BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal pertama seorang guru harus
dilakukan ketika mempertimbangkan bagaimana mengajar siswa adalah untuk
mengakui bahwa setiap siswa tidak belajar dengan cara yang sama. Ini berarti bahwa jika guru hanya memilih satu
gaya mengajar (instruksi langsung, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran
penyelidikan, dll), para siswa tidak akan memaksimalkan potensi belajar mereka.
Sudah jelas bahwa guru tidak dapat mencapai setiap siswa pada tingkat yang sama
selama satu pelajaran, tapi menerapkan berbagai gaya belajar selama
pembelajaran memungkinkan semua siswa akan memiliki kesempatan untuk belajar
setidaknya ada salah satu cara yang cocok dengan gaya belajar mereka. Dalam
jenis lingkungan belajar, siswa memiliki kesempatan terbatas untuk mengajukan
pertanyaan atau mungkin tidak nyaman mengajukan pertanyaan di depan kelas. Lalu bagaimana siswa belajar dengan cara terbaik?
Banyak pendidik percaya bahwa cara terbaik
untuk belajar adalah dengan membiarkan siswa membangun pengetahuan mereka
sendiri, bukan malah hanya menginstruksikan pengetahuan untuk mereka.
Kepercayaan ini dijelaskan oleh Teori Belajar Konstruktivisme. Teori ini menyatakan bahwa belajar adalah sebuah
proses aktif menciptakan makna dari pengalaman yang berbeda. Dengan kata lain,
siswa akan belajar cara terbaik dengan dengan mencoba memahami sesuatu pada
mereka sendiri dengan guru sebagai panduan untuk membantu mereka di sepanjang
jalan. Karena pada dasarnya segala bentuk informasi tidak selalu bisa
ditransfer secara langsung dari guru ke siswa. Selain itu akan diperoleh pemahaman lebih baik jika
suatu hasil diperoleh melalui serangkaian proses yang berkesinambungan dan
bersumber dari pengetahuan setiap individu itu sendiri.
Pengetahuan sebelumnya orang berasal dari
pengalaman masa lalu, budaya, dan lingkungan sosial mereka. Umumnya pengetahuan
sebelumnya adalah baik, tapi kadang-kadang kesalahpahaman dan informasi yang
salah dapat menjadi penghalang. Kadang-kadang waktu harus dihabiskan
memperbaiki pengetahuan sebelumnya sebelum belajar baru dapat terjadi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Teori Belajar Konstruktivisme
Perspektif konstruktivisme berakar dari
filsafat tertentu tentang manusia dan pengetahuan. Makna pengetahuan,
sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi ”tahu” dan
berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivistik. Pada
dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat
kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple
perspectives) bukan hanya pada penafsiran tunggal. Hal ini berarti bahwa
”pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individu melalui interaksi dengan
lingkungan dan orang lain”. Dengan demikian peranan kontribusi siswa terhadap
makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial
menjadi sangat penting.
Perspektif konstruktivisme juga mempunyai
pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil.
Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan
cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar,
hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi
perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh
pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya
sendiri terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur
kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau
pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses
yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut.
Teori ini menyatakan bahwa belajar adalah
sebuah proses aktif menciptakan makna dari pengalaman yang berbeda .Dengan kata
lain, siswa akan belajar terbaik dengan dengan mencoba memahami sesuatu pada
mereka sendiri dengan guru sebagai panduan untuk membantu mereka di sepanjang
jalan.
Teori belajar konstruktivistik disumbangkan
oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai
pelopor konstruktivisme. Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog
kelahiran Swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang
oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan
Konstruktivisme mengubah siswa dari penerima
pasif informasi untuk peserta aktif dalam proses pembelajaran. Selalu dibimbing oleh guru, siswa membangun
pengetahuan mereka secara aktif daripada hanya mekanis menelan dan menyerap
pengetahuan dari guru atau buku teks.
Belajar, menurut teori belajar
konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi
pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari
orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang
dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan
bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi
pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih
dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana
dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya,
anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih.
Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing
berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah
dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan
binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang
dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema,
sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga
terbentuk skema baru. Semua itu (asimilasi dan akomodasi) terbentuk berkat
pengalaman siswa. Contoh lain yaitu seorang anak yang merasa sakit karena
terpercik api. Berdasarkan pengalamannya terbentuk skema kognitif pada diri
anak tentang ”api”, bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu
harus dihindari. Dengan demikian ketika ia melihat api, secara refleks ia akan
menghindar. Semakin dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika
anak melihat ibunya memasak dengan menggunakan api, atau ketika ayahnya
merokok; maka skema kognitif tersebut akan disempurnakan, bahaw api tidak harus
dihindari akan tetapi dimanfaatkan. Ketika anak melihat banyak pabrik atau
industri memerlukan api, kendaraan memerlukan api, maka skema kognitif anak
semakin berkembang/sempurna menjadi api sangat dibutuhkan untuk kehidupan
manusia.
Piaget juga menjelaskan pentingnya berbagai
faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar.
Berbagai faktor internal tersebut mengindikasikan kehidupan psikologis
seseorang, serta bagaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif,
dan emosinya.
2.2 Pembentukan
Pengetahuan Menurut Model Konstruktivistik
Pembentukan pengetahuan menurut model
konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini,
subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme
adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan
penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka,
bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap
hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas
dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experiental
learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di
laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan
dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik
dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar
seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga memperhatikan
prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan
dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri
sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan
fungsi konvergen dan divergen otak manusia.
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme
tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga
dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau
gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya
arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman
fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula
pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek. Dalam
konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
2.3 Hakikat pembelajaran Konstruktivistik
Beberapa hal yang mendapat perhatian
pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
(1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang
relevan,
(2) mengutamakan proses,
(3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social,
(4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh
Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah
non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar
dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata
lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang
dipakai dalam menginterpretasikannya.
2.4 Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aspek-aspek
konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan
(the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of
meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan
salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme dan
menurut J.Piaget dalam pembelajaran konstruktivistik adaptasi terhadap
lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
1.
Asimilasi adalah proses kognitif
dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema pemikiran yang telah ada. Proses asimilasi ini
berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata
melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
perngertian orang itu berkembang.
2.
Akomodasi, dalam
menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi
Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap
lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan
itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan
mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini
merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan
setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka
individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini disebut sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Ada
tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan,
yaitu
(1) siswa mencapai
keberhasilan dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
(3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk
membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat
dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Para Konstruktivis berpendapat bahwa
pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat
disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan untuk
beradaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu
equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis
lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Hakikat pembelajaran sosiakultural.
Inti teori ini adalah menekankan
interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.
Menurut teori ini, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial
masing-masing individu dalam konteks budaya. pembelajaran terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut
masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of
proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar
tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Pengetahuan dan pemahaman dikonstruksi bila
seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam
percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar
pribadi dalam hal ini peserta didik tidak hanya memerlukan akses pengalaman
fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain.
Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa.
Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk
mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang
lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas
yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.
2.5
Sistem Pembelajaran Konstruktivis
Pembangunan
Konsep
Siswa bukan papan tulis kosong yang di atasnya
terukir pengetahuan. Mereka datang ke situasi pembelajaran dengan pengetahuan,
ide, dan pemahaman yang sudah dimiliki. Pengetahuan sebelumnya adalah bahan
baku untuk pengetahuan baru mereka akan menciptakan. Di dalam kelas konstruktiv
ini, guru berperan dalam menghubungkan konsep-konsep yang telah ada pada
struktur kognitif siswa.
Aktif
Mahasiswa adalah orang yang menciptakan pemahaman
baru baginya / dirinya sendiri. Pelatih guru, moderat, menyarankan, namun
memungkinkan ruang siswa untuk bereksperimen, bertanya, mencoba hal-hal yang
tidak bekerja. Kegiatan belajar memerlukan partisipasi penuh siswa (seperti
tangan-pada percobaan).. Sebuah bagian
penting dari proses belajar adalah siswa merenungkan, dan berbicara tentang,
kegiatan mereka.. Siswa juga membantu menetapkan
tujuan mereka sendiri dan cara penilaian.
Contoh: seorang guru bahasa menyisihkan waktu setiap
minggu untuk sebuah latihan menulis.
Penekanannya adalah pada konten dan mendapatkan ide-ide turun daripada
menghafal aturan tata bahasa, meskipun salah satu keprihatinan guru adalah
kemampuan siswa untuk mengekspresikan diri dengan baik melalui bahasa tertulis.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memeriksa draft selesai dan
sebelumnya berbagai penulis.. Ia
memungkinkan siswa untuk memilih dan membuat proyek dalam persyaratan umum
membangun portofolio Siswa melayani sebagai editor rekan yang menghargai
orisinalitas dan keunikan bukan cara terbaik untuk memenuhi tugas.
Refleksi
Siswa melakukan kontrol proses pembelajaran mereka
sendiri, dan mereka memimpin jalan dengan merefleksikan pengalaman mereka.. Proses ini membuat mereka ahli dari pembelajaran
mereka sendiri. Guru membantu menciptakan situasi di mana siswa merasa aman
mempertanyakan dan merenungkan proses mereka sendiri, baik secara pribadi atau
dalam diskusi kelompok. Guru juga harus membuat kegiatan yang mengarah siswa
untuk merefleksikan pengetahuan sebelumnya nya dan pengalaman. Berbicara
tentang apa yang telah dipelajari dan bagaimana ia pelajari adalah sangat
penting.
Kolaborasi
Kolaborasi
Ruang kelas konstruktivis sangat bergantung pada
kolaborasi antara siswa. Ada banyak alasan mengapa kolaborasi memberikan
kontribusi untuk belajar. Alasan utama digunakan begitu banyak konstruktivisme
adalah bahwa siswa belajar tentang belajar tidak hanya dari diri mereka
sendiri, tetapi juga dari rekan-rekan mereka. Ketika siswa meninjau dan
merefleksikan proses belajar mereka bersama-sama, mereka dapat mengambil
strategi dan metode dari satu sama lain.
Inquiry-based
Kegiatan utama dalam kelas konstruktivis adalah
memecahkan masalah. Siswa menggunakan metode penyelidikan untuk mengajukan
pertanyaan, menyelidiki topik, dan menggunakan berbagai sumber daya untuk
menemukan solusi dan jawaban. Sebagai siswa mengeksplorasi topik, mereka
menarik kesimpulan, dan, seperti eksplorasi terus berlanjut, mereka kembali
kesimpulan tersebut. Eksplorasi pertanyaan mengarah ke pertanyaan lain, guru
mendorong abstrak serta praktis untuk perkembangan kreasi pengetahuan baru.
Evolving
Siswa memiliki ide yang mereka kemudian dapat
melihat yang tidak valid, salah, atau tidak cukup untuk menjelaskan pengalaman
baru.. Ide-ide adalah langkah-langkah
sementara dalam integrasi pengetahuan..
Misalnya, seorang anak mungkin percaya bahwa semua pohon kehilangan
daun-daunnya di musim gugur, sampai ia mengunjungi sebuah hutan cemara.. Mengajar konstruktivis memperhitungkan konsepsi
siswa saat ini dan membangun konsep-konsep yang lain dari sana.
Peran
Guru Konstruktivis (secara khusus)
Guru konstruktivis mengajukan pertanyaan dan
masalah, kemudian membimbing siswa untuk membantu mereka menemukan jawaban
mereka sendiri. Mereka menggunakan banyak teknik dalam proses pengajaran.
Misalnya, mereka dapat:
- meminta siswa
untuk merumuskan pertanyaan mereka sendiri (penyelidikan)
- (multiple
intelligences)
memungkinkan beberapa interpretasi dan ekspresi belajar (kecerdasan ganda)
- (collaborative learning) mendorong kerja
kelompok dan penggunaan rekan-rekan sebagai sumber daya (belajar
kolaboratif)
Apa yang terjadi ketika seorang siswa mendapat informasi baru?
Model konstruktivis mengatakan bahwa siswa
membandingkan informasi untuk pengetahuan dan pemahaman dia / dia sudah
memiliki, dan salah satu dari tiga hal dapat terjadi:
- Informasi baru
sesuai dengan pengetahuan sebelumnya cukup baik (konsonan itu
dengan pengetahuan sebelumnya), sehingga siswa menambahkannya
pemahamannya.. Mungkin mengambil
beberapa pekerjaan, tapi itu hanya masalah menemukan cocok, seperti
sepotong puzzle.
- Informasi tidak
cocok pengetahuan sebelumnya (itu disonan).. Mahasiswa harus mengubah pemahaman
sebelumnya untuk menemukan cocok untuk informasi.. Hal ini dapat menjadi pkerjaan lebih keras.
- Informasi tidak
cocok pengetahuan sebelumnya, dan ini diabaikan. Ditolak bit
informasi hanya mungkin tidak diserap oleh siswa. Atau mereka mungkin
mengapung di sekitar, menunggu hari ketika pemahaman siswa telah
mengembangkan dan izin cocok.
2.6 Perbedaan teori Konstruktivistik
dengan teori belajar yang lain
Bagaimana teori ini berbeda dari ide-ide tradisional tentang
mengajar dan belajar?
Di kelas konstruktivis, fokus cenderung
bergeser dari guru ke siswa. Ruang kelas tidak lagi menjadi tempat di mana guru
menuangkan pengetahuan ke siswa secara pasif, siswa seakan menunggu seperti
bejana kosong untuk diisi. Dalam model konstruktivis, para siswa didorong untuk
secara aktif terlibat dalam proses belajar mereka sendiri. Guru berfungsi lebih
sebagai fasilitator yang pelatih, menengahi, mendorong, dan membantu siswa mengembangkan
dan menilai pemahaman mereka, dan menjadikan pembelajaran mereka. Sehingga
salah satu pekerjaan guru terbesar menjadi mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Dan di kelas konstruktivis, baik guru dan siswa
berpikir pengetahuan tidak terbatas penghafalan, tetapi sebagai suatu
pandangan, dinamis selalu berubah dan kemampuan untuk berhasil mengeksplorasi
pandangan itu. Dalam teori konstruktivis ini baik guru dan siswa memiliki
kebebasan dalam mengembangkan pemahaman mereka dan tidak hanya bersifat statis
dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau teori-teori yang sudah ada.
Perbedaan
antara kelas tradisional dan kelas konstruktivistik, yaitu :
|
|
Kurikulum
dimulai dengan bagian-bagian dari keseluruhan..
Menekankan keterampilan dasar.
|
Kurikulum
menekankan konsep besar, dimulai dengan keseluruhan dan memperluas untuk
menyertakan bagian-bagian.
|
Kepatuhan
yang ketat untuk kurikulum tetap sangat dihargai.
|
Mengejar
pertanyaan dan minat siswa dihargai.
|
Bahan
terutama buku pelajaran dan buku kerja.
|
Bahan
termasuk sumber utama bahan dan bahan manipulatif.
|
Pembelajaran
ini berdasarkan pada pengulangan.
|
Belajar
adalah interaktif, membangun apa yang siswa sudah tahu.
|
Guru
menyebarkan informasi kepada siswa, siswa hanya sebagai penerima pengetahuan.
|
Guru
berdialog dengan siswa, membantu siswa membangun pengetahuan mereka sendiri.
|
Peran
Guru adalah direktif, berakar pada otoritas.
|
Peran
Guru adalah interaktif, yang berakar dalam negosiasi.
|
Penilaian
adalah melalui pengujian, jawaban yang benar.
|
Penilaian
mencakup karya siswa, pengamatan, dan sudut pandang, serta tes. Proses sama
pentingnya dengan produk.
|
Pengetahuan
dipandang sebagai lembam.
|
Pengetahuan
dipandang sebagai dinamis, terus berubah dengan pengalaman kami.
|
Siswa
bekerja terutama sendirian.
|
Siswa
bekerja terutama dalam kelompok.
|
2.7 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme
Implikasi
teori perkembangan konstruktivisme menurut Piaget dalam pembelajaran yaitu :
·
Bahasa dan
cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka.
·
Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
·
Bahan yang
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing.
·
Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
·
Di dalam
kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-teman
·
Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
·
Cobalah untuk menggunakan data mentah dan sumber-sumber
primer, selain bahan manipulatif, interaktif, dan fisik.
·
Ketika menentukan tugas-tugas kepada siswa, menggunakan
istilah kognitif seperti "mengklasifikasi", "menganalisa,"
"memprediksi," dan "menciptakan."
Membangun off dan menggunakan tanggapan siswa ketika membuat
"on-the-spot" keputusan tentang perilaku guru, strategi pengajaran,
kegiatan, dan konten yang akan diajarkan.
·
Mencari
pemahaman siswa dan pengalaman sebelumnya tentang konsep sebelum mengajarkannya
kepada mereka.
·
Mendorong
komunikasi antara guru dan siswa dan juga antara para siswa.
·
Mendorong
siswa berpikir kritis dan penyelidikan dengan meminta mereka bijaksana,
pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan
satu sama lain.
·
Ajukan
pertanyaan tindak lanjut dan mencari penjelasan setelah respon awal siswa.
·
Menempatkan
siswa dalam situasi yang mungkin menantang konsep-konsep sebelumnya dan yang
akan menciptakan kontradiksi-kontradiksi yang akan mendorong diskusi.
·
Pastikan
untuk menunggu cukup lama setelah mengajukan pertanyaan sehingga siswa memiliki
waktu untuk berpikir tentang jawaban mereka dan dapat merespon merenung.
·
Sediakan
waktu yang cukup bagi siswa untuk membangun makna mereka sendiri ketika belajar
sesuatu yang baru.
2.8 Implementasi Teori Konstruktivistik dalam
Pembelajaran Biologi
Konstruktivisme pada dasarnya teori - berdasarkan
pengamatan dan kajian ilmiah - tentang bagaimana orang belajar. Dikatakan bahwa
orang membangun pemahaman mereka sendiri dan pengetahuan tentang dunia, melalui
mengalami hal-hal dan merenungkan pengalaman-pengalaman.. Ketika kita menemukan sesuatu yang baru, kita
harus berdamai dengan ide-ide dan pengalaman kita sebelumnya, mungkin mengubah
apa yang kita percaya, atau mungkin membuang informasi baru yang tidak relevan. Dalam kasus apapun, setiap individu adalah
pencipta aktif dari pengetahuannya sendiri..
Untuk melakukan ini, kita harus mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi, dan menilai
apa yang kita ketahui.
Di dalam kelas, pandangan konstruktivis pembelajaran
dapat menunjuk ke arah beberapa praktek pengajaran yang berbeda.. Dalam arti paling umum, biasanya itu berarti
mendorong siswa untuk menggunakan teknik aktif (eksperimen, dan latihan
memecahkan masalah) untuk membuat lebih banyak pengetahuan dan kemudian
merenungkan dan berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana
pemahaman mereka berubah. Guru dalam hal ini
menyajikan materi pelajaran yang harus dapat menghubungkan konsep-konsep
relevan yang sudah ada pada struktur kognitif siswa sebelumnya.
Guru konstruktivis harus dapat memberikan motivasi dan mendorong siswa untuk terus menggali pemahaman mereka. Dengan mempertanyakan diri mereka sendiri dan strategi mereka, siswa di kelas konstruktivis idealnya menjadi "pembelajar ahli." Ini memberi mereka alat-alat yang selalu memperluas untuk terus belajar.. Dengan lingkungan kelas yang terencana, para siswa belajar cara belajar. Ketika mereka terus-menerus merefleksikan pengalaman mereka, siswa menemukan ide-ide mereka mendapatkan dalam kompleksitas dan kekuasaan, dan mereka mengembangkan kemampuan yang semakin kuat untuk mengintegrasikan informasi baru. Salah satu peran utama guru untuk pada hal ini adalah menjadi mediator dan proses evaluasi dari apa yang siswa dapatkan (informasi).
Guru konstruktivis harus dapat memberikan motivasi dan mendorong siswa untuk terus menggali pemahaman mereka. Dengan mempertanyakan diri mereka sendiri dan strategi mereka, siswa di kelas konstruktivis idealnya menjadi "pembelajar ahli." Ini memberi mereka alat-alat yang selalu memperluas untuk terus belajar.. Dengan lingkungan kelas yang terencana, para siswa belajar cara belajar. Ketika mereka terus-menerus merefleksikan pengalaman mereka, siswa menemukan ide-ide mereka mendapatkan dalam kompleksitas dan kekuasaan, dan mereka mengembangkan kemampuan yang semakin kuat untuk mengintegrasikan informasi baru. Salah satu peran utama guru untuk pada hal ini adalah menjadi mediator dan proses evaluasi dari apa yang siswa dapatkan (informasi).
Dalam
mengimplementasikan teori belajar ini, digunakan strategi pendekatan diskusi
dan praktik, sehingga memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan
lingkungannya baik peralatan yang ada ataupun dengan teman sebaya untuk
menemukan pengetahuan baru. Dalam hal ini peran guru hanya mendorong agar
mereka saling memberi pengalaman ataupun pengetahuan sehingga proses
pembelajaran menjadi menarik bagi mereka. Waktu untuk mempresentasikan di akhir
pelajaran merupakan usaha untuk melibatkan siswa di hadapan siswa yang lain
sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa lainnya untuk berusaha melakukan hal
yang sama di lain kesempatan.
Teori ini cocok digunakan
dalam pembelajaran biologi yang memang memerlukan pemahaman konsep secara
pasti. Pemahaman konsep itu sendiri dibutuhkan suatu penalaran yang hanya bisa
berjalan maksiaml dan optimal apabila dibangun dari struktur kognitif setiap
siswa.
- Dapat digunakan
terutama dalam kegiatan praktikum di laboratorium atau di lapangan.
- Dapat digunakan
dalam proses pembelajaran di kelas melalui diskusi kelompok dan presentasi
materi yang melibatkan keaktifan siswa
- Penerapan studi
kasus biologi dan penerapan sains di kehidupan nyata akan mendorong siswa
belajar dengan menggunakan metode
penyelidikan untuk mengajukan pertanyaan, menyelidiki topik, dan
menggunakan berbagai sumber daya untuk menemukan solusi dan jawaban
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
- Teori
ini menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif menciptakan makna
dari pengalaman yang berbeda .Dengan kata lain, siswa akan belajar terbaik
dengan dengan mencoba memahami sesuatu pada mereka sendiri dengan guru
sebagai panduan untuk membantu mereka di sepanjang jalan.
- Belajar bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi
proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman
dan sebagai
suatu pandangan, dinamis selalu berubah dan kemampuan untuk berhasil
mengeksplorasi pandangan itu. Dalam teori konstruktivis ini baik guru dan
siswa memiliki kebebasan dalam mengembangkan pemahaman mereka dan tidak
hanya bersifat statis dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau
teori-teori yang sudah ada
- Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh
Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai
pelopor konstruktivisme dan menurut
J.Piaget dalam pembelajaran konstruktivistik adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua
proses yaitu asimilasi dan akomodasi
- Teori
ini dapat digunakan dalam pembelajaran biologi karena menekankan pada
student center dan menggunakan strategi pendekatan diskusi
dan praktik
dimana metode tersebut sangat cocok untuk membangun konsep pemahaman materi oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Rudi
Susilana dkk . Bahan Belajar Mandiri
(Belajar dan Pembelajaran).
Dakir.
1993. Dasar –dasar psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Suryabrata,
Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan.
Jakarta : Rajawali.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
http:www.google.co.id/teori_belajar
konstruktivistik/