kreatif bangsa ini.
Kreativitas sebuah bangsa barangkali merupakan satu-satunya aspek yang
terpenting dari bangsa tersebut karena, pertama, bangsa adalah sebuah komunitas
yang diimajinasikan (an imagined society). Perlu segera dikatakan, bahwa
jati diri bangsa hanyalah atribut (sifatan) yang dilekatkan secara konsensual
oleh bangsa tersebut. Kedua, pendidikan adalah upaya mengantar peserta didik ke
masa depan yang penuh gejolak, ketidakpastian, dan ketidakjelasan. Hanya bangsa
kreatif yang akan mampu bertahan, dalam arti menemukan jati dirinya, dalam
lingkungan tidak pasti, dan tidak jelas tersebut. Menjadi
kreatif berarti mengambil keputusan untuk bertanggungjawab.
0 komentar:
Posting Komentar