Memahami Sifat Ledakan Bahan Kimia
Diam-diam, bahan kimia yang dalam hidup keseharian dekat dengan kita bisa menimbulkan bencana. Itu karena kita enggak akrab. Padahal, mudah saja mengenali sifatnya.
Belakangan ini kita terhenyak oleh berita kebakaran, baik yang berskala kecil maupun besar. Yang terbesar barang kali yang terjadi Selasa sore, 20 Januari 2004, yakni ledakan (kebakaran) di PT Petrowidada yang memproduksi anhidrida ftalat (Phthalic Anhydride/PA) dan anhidrida maleat (Maleic Anhydride/MA). Adakah data sifat fisik bahan yang memberikan informasi tentang kemudahan suatu zat terbakar (meledak) dan di rentang kondisi fisik mana zat tersebut aman? Paparan singkat di bawah ini akan menjelaskannya dengan harapan agar kita tahu bagaimana mengamankan bahan-bahan dan prinsip-prinsip mencegah terjadinya musibah.
Sebelumnya perlu sedikit dijelaskan mengapa pembakaran dan ledakan sering digunakan bersama. Ledakan adalah reaksi pembakaran yang tidak terkontrol.
Rentang peledakan
Walaupun sangat tidak disarankan untuk dicoba, kita dapat mematikan rokok yang menyala dengan memasukkannya ke dalam wadah tertutup yang terisi penuh bensin! Tapi sebaliknya, bila kita masukkan puntung rokok menyala ke dalam wadah yang sama tetapi bensinnya telah dipindahkan (tinggal uapnya saja), hampir yakin ledakan dahsyat akan dihasilkan. Jadi, tampak jelas suatu bahan akan aman pada kondisi fisik tertentu, tetapi dapat mencelakakan pada kondisi fisik yang lain.
Dari banyak pengamatan, ternyata semua bahan mempunyai rentang daerah perbandingan bahan: udara yang aman, di luar daerah perbandingan itu bahan akan meledak. Jadi, bila terlalu sedikit bahan (terlalu banyak udara) atau terlalu banyak bahan (dengan kata lain terlalu sedikit udara), ledakan (pembakaran) tidak akan terjadi. Rentang inilah yang disebut rentang kedapatbakaran atau peledakan (flammability or explosion limits/FL). Semakin luas rentang FL, semakin tinggi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Ambil contoh n-pentana, yang merupakan komponen penting, baik di premium maupun elpiji. N-pentana akan terbakar di udara dalam rentang nilai persen, volume n-pentananya 1,5 sampai 7,5 persen. Bila kita kenakan percikan api atau nyala pada campuran pentana dan udara di luar rentang di atas, ledakan atau kebakaran tidak akan terjadi.
Ada bahan yang memiliki rentang FL yang cukup lebar. Hidrogen misalnya, memiliki rentang dari 4 sampai 74 persen, sedangkan asetilen (gas yang digunakan para pengelas karbit) memiliki rentang 2,5 sampai 80 persen. Nah, zat yang menimbulkan ledakan di Gresik, 20 Januari lalu, memiliki rentang FL: MA di daerah 1,4 sampai 7,1 persen dan PA di daerah 1,7 sampai 10,5 persen.
Suhu nyala
Selain data fisik rentang FL yang diberikan di atas, ada dua sifat fisik lain yang penting dan berhubungan dengan pembakaran serta ledakan, yakni suhu nyala dan suhu swa-nyala (Flash point and Autoignition Point). Suhu nyala suatu zat adalah suhu di mana zat tersebut akan menghasilkan uap dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan pembakaran yang kontinu. Dengan kata lain, zat tersebut menghasilkan uap sehingga perbandingan zat dan udara paling tidak berada di batas bawah rentang FL. Semakin rendah suhu nyala, semakin mudah bahan terbakar.
Ambil contoh premium. Bahan bakar ini mempunyai suhu nyala di bawah 0 derajat Celcius sehingga dengan mudah tercapai keadaan yang memungkinkan terjadinya pembakaran. Premium yang tersimpan di tangki mobil atau di jeriken akan mempunyai nilai perbandingan premium udara di atas rentang FL sehingga tidak akan terbakar. Pembakaran baru dapat terjadi bila uap premium tadi dikontakkan dengan udara segar sehingga tercapai nilai perbandingan premium udara di rentang FL.
Minyak tanah mempunyai suhu nyala 46 derajat Celcius. Oleh sebab itu, pada lampu petromaks yang menggunakan minyak tanah diperlukan spiritus untuk memulai terjadinya pembakaran. Spiritus dengan suhu nyala 13 derajat Celcius, relatif lebih mudah dibuat mencapai keadaan pembakaran, cukup dengan panas dari korek api. Panas hasil pembakaran spiritus ini kemudian akan memanaskan minyak tanah sehingga pembakaran kontinu dapat terjadi.
Tetapi, mengapa lampu tempel atau kompor yang juga menggunakan minyak tanah tidak perlu didahului dengan menyalakannya dengan spiritus? Di sini yang berperan adalah sumbu pada lampu tempel atau kompor minyak tersebut. Sumbu lampu atau kompor itu terbuat dari bahan yang berserat dan berpori-pori. Bahan dengan sifat berserat dan berpori tadi bertindak seolah banyak tabung-tabung sangat mini (kapiler) sehingga minyak tanah dapat naik dengan spontan (lewat gaya kapiler). Pada saat minyak tanah mencapai ujung sumbu yang tidak tercelup minyak, butiran minyak tanah tadi akan bersentuhan dengan udara yang lebih banyak dan memungkinkannya dengan cepat membentuk uap. Akibat dari hal itu, dengan nyala korek pun suhu nyala di atas sumbu dapat tercapai. Dengan kata lain, adanya sumbu membuat suhu nyala minyak tanah diturunkan.
Hal yang sama dapat digunakan untuk menjelaskan mudahnya kita menyalakan lilin yang bersumbu dibandingkan lilin tanpa sumbu atau yang sumbunya terlalu pendek (sampai rata dengan permukaan lilinnya).
Suhu swa-nyala
Nah apakah selalu kita perlukan percikan api atau nyala api untuk mengawali pembakaran? Tidak! Dengan adanya panas dari luar, misalnya kontak dengan sesuatu yang panas atau sengaja diberi kalor dari luar, zat dapat juga terbakar. Mesin disel bekerja dengan cara seperti ini. Campuran solar dan udara dipanaskan dengan cara menaikkan tekanan dengan menekan piston. Bila campuran sudah cukup panas, solar akan terbakar dengan sendirinya tanpa perlu percikan api.
Suhu saat bahan dengan spontan mulai terbakar tanpa perlu bantuan percikan api disebut dengan suhu swa-nyala (auto-ignition point). Semakin rendah suhu swa-nyala semakin mudah bahan terbakar. Minyak tanah dan premium suhu swa-nyalanya berturut-turut 250 dan sekitar 430 derajat Celcius. MA dan PA berturut-turut memiliki suhu swa-nyala 477 dan 570 derajat Celcius.
Nah, berbekal data-data di atas, bagaimana kita bisa mengerti kebakaran PT Petrowidada? MA dan PA suhu swa-nyalanya cukup tinggi, tetapi suhu nyalanya relatif rendah dan mempunyai rentang FL yang relatif sempit. Salah satu kemungkinan mekanisme kebakaran adalah tekanan dalam tabung terlalu tinggi sehingga tabung tak dapat menahan MA/PA. MA/PA bercampur dengan udara mencapai komposisi di daerah rentang FL, ada percikan api dan atau daerah swa-nyala tercapai karena banyaknya jumlah MA/PA sehingga ledakan atau kebakaran hebat terjadi
Diam-diam, bahan kimia yang dalam hidup keseharian dekat dengan kita bisa menimbulkan bencana. Itu karena kita enggak akrab. Padahal, mudah saja mengenali sifatnya.
Belakangan ini kita terhenyak oleh berita kebakaran, baik yang berskala kecil maupun besar. Yang terbesar barang kali yang terjadi Selasa sore, 20 Januari 2004, yakni ledakan (kebakaran) di PT Petrowidada yang memproduksi anhidrida ftalat (Phthalic Anhydride/PA) dan anhidrida maleat (Maleic Anhydride/MA). Adakah data sifat fisik bahan yang memberikan informasi tentang kemudahan suatu zat terbakar (meledak) dan di rentang kondisi fisik mana zat tersebut aman? Paparan singkat di bawah ini akan menjelaskannya dengan harapan agar kita tahu bagaimana mengamankan bahan-bahan dan prinsip-prinsip mencegah terjadinya musibah.
Sebelumnya perlu sedikit dijelaskan mengapa pembakaran dan ledakan sering digunakan bersama. Ledakan adalah reaksi pembakaran yang tidak terkontrol.
Rentang peledakan
Walaupun sangat tidak disarankan untuk dicoba, kita dapat mematikan rokok yang menyala dengan memasukkannya ke dalam wadah tertutup yang terisi penuh bensin! Tapi sebaliknya, bila kita masukkan puntung rokok menyala ke dalam wadah yang sama tetapi bensinnya telah dipindahkan (tinggal uapnya saja), hampir yakin ledakan dahsyat akan dihasilkan. Jadi, tampak jelas suatu bahan akan aman pada kondisi fisik tertentu, tetapi dapat mencelakakan pada kondisi fisik yang lain.
Dari banyak pengamatan, ternyata semua bahan mempunyai rentang daerah perbandingan bahan: udara yang aman, di luar daerah perbandingan itu bahan akan meledak. Jadi, bila terlalu sedikit bahan (terlalu banyak udara) atau terlalu banyak bahan (dengan kata lain terlalu sedikit udara), ledakan (pembakaran) tidak akan terjadi. Rentang inilah yang disebut rentang kedapatbakaran atau peledakan (flammability or explosion limits/FL). Semakin luas rentang FL, semakin tinggi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Ambil contoh n-pentana, yang merupakan komponen penting, baik di premium maupun elpiji. N-pentana akan terbakar di udara dalam rentang nilai persen, volume n-pentananya 1,5 sampai 7,5 persen. Bila kita kenakan percikan api atau nyala pada campuran pentana dan udara di luar rentang di atas, ledakan atau kebakaran tidak akan terjadi.
Ada bahan yang memiliki rentang FL yang cukup lebar. Hidrogen misalnya, memiliki rentang dari 4 sampai 74 persen, sedangkan asetilen (gas yang digunakan para pengelas karbit) memiliki rentang 2,5 sampai 80 persen. Nah, zat yang menimbulkan ledakan di Gresik, 20 Januari lalu, memiliki rentang FL: MA di daerah 1,4 sampai 7,1 persen dan PA di daerah 1,7 sampai 10,5 persen.
Suhu nyala
Selain data fisik rentang FL yang diberikan di atas, ada dua sifat fisik lain yang penting dan berhubungan dengan pembakaran serta ledakan, yakni suhu nyala dan suhu swa-nyala (Flash point and Autoignition Point). Suhu nyala suatu zat adalah suhu di mana zat tersebut akan menghasilkan uap dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan pembakaran yang kontinu. Dengan kata lain, zat tersebut menghasilkan uap sehingga perbandingan zat dan udara paling tidak berada di batas bawah rentang FL. Semakin rendah suhu nyala, semakin mudah bahan terbakar.
Ambil contoh premium. Bahan bakar ini mempunyai suhu nyala di bawah 0 derajat Celcius sehingga dengan mudah tercapai keadaan yang memungkinkan terjadinya pembakaran. Premium yang tersimpan di tangki mobil atau di jeriken akan mempunyai nilai perbandingan premium udara di atas rentang FL sehingga tidak akan terbakar. Pembakaran baru dapat terjadi bila uap premium tadi dikontakkan dengan udara segar sehingga tercapai nilai perbandingan premium udara di rentang FL.
Minyak tanah mempunyai suhu nyala 46 derajat Celcius. Oleh sebab itu, pada lampu petromaks yang menggunakan minyak tanah diperlukan spiritus untuk memulai terjadinya pembakaran. Spiritus dengan suhu nyala 13 derajat Celcius, relatif lebih mudah dibuat mencapai keadaan pembakaran, cukup dengan panas dari korek api. Panas hasil pembakaran spiritus ini kemudian akan memanaskan minyak tanah sehingga pembakaran kontinu dapat terjadi.
Tetapi, mengapa lampu tempel atau kompor yang juga menggunakan minyak tanah tidak perlu didahului dengan menyalakannya dengan spiritus? Di sini yang berperan adalah sumbu pada lampu tempel atau kompor minyak tersebut. Sumbu lampu atau kompor itu terbuat dari bahan yang berserat dan berpori-pori. Bahan dengan sifat berserat dan berpori tadi bertindak seolah banyak tabung-tabung sangat mini (kapiler) sehingga minyak tanah dapat naik dengan spontan (lewat gaya kapiler). Pada saat minyak tanah mencapai ujung sumbu yang tidak tercelup minyak, butiran minyak tanah tadi akan bersentuhan dengan udara yang lebih banyak dan memungkinkannya dengan cepat membentuk uap. Akibat dari hal itu, dengan nyala korek pun suhu nyala di atas sumbu dapat tercapai. Dengan kata lain, adanya sumbu membuat suhu nyala minyak tanah diturunkan.
Hal yang sama dapat digunakan untuk menjelaskan mudahnya kita menyalakan lilin yang bersumbu dibandingkan lilin tanpa sumbu atau yang sumbunya terlalu pendek (sampai rata dengan permukaan lilinnya).
Suhu swa-nyala
Nah apakah selalu kita perlukan percikan api atau nyala api untuk mengawali pembakaran? Tidak! Dengan adanya panas dari luar, misalnya kontak dengan sesuatu yang panas atau sengaja diberi kalor dari luar, zat dapat juga terbakar. Mesin disel bekerja dengan cara seperti ini. Campuran solar dan udara dipanaskan dengan cara menaikkan tekanan dengan menekan piston. Bila campuran sudah cukup panas, solar akan terbakar dengan sendirinya tanpa perlu percikan api.
Suhu saat bahan dengan spontan mulai terbakar tanpa perlu bantuan percikan api disebut dengan suhu swa-nyala (auto-ignition point). Semakin rendah suhu swa-nyala semakin mudah bahan terbakar. Minyak tanah dan premium suhu swa-nyalanya berturut-turut 250 dan sekitar 430 derajat Celcius. MA dan PA berturut-turut memiliki suhu swa-nyala 477 dan 570 derajat Celcius.
Nah, berbekal data-data di atas, bagaimana kita bisa mengerti kebakaran PT Petrowidada? MA dan PA suhu swa-nyalanya cukup tinggi, tetapi suhu nyalanya relatif rendah dan mempunyai rentang FL yang relatif sempit. Salah satu kemungkinan mekanisme kebakaran adalah tekanan dalam tabung terlalu tinggi sehingga tabung tak dapat menahan MA/PA. MA/PA bercampur dengan udara mencapai komposisi di daerah rentang FL, ada percikan api dan atau daerah swa-nyala tercapai karena banyaknya jumlah MA/PA sehingga ledakan atau kebakaran hebat terjadi
0 komentar:
Posting Komentar