Portal Digital Data Personal

Tulisanku
Minggu, 18 Desember 2011

pterophyta


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tumbuhan paku (Pterydophyta) merupakan tumbuhan berkormus dan berpembuluh yang paling sederhana. Terdapat lapisan pelindung sel (jaket steril) di sekeliling organ reproduksi, sistem transpor internal, hidup di tempat yang lembap. Akar serabut berupa rizoma, ujung akar dilindungi kaliptra. Sel-sel akar membentuk epidermis, korteks, dan silinder pusat (terdapat xilem dan fleom).
Batang tumbuhan paku tidak tampak karena terdapat di dalam tanah berupa rimpang, sangat pendek, ada juga yang dapat mencapai 5 meter seperti pada paku pohon atau paku tiang. Daun ketika masih muda melingkar dan menggulung. Beradasarkan bentuk dan ukurandan susunannya daun tumbuhan paku dibedakan menjadi mikrofil dan makrofil. Mikrofil bentuk kecil atau bersisik, tidak bertangkai, tidak bertulang daun, belum memperlihatkan diferensiasi sel. Makrofil daun besar, bertangkai, bertulang daun, bercabang-cabang, sel telah terdiferensiasi. Berdasarkan fungsinya daun tumbuhan paku dibedakan menjadi tropofil dan sporofil. Tropofil merupakan daun yang khusus untuk asimilasi atau fotosintesis. Sporofil berfungsi untuk menghasilkan spora.

Spora tumbuhan paku dibentuk dalam kotak spora (sporangium). Kumpulan sporangium disebut sorus. Sorus muda sering dilindungi oleh selaput yang disebut indusium. Berdasarkan macam spora yang dihasilkan tumbuhan paku dibedakan menjadi tiga yaitu paku homospora (isospora), paku heterospora dan paku peralihan. Paku homospora menghasilkan satu jenis spora misalnya Lycopodium (paku kawat). Paku heterospora menghasilkan dua jenis spora yang berlainan yaitu megaspora (ukuran besar) dan mikrospora (ukuran kecil) misalnya Marsilea (semanggi) dan Selaginella (paku rane). Paku peralihan merupakan peralihan antara homospora dan heterospora menghasilkan spora pbentuk dan ukurannya sama tetapi berbeda jenis kelamin misalnya Equisetum debile (paku ekor kuda).
Tumbuhan paku bereproduksi secara aseksual (vegetatif) dengan stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Gemma adalah anakan pada tulang daun atau kaki daun yang mengandung spora. Reproduksi seksual (generatif) melalui pembentukan sel kelamin jantan (gametangium jantan/anteridium) dan sel kelamin betina (arkegonium). Seperti pada lumut tumbuhan paku juga mengalami pergiliran keturunan (metagenesis). Metagenesis tersebut dibedakan antara paku homospora dan heterospora.
Tumbuhan paku dibedakan menjadi empat kelas yaitu Psilotophyta, Lycophyta, Sphenophyta, dan Pterophyta (Filicinae). Dengan demikian, penulis bermaksud untuk membahas lebih lanjut mengenai klasifikasi daripada tumbuhan paku, khususnya tumbuhan paku sejati (pterophyta).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Pterophyta (tumbuhan paku sejati)?
2.      Bagaimanakah karakteristik dari Pterophyta?
3.      Bagaimanakah pergiliran keturunan atau siklus hidup dari Pterophyta?
4.      Bagaimana klasifikasi dari Pterophyta?

C.     Tujuan Penulisan Makalah
1.      Mengetahui lebih dalam tentang Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
2.      Mengetahui karakteristik dari Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
3.      Mengetahui pergiliran keturunan atau siklus hidup dari Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
4.      Mengetahui klasifikasi dari Pterophyta (tumbuhan paku sejati).






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengenalan Pterophyta
Tumbuhan paku sejati juga disebut dengan tumbuhan paku benar atau Pterophyta adalah diviso dari anggota Pteridophyta (tumbuhan paku).Tumbuhan paku ini disebut juga Filiciinae, filiciinae berasal dari kata filix yang berarti tumbuhan paku sejati. Tumbuhan paku ini merupakan kelompok tumbuhan paku yang sering kita jumpai karena sering dijadikan tanaman hias yang sangat menarik. Pterophyta (paku sejati) umumnya tumbuh di darat pada daerah tropis dan subtropis. Daunnya besar, daun muda menggulung. Sporangium terdapat pada sporofil (daun penghasil spora). Contohnya: Adiantum cuncatum (paku suplir untuk hiasan), Marsilea crenata (semanggi untuk sayuran), Asplenium nidus (paku sarang burung), Pletycerium bifurcatum (paku tanduk rusa).

B.     Karakteristik Pterophyta
Tumbuhan paku ini mempunyai daun yang berukuran besar duduk, bentuk daunnya menyirip. Tumbuhan paku pada kelas ini ada yang hidup di air dan ada yang hidup di darat. Tumbuhan paku yang hidup di darat sporangiumnya terbentuk dalam sorus, sedangkan yang hidup di air sporangiumnya terbentuk dalam sporokarpium. Dalam bahasa sehari-hari, paku sejati dikenal sebagai tumbuhan paku/pakis yang sebenarnya atau paku sejati, mempunyai daun-daun besar (makrofil), bertangkai,mempunyai banyak tulang, pada waktu masih muda daun itu tergulung pada ujungnya, dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium. Paku ini banyak tumbuh di tempat-tempat yang teduh/lembap, sehingga di tempat yang terbuka dapat mengalami kerusakan akibat penyinaran matahari.


C.    Pergiliran Keturunan Pterophyta






Klasifikasi Pterophyta
Kelas Filicinae (pterophyta) meliputi beraneka ragam tumbuhan yang menurut bahasa sehari-hari dikenal sebagai tumbuhan paku atau pakir yang sebenarnya. Dari segi ekologi tumbuhan ini termasuk higrofit, banyak tumbuh di tempat-empat yang teduh dan lembab, sehingga di tempat-tempat yang terbuka dapat mengalami kerusakan akibat penyinaran yang terlalu intensif. Ditinjau dari lingkungan hidupnya, warga kelas ini dapat dibedakan dalam 3 golongan paku, yaitu paku tanah, paku air, paku epifit. Berbagai jenis menjadi penyusun undergrowth dalam hutan-hutan di daerah-daerah pegunungan dan hutan-hutan subtropika basah.
Semua warga Filicinae mempunyai daun-daun besar (makrofil), bertangkai, mempunyai banyak tulang-tulang. Waktu masih muda daun tergulung pada ujungnya, dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium.
Habitusnya yang beraneka ragam menyebabkan berbagai jenis di antaranya yang mendapat penghargaan yang tinggi sebagai tanaman hias, seperti misalnya ekor merak (Adiantum farleyense), suplir(Adiantum cuneatum) dan paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum). Sealin itu ada juga yang berguna untuk obat-obatan, misalnya Dryopteris filixmas.
Filicinae yang sekarang masih hidup dibedakan dalam 3 subkelas, yaitu:
1.    Subkelas Eusporangiatae
Tumbuhan yang tergolong dalam subkelas ini kebanyakan berupa terna. Protalium di bawah tanah dan tidak berwarna, atau di atas tanah dan berwarna hijau. Protalium selalu mempunyai cendawan endofitik.
Sporangium mempunyai dinding tebal dan kuat yang terdiri atas beberapa lapis sel, spora sama besar.
Subkelas in dibedakan dalam 2 ordo, yaitu:
a.    Ordo Ophioglossales
Ordo ini hanya terdiri atas famili Ophioglossaceae dengan beberapa jenis saja. Tumbuhan ini biasanya mempunyai batang di dalam tanah yang pendek, pada bagian bawah masih mempunyai prostele, tetapi ke atas mengadakan diferensiasi dalam berkas pengangkutnya. Pada famili Botrychium terdapat pertumbuhan menebal sekunder yang lemah. Titik tumbuhnya tidak terdiri atas satu sel ujung saja, melainkan terdiri atas beberapa sel pemula. Pada batang tiap-tiap tahun hanya terdapat satu daun yang bertangkai panjang dengna upuih daun yang menyerupai selaput. Dalam mendapat pertolongan dari mikoriza yang selalu ada di dalam akar-akarnya.
Daun biasanya mempunyai bagian yang khusus untuk asimilasi, dan bagian lain yang fertil menghasilkan alat-alat reproduksi. Bagian daun yang fertil itu berbentuk malai atau bulir dan keluar dari tangkai dari pangkal, dati tengah, atau dari tepi daun yang steril.
Sporangium besar, hampir bulat, tidak mempunyai anulus, didingnya kuat, membuka dengan suatu retakmelintang atau membujur.
Ophioglossaceae bersifat isospor. Protalium berumah satu, tidak mengandung klorofil, di dalam tanah, dan hidup sebagai saprofit dengan pertolongan cendawan mikoriza. Anteridium dan arkegonium terbenam dalam jaringan protalium yang berbentuk umbi dan dapat berumur sampai beberapa tahun. Anteridium menyelubungi suatu komples jaringan spermatogen yang menghasilkan spermatozoid berbentuk spiral dengan banyak bulu cambuk.
Pada beberapa jenis, embrionya sampai beberapa tahun tetap di dalam tanah. Akar dibentuk lebih dulu dari pada daun dan tunasnya.
Ophioglossaceae hidup sebagai paku tanah atau epifit. Ordo ini hanya tersiri atas 3 genus, yaitu:
(a)    Ophioglossum, sporangium dalam dua baris, letaknya berhadapan pada suatu bulir, jika masak membuka dengan suatu retak melintang. Daun yang steril bertepi rata atau berbagi menggarpu 1-2 kali, bertulang jala tanpa ibu tulang yang nyata. Contoh: O.valgatum di Eropa, O.reticulum di Indonesia.
(b)   Botrychium, tangkai daun yang fertil bercabang-cabang seperti malai, sporangium tersusun dalam dua baris sepanjang cabang-cabangnya, membuka dengan retak melintang. Bagian daun yang steril menyirip 1-4 kali, dengan tulang-tulang daun yang bercabang ,menggarpu. Biasanya hhidup sebagai paku tanah, misalnya B.lunaria di Eropa dan B.ternatum di Indonesia.
(c)    Helminthostachys, sporangium ke segala arah, terkumpul merupakan tukal, jika masak pecah menurut retak membujur. Daun yang steril terbagi tiga, masing-masing terbagi lagi dalam bebrapa taju berbentuk lanset, hanya terdiri atas satu jenis yaitu H.zeylanica.
b.    Ordo Marattiales
Bangsa ini juga hanya terdiri atas famili Maratiaceae. Daun amat besar, menyirip ganda sampai beberapa kali. Sporangium pada sisi bawah daun, mempunyai dinding yang tebal, tidak mempunyai cincin (anulus), membuka denga celah atau ilang. Dalam suatu sorus sporangium sering berlekatan menjadi sinangium.
Kebanyakan paku ini berupa paku tanah yang isospor. Protalium berumur panjang, mempunyai mikoriza endofitik, tumbuhan di atas tanah, berwarna hijau, bentuknya menyerupai talus lumut hati yang terdiri atas beberapa lapis sel.
Maratticeaea meliputi 3 genus, yaitu:
(a)    Christensenia, daun menjari, beranak daun 3 atau berbentuk kaki beranak 4-5. Sinangium berbentuk cincin, tersebar pada satu sisi bawah daun. Contoh Christensenia aesculifolia.
(b)   Angiospteris, paku yang besar, daun sampai 2-5 m menyirip ganda 2-4 anak daun menyerupai daun kedondong, sorus memanjang, sporangium di dalamnya bebas, membuka dengan suatu celah. Contoh Angiospteris evecta (paku kedondong)
(c)    Marattia,daun sampai 2m, menyirip ganda 2-4 pada tangkai terdapat duri yang merupakan metamorfosis daun penumpu. Dalam sorus sporangium berlekatan merupakan sinangium dengan 2 katup. Sorus terletak dekat tepi daun. Contoh Marattia fraxinea.
2.      Subkelas Leptosporangiatae (Filices)
Golongan ini terdiri atas beranekaragam paku pakuan yang luar biasa banyaknya, meliputi 90% dari seluruh jumlah marga yang tergolong dalam Filicinae dan tersebar diseluruh muka bumi.
Tumbuhan ini paling banyak terdapat di daerah tropika, meliputi jenis- jenis paku dari yang terkecil sampai yang terbesar (berupa pohon).Paku yang berupa pohon, batangnya dapat mencapai besar satu lengan atau lebih, umumnya tidak bercabang dan pada ujungnya terdapat suatu rozet daun. Daun – daun itu menyirip ganda sampai beberapa kali, panjangnya dpat mencapai 3 m, dan jika telah gugur meninggalkan bekas-bekas yang jelas pada batang. Batang mengeluarkan banyak akar tetapi jika tidak dapat masuk ke dalam tanah akar –akar itu tidak bertambah panjang dan karena rapatnya satu sama lain, seakan akan akar itu menyelubungi batang. Kambium tidak ada,jadi batang tidak mengadakan pertumbuhan menebal sekunder dan tidak mempunyai bagian kayu yang kompak.
Kekuatan batang diperoleh dari berkas – berkas pengangkut yang masing-masing mempunyai susunan konsentrik, lempeng-lempeng sklerenkim, dan kadang – kadang batang itu diselubungi oleh akar akar pendek yang kaku.
Kebanyakan tumbuhan paku berupa terna dengan rimpang yang mendatar atau bangkit ujungnya, dan biasanya jarang bercabang. Untuk pertumbuhan memanjang warga Leptosporangiatae mempunyai suatu sel pemula yang besar pada ujung batangnya.
Daun yang masih muda selalu bergulung dan sifat ini sangat karakteristik bagi warga Filicinae umumnya. Tergulungnya daun itu disebabkan karena sel –sel pada sisi bawah daun lebih cepat pertumbuhannya, dan baru ditiadakan dengan terbukanya daun. Berlainan dengan daun spermatophyta, daun Filicinae memperlihatkan pertumbuhan apikal sampai lama, bahkan pada beberapa jenis pertumbuhan apikal itu hampir tidak berbatas. Dapat berlangsung terus sampai bertahun tahun. Susunan anatomi daun telah menyerupai daun Spermatophyta. Padanya telah terdapat diferensiasi dalam jaringan tiang dan jaringan bunga karang.
Jika pada mikrofil Lycopodiinae hanya terdapat satu tulang daun, pada daun Filicinae tulang-tulang daunnya bercabang-cabang dengan bermacam-macam pola.
Pola percabangan tulang-tulang daun itu merupakan salah satu dasar dalam mengklasifikasikan Leptosporangiatae. Biasanya hanya daun daun lembaga dan daun daun pertama yang mempunyai percabangan dikotom. Bermacam-macam sisiten pertulangan dan tergulungnya ujung daun, yang telah ditemukan pula pada Psilophytales, memberikan suatu petunjuk, bahwa mikrofil Filicinae berasal dari suatu tunas yang terhenti pertumbuhannya.
Pada kebanyakan Filicinae, batang, tangkai daun, kadang- kadang sebagian daun, tertutup oleh suatu lapisan rambut-rambut berbentuk sisik yang dinamakan palea.
Sporangium terbentuk dalam jumlah yang besar pada sisi bawah daun. Biasanya sporofil mempunyai bentuk yang sama dengan daun-daun yang steril, hanya pada beberapa jenis saja sporofil berbeda dengan trofofil.
Karena terlarutnya lapisan tapetum, sporangium hanya mempunyai dinding yang terdiri atas selapis sel saja. Selanjutnya bentuk susunan sporangium itu pun dapat berbeda-beda. Seperti halnya dengan sistem pertulangan, susunan sporangium itu pun digunakan sebagai salah satiu dasar untuk mengklasifikasikan Leptosporangiatae.
Pada marga suku Polypodiaceae (yang meliputi sebagian besar anggota Leptosporangiatae), sporangium terkumpul menjadi sorus yang bentuknya dapat bermacam-macam. Sporangium itu muncul dari suatu penonjolan  jaringan daun yang dinamakan plasenta atau reseptakulum, dan sebelum masak sorus itu tertutup oleh suatu selaput yang dinamakan indusium.Setiap sporangium berasal dari satu sel epidermis yang lalu membelah-belah, sehingga akhirnya tiap sporangium dapat dibedakan dalam kotak (kapsul) yang dindingnya hanya terdiri atas satu selapis sel, dengan didalamnya sejumlah besar isospora. Kapsul itu biasanya mempunyai suatu tangkai yang terdiri atas banyak sel. pada dinding sporangium sering kali terdapat suatu cincin atau anulus yang terdiri atas sel-sel yang menonjol keluar dengan penebalan pada dinding radial dan dinding dalam. Cincin itu tidak merupakan lingkaran yang sempurna, biasanya meliputi punggung, ujung, sampai bagian tengah-tengah sisi perut. Bagian sisi perut yang sel-selya tidak menebal itu dinamakan stomium. Anulus bekerja sebagai suatu mekanisme kohesi dan menyebabkan terbukanya sporangium serta terlemparnya spora keluar melalui celah pada stomium.
Bentuk dan tempat sorus, ada atau tidaknya anulus dan bagaimana letak anulus pada sporangium, ada atau tidaknya indusium, merupakan ciri-ciri pengena yang amat penting. Semua warga Filiciles (Leptosporangiatae) menghasilkan isospora. Dari spora itu tumbuh protalium, yang paling banyak hanya mencapai panjang beberapa cm saja denga umur yang terbatas. Mula-mula dari spora tumbuh protonema berbentuk benang dan mempunyai rhizoid. Pada jenis jenis tertentu (Trichomales) protonema telah menghasilkan anteridium pada cabang-cabangnya dan arkegonium pada cabang-cabang yang terdiri atas beberapa sel. Tetapi biasanya fase pertumbuhan sebagai benang hanya berumur pendek, dan setelah membentuk beberapa sel, pada ujung lalu terbentuk beberapa sel pemula dengan bangun pasak yang memisahkan segmen-segmen. Pembelahan sel-sel yang terus menurun akhirnya menghasilkan suatu protalium yang melekat pada substratnya. Pada pembentukan protalium sel pemula di ujung lalu diganti oleh sel pemula, dan akhirnya terjadilah suatu badan yang bersifat seperti talus, biasanya berbentuk jantunng yang merupakan protalium tadi.
Anteridium dan arkegonium terdapat pada suatu protalium, biasanya pada sisi yang tidak menghadap sinar matahari yaitu pada sisi bawah. Arkegonium baru terbentuk setelah protalium mendapat kesempatan cukup lama untuk berasimilasi, jadi sementara itu telah cukup mengumpulkan persediaan makanan, sedang anteridium dibentuk dulu. Jika keadaan makanan sangat buruk, arkegonium tidak terbentuk. Anteridium dan arkegonium Leptosporangiatae berbeda dengan Eusporangiatae. Anteridium pada Leptosporangiatae berupa suatu tonjolan jaringan berbentuk bulat yang duduk tanpa tangkai pada protalium, dan terdapat pada badan protalium yang sempit diantara rhizoid-rhizoidnya. Anteridium itu mula-mula hanya merupakan suatu tonjolan berbentuk papil, kemudian terbagi oleh suatu dinding pemisah berbentuk corong menjadi suatu sel luar yang menyelubungi sel kedua yang ada di dalamnya. Sel yang di dalam itu terbagi menjadi dua lagi dengan pembentukan dinding melengkung pada bagian atasnya. Sel yang merupakan tutup pad asebelah atas terbagi lagi dan terjadilah sel penutup. Sel yang letaknya di tengah membelah beberapa kali dan menghasilkan spermatozoid.
Jadi anteridium yang telah siap terdiri atas dua sel yang melingkar, satu sel penutup, dan satu sel pusat yang lalu membelah menjadi sel spermatogen. Jika anteridium telah masak, sel-sel melingkar yang terisi lendir lalu mengembang, lalu sel penutup terlepas. Spermatid yang bulat dan mengembang lalu terlepas. Dan di dalam air yang terdapat di dalam protalium tiap spermatid mengeluarkan satu spermatozoid berbentuk alat penarik gabus dengan banyak bulu cambuk.
Spermatozoid terutama terdiri atas zat inti, mula-mula pada bagian belakangnya mempunyai sisa plasma yang membesar dengan butir-butir tepung sebagai zat cadangan makanan, akan tetapi sisa plasma itu dilepaskan pada saat spermatozoid akan memasuki arkegonium. Lingkaran-lingkaran pertama pada tubuhnya yang berbentuk spiral itu membunyai beberapa dosin bulu cambuk yang keluar dari suatu dinding plasma yang lunak. Menurut penyelidikan dengan mikroskop elektron tiap bulu cambuk terdiri atas suatu berkas serabut.
Arkegonium terdapat pada bagian protalium yang berlekuk dan mulai muncul dari suatu sel permukaan pada protalium yang agak tua. Sel permukaan itu mula-mula membelah melintang menjadi dua sel, atas dan bawah. Sel yang di atas dengan pembentukan dinding –dinding pemisah yang bersilang membelah lagi menjadi empat sel kemudian membelah lagi sehingga menonjol keluar membentuk leher arkegonium. Sel yang di bawah membelah menjadi sel-sel saluran leher dan sel pusat, dan sel pusat ini membelah lagi menjadi saluran perut dan sel telur.
Bagian bawah arkegonium dikelilingi oleh jaringan protalium sel-sel saluran perut dan saluran leher akhirnya terlarut dan merupakan suatu substansi yang dapat mengembang jika kemasukan air. Arkegonium yang telah masak membuka pada ujungnya dan spermatozoid-spermatozoid dengan gerak kemositaksis masuk ke dalam leher arkegonium menuju sel telur.
Sporofit untuk sementara waktu hidup sebagsi parasit pada protalium dan menyerap makanan dari protalium dengan perantara haustorium sampai protalium itu mati. Akar yang pertama terbentuk lalu diganti oleh akar akar berikutnya. Letaknya sumbu polaritas embrio tak dapat diubah oleh gaya berat maupun cahaya. Rupa-rupanya protalium Letosporangiatae telah menunjukan suatu poaritas dan sifat itu dipindahkan kepada plasma sel telur.
Pada daun-daun sering kali terbentuk tunas adventif yang dapat terlepas dan berguna sebagai alat berkembang biak vegetatif. Dapat pula tunas atau daun berubah menjadi yang dapat digunakan untuk tujuan yang sama. Selain itu protalium dapat pula terbentuk tumbuhan paku baru tanpa pembuahan, jadi apogam atau apospor Leptosporangiatae dibedakan dalam tiga golongan yaitu:
1.      Simplices : sporangium di dalam sorus terjadi secara serempak.
2.      Gradatae : Sporangium dalam sorus timbulnya dari atas ke bawah (basipetal)
3.      Mixtae : Pembentukan sporangium dalam sorus tidak beraturan.
Selanjutnya masih harus diperhatikan letak sporangium pada sporofil, sehingga masing-masing golongan tadi dapat dibedakan lagi dalam sporangiumnya pada tepi sporofil (Marginales) dan yang sporangiumnya pada permukaan bawah sporofi (Superficiales).
Berdasarkan sifat-sifat di atas, maka skema klasifikasi Filices menjadi seperti berikut.

Marginales
Superficiales
Simplices
Schizacaceae
Gleicheniceae
Matoniaceae
Gradtae
Loxsornaceae
Hymenophyllaceae
Dicksoniceae
Thyrsopteridaceae
Cyatheaceae
Woodsiceae *)
Onocleinae *)

Mixtae
Davalleaeae *)
Oleandreae *)
Blechninae *)
Aspidiae *)
Asplenieae *)
Pterideae *)

Golongan dengan tanda *) merupakan anak suku kelompo yang besar, yaitu suku Polypodiaceae. Rupa- rupanya sekarang suku Polypodiaceae yang sangat heterogen itu dianggap terlalu besar, adan anak suku yang termasuk di dalamnya seyogyanya ditingkatkan kedudukannya menjadi suku.
Dalam skema itu tidak termasuk suatu golongan, yang mengenai sifat- sifat tersebut di atas ( urutan pembentukan sporangium dan letaknya pada daun) masih belum diperoleh kepastian, yaitu :
Suku Osmundaceae, sporangium tidak bersusun berkelompok, tidak bertangkai atauu hampir tidak bertangkai, tanpa annulus, tetapi mempunyai sekelompok sel berdinding tebal, jika letah masak membuka dengn suatu retak di samping sebelah bawah ujung. Sporangium tersebar,kadang- kadang menutupi sebagian besar permukaan daun. Indusium tidak ada, tidak terdapat sisik- sisik tetapi pada daun- daun yang muda sseringkali terdapat rambut- rambut yang menghasilkan lender.
Warga suku ini menunjukan adanya hubungan dengan Eusporangiatae yang terlihat dari :
-          Cara- cara pembentukan sporangium, ayng tidak hanya berasal dari satu sel epidermis saja,
-          Tidak ada annulus,
-          Protalium yang berumur panjang
Di Indonesia hanya terdapat satu wakil, ialah osmunda javanica.
Suku Schizaeaceae. Sporangium tidak bertangkai atau hamper tidak bertangkai, terpisah- pisah, waktu masak membuka dengan suatu celah membujur. Annulus pendek tetapi terang, letaknya melintang dekat ujung sporangium. Bagian daun yang fertile mempunyai bentuk yang berlainan dengan bagian yang steril. Pada paku ini terdapat rambut- rambut atau sisik – sisik.
Dalam suku ini antara lain termasuk marga :
-          Schizaea, daun- daun tegak ke atas, pada ujungnya terdapat bagian fertile yang terbagi menyirip. Di Indonesia terdapat S. digitata, S. dichitoma.
-          Lygodium, batangnya membelit. Daun seringkali amat panjang dengan taju- tajunya daun yang tersusun menyirip. Sporangium terdapat pada bagian bagian daun yang tersendiri atau seringkali kali taju- tajunya saja yang bersifat fertile, misalnya Lygordium circinnatum.
 Schizaeaceae fosil telah ditemukan dari zaman karbon akhir, sporangiumnya telah mempunyai beberapa baris annulusnya dan paku itu telah mempunyai daun ayng besar. Lygodium telah dikenal dari zaman tersier.
Suku Gleicheniaceae. Sorus hanya mengandung sedikit sporangium tanpa tangkai dan membuka dengan suatu celah membujur. Annulus melintang. Paku ini mempunyai sisik sisik. Sorus tidak tertutup oleh indisium. Dari suku ini yang paling terkenal adalah marga :
-       Gleichenia, daun panjang dengan bagian  bagian yang menyirip. Ujungnya sering sampai lama dalam keadaan kuncup. Beberapa diantaranya bersifat sebagai xerofit atau kremnofi, misalnya G. linearis, G. leavigata ( paku andam, paku resam). Sering dpakai untuk pelindung sementara pada persemaian- persemaian. Pernah ditemuakn fosil Gleicheniaceae dari jaman trias.
Suku Matoniaceae. Daun- daunnya menjari, panjang, kadang- kadang untuk memanjat. Sporangium terdapat si keliling tiang sorus, dan ditutupi oleh indusium berbentuk perisai. Annulus serong, celah jalan keluar spora pun demikan. Protaliumnya belum dikenal. Suku ini meliputi marga matonia, antara lain matonia pectinata, dan Phanerosorus yang anggota- anggotanya tumbuh di Kalimantan daerah  dekatnya. Telah ditemukan fosil matoniaceae dari zaman kapur.
Suku Loxsomaceae. Susunan sorus menyerupai sorus pada warga suku hymenophyllaceae. Sporangium membuka dengan celah membujur, antara lain pada loxssoma cunninghami yang tumbuh di selandia baru, dan loxsomopsis di amerika selatan.
Suku Hymenophyllaceae kebanyakan berupa tumbuhan paku yang kecil dan seringkali  hanya terdiri atas satu lapis sel saja.
Sorus pada tepi daun mempunyai indusium. Berbentuk piala atau bibir. Sporangium tanpa tangkai dengan cincinyang sempurna dengan letak serong attau melintang. Protalium berbentuk pita atau benang. Paku ini amat banyak terdapat di daerah tropika, hidup sebagai epifit dan sangat suka akan tempat-tempat yang lembab, tetapi ada pula beberapa jenis yang menyukai habitat kering (xerofit). Suku ini terdiri atas 2 marga, yaitu:
·         Trichomanes, indusium berbentuk buluh atau piala, tiang pendukung sporangium akhirnya muncul di atas indusium. Dinding sporangium terdiri atas sejumlah kecil sel-sel yang tidak sama. Daun tunggal atau majemuk, biasanya tipis lemas, kadang-kadag juga kaku. Paku tanah atau epifit dengan rimang yang merayap atau bangkit misalnya pada TR. Teysmanni, Tr. Javanicum, Tr. Palmatifudum.
·         Hymenophyllum
Indusium sampai 1/3 panjangnya berkatup dua, tiang pendukung sporangium sedikit atau muncul sampai jauh di luar undusium. Dinding sporangium terdiri atas banyak sel-sel kecil yang semua sama besar. Daun majemuk dengan taju-taju yang tipis, sempit. Rimpang merayap. Hymenophyllum berupa paku tanah atau epifit, contoh: H. junghuhnii, H. austral. Beberapa jnis Hymenophyllaceae yang terdapat di luar daerah tropika dianggap sebagai relic. Fosil belum diketahui dengan pasti, mungkin telah hidup pada zaman Karbon akhir.
Suku Dicksoniacea
Sorus pada tepi daun dengan indusium yang terdiri atas dua bagian. Sporangium dengan annulus yang serong. Dalam suku ini termasuk antara lain:
·         Dicksonia, sorus bulat atau agak tebal memanjang, dekat dengan tepid daun pada ujung suatu urat, dengan indusium yang berkatup dua. Paku berbentuk pohon dengan daun majemuk dengan urat-urat yang bebaas.
·         D. blumei
·         D. antartica di Australia
·         Cibotium, sorus hampir bulat pada tepi tajuk-tajuk daun dengan inddusium berkatup dua. Batang berdiri tegak , kadang-kadang sampai beberapa meter, pada ujung dengan rambut-rambut berwarna pirang atau kuning keemasan. Daun besar, menyirip ganda 3 sampai 4 atau berbagi menyirip.
Contoh : Cibotium barometz di Asia. Paku tiang, pada ujung batang nya mempunyai ambut-rambut seperti kapas, yang juga dipergunakan sebagai pembalut. Suku Thyrsopteridaceae. Sangat menyerupai Dicksoniaceae. Daun denga bagian – bagian khusus yang fertile. Indisium hampir bulat dengan suatu lubang pada ujung.
-          Thyrsopteris elegans yang terdapat di kepulauan Juan fernandes.
Suku Cyatheaceae. Sorus mengandung banyak sporangium tidak pada tepi daun melainkan pada permukaan bawah, bentuk bola. Indisium tidak ada, atau jika ada berbentuk bola, piala atau mangkuk, seringkali sangat kecil. Daun tersusun sebagai rozet  batang, menyirip ganda. Yang masih muda tegak atau serong, akhirnya mendatar dan yang telah kering bergantung. Paku tiang, batang mempunyai bekas daun yang jelas. Bagian tengah batang terisi teras dikelilingi oleh bagian yang berkayu. Bagian yang berkayu mempunyai berkas-berkas pengangkut yang dilindungi oleh lapisan-lapisan sklerenkim. Dari suku ini yang terkenal ialah marga :
-          Cyathea ( paku tiang). Sorus agak jauh dari tepi daun , yang muda dilapisi indisium berbentuk bola. Indisium akhirnya robek hingga bentuknya menjadi seperti piala atau cawan . daun menyirip ganda 2 sampai 3. Contoh : C. javanica di hutan- hutan atau di pinggir kali.
-          Alsophila, sorus  agak jauh dari tepi daun. Indisium tidak ada atau amat kecil, hampir tak terlihat. Contoh : A. glauca
Suku Polypodiaceae. Sorus bentuknya bermacam-macam. Letak sorus pada tepi atau pada tepi daun , dapat pula pada urat-urat , berbentuk garis , memanjang , bulat. Sporangium kadang-kadang sampai menutupi permukaan bawah daun yang fertile. Sporangium bertangkai dengan annulus vertical, tidak sempurna , jika masak , pecah dengan celah melintang. Indisium ada atau tidak ada, melekat pada satu sisi saja, kadang-kadang berbentuk ginjal atau perisai dengan tepi rata atau bertoreh. Rimpang merayap atau berdir, mempunyai ruas-ruas yang panjang, jarang memperlihatkan batang yang nyata. Daun bermacam- macam , tunggal atau majemuk, dengan urat- urat yang bebas atau saling berdekatan. Akar dan daun sering kali bersisik.
Suku ini tidak memberikan kesan adanya keseragaman diantara anggota-anggotanya, dan mungkin sekali berasal dari bermacam- macam bentuk. Olehsebab itu ada yang menganggap perlu untuk membeda-bedakan menjadi beberapa suku.
WETTSTEN membedakan Polypodiaceae dalam beberapa anak suku, diantaranya ialah:
-          Cystopteris, sorus bulat , terletak pada gigi-gigi urat daun. Indisium bulat melengkung. Daun menyirip ganda dua atau lebih, dengan ura-urat yang bebas. Rimpang tumbuh tegak dengan ruas-ruas yang pendek. Contoh : C.tenuisecta, C.fragilis, Woodsia.
Anak suku Oncleae. Daun fertil beberapa dari yang steril. Contoh : O.sensibilis di Asia Timur dan Amerika Utara.
Anak suku Davallieae. Sorus dengan indisium berbentuk piala atau sisik pada tepi daun. Dalam anak suki ini termasuk :
-          Davalliam , terdapat di daerah Palaeotropis. Sorus bulat atau memanjang , terdapat pada sisi bawah daun, sepanjang tepi atau dekat dengan tepi daun, terpisah-pisah. Indisium pada pangkal dan kanan kirinya berlekatan dengan permukaan daun , sehingga bentuknya kurang lebih seperti piala dqan terbuka pada arah ke tepi daun. Daun menyirip ganda dua atau lebih, dengan urat-urat yang bebas. Rimpang menyarap dengan ruas-ruas yang panjang, bersisik rapat. Sisik berwarna pirang. Epifit atau paku tanah. Contoh : D. trichomanoides.
-          Lindsaya, sorus bulat , memanjang atau bangun garis, sepanjang tepi pada sisi bawah daun. Indisium mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk sorusnya , terbuka pada bagian yang menghadap tepi daun. Daun yang maati tak terlepas dari rimpang , menyrip atau menyirip ganda, gundul. Anak daun asimetris. Paku tanah atau epifit. Dijawa antara lain ditemukan L.davallioides, L.cultrata
-          Nephrolepis, sorus bulat atau bangun , pada sisi bawah daun,sepanjang tepi atau agak jauh sejajar dengan tepi itu. Indisium sesuai dengan bentuk sorus. Daun yang mati tidak terlepas dari rimpang , panjang , relative sempit, menyirip dan sampai lama tumbuh memanjang , mempunyai hidatoda pada sisi atas daun. Rimpang berdiri tegak dan sering ditunjang oleh akar-akar, kadang-kadang mengeluarkan cabang-cabang , kadang-kadang dengan umbi. Contoh : N.exsaltata, N.cordifolia
Anak suku Oleandreae, seperti Davallieae, tetapi daun tidak berbagi. Kebanyakan tumbuh di daerah tropic. Contoh- contoh :
-          Oleanra, sorus bulat , terdapat di kanan kiri ibu tulang dekat dengan tulang itu, berderet membujur . indisium berbentuk ginjal atau memanjang. Rimpang setebal tangkai daun yang tumbuh dari rimpang itu. Daun tunggal, sempit, bentuk lanset, tidak bertoreh, urat-urat berdekatan satu sama lain, bebas. Rimpang tegak , memanjat atau merayap. Contoh : O.musifolia
Anak suku Aspidieae. Sorus agak bulat dengan indisium yang keluar dari tengah-tengah sorus itu. Dari anak suku ini yang terpenting ialah marga :
-          Dryopteris (Aspidium), sorus bulat atau jorong, pada urat-urat sebelah bawah daun, kebanyakan di tengah-tengah uarat tadi. Sorus yang muda mempunyai indisium, bentuk ginjal, lekuk gugus, tidak sempurna atau sama sekali tidak ada.
Daun tidak dapat terlepas radi rimpang, menyirip menyirip tunggal atau menyirip ganda sampai beberapa kali. Urat-urat daun bebas atau tidak. Paku tanah dengan rimpang merayap, bangkit atau tegak. Beberapa contoh: D.filik-max, rimpangnya mempunyai khasiat obat, D.rufencens
Anak suku Asplenieae: sorus disamping pada taju-taju daun, memanjang, mempunyai indusium.
Dari anak suku ini yang terkenal ialah:
·         Asplenium, sorus bangun garis atau sempit memanjang, terletak disamping tulang cabang, serong atau hampir tegak pada ibu tulang. Indusium sesuai dengan sorusnya. Daun tidak dapat lepas dari rimpang, menyirip atau menyirip ganda. Urat-urat daun bebas atau bersambungan dengan tulang tepi. Paku tanah atau epifit. Yang paling umum di Indinesia ialah A.nidus(paku sarang).
·         Blechnum,sorus berbentuk garis pada sisi bawah daun, kadang-kadang sepanjang tepi seluruh sisi bawah kecuali ibu tulang, ada lagi yang terdapat di kanak kiri ibu tulang. Ada indusium, dan jika letak sorus di tepi daun, indusium berasal dari tepi daun itu. Daun tidak terlepas dari rimpang, berbagi menyirip atau menyirip, jarang tunggal dan tidak berbagi. Paku tanah. Contoh: Bl.orientale,Bl.patesonii.
Anak suku Pterideae. Sorus sejajar dengan tepi daun atau dekat dengan tepi daun, ditutup oleh tepi daun itu. Anak suku ini terdiri atas beberapa marga, diantaranya:
·         Pteridium, sorus pada tepi taju-taju daun, pada suatu urat yang menghubungkan ujung-ujung 2 urat daun, ditutup oleh tepi daun yang menggulung kebawah, indusium tidak sempurna. Daun pada rimpang yang merayap, yang mempinyai ruas-ruas yang panjang,sehingga daun jarang-jarang. Tangkai daun dengan banyk berkas-berkas pengangkutan. Contoh: P.aquilinum (paku garuda).
·         Pteris, sorus pada urat tepi, tertutup oleh tepi daun.
Daun membagi menyirip sampai menyirip ganda, kadang-kadang bercabang menjari atau berbentuk kaki, tidak terlepas dari rimpang. Kebanyakan paku tanah misalnya Pteris ensiformis.
·         Adiantum, sorus bangun ginjal,jorong atau bangun garis terletak pada tepi daun yang terlipat kebawah dan berfungsi sebagai indusium. Mula-mula indusium menutup sporangium, tapi kemudian terdesak ke samping. Daun majemuk dengan bermacam-macam cara, kerap kali menyirip atau menyirip ganda sampai beberapa kali dengan urat-urat yang bebas. Rimpang merayap, bangkit, atau tegak. Pada tanah banyak ditanam sebagai tanaman hias.
·         Anthrophyum, sorus berbentuk garis, pada sisi bawah daun, terletak sepanjang urat-urat yang kadang-kadang tersusun seperti jala, pada permukaan atau agak terbenam. Tidak ada indusium. Diantara sporangium sering terdapat parafisis dengan ujung berbentuk kuncup atau gada. Daun tunggal, rapat, tidak terlepas dari rimpang, agak kaku seperti belulang, berdaging, kadang-kadang berwarna biru seperti baja. Ibu tulang tidak ada, atau hanya pada bagian bawah helaian daun, urat-urat berbentuk jala. Rimpang pendek, merayap. Epifit atau kremnofit. Contoh : Anthrophyum semicostatum, anak suku Polypodieae. Sorus tampa indusium, bulat atau memanjang. Habitus sangat beraneka ragam rupa dan tersebar dimana-mana.
·         Polypodium, sorus pada sisi bawah daun, berbaris atau tidak beraturan, tanpa indusium bulat, memanjang, berbentuk garis atau tidak teratur bentuknya, kadang-kadang terbenam pada suatu cekungan. Daun bermacam-macam betuk dan susunannya, dapat terlepas dari rimpang atau tidak. Rimpang pun bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Marga ini terdiri atas banyak jenis, antara lain Polypodium vulgare, Polypodium sinuosum, Polypodium sundaicum, Polypodium trilobum, Polypodium triquetrum, Polypodium feei.
·         Drymoglossum, sorus pada sisi bawah daun, di kanan kiri dan sejajar dengan ibu tulang daun, panjang bentuk garis, tanpa indusium. Daun tunggal , bertepi rata, dimorf, jika mati lepas dari rimpang. Daun fertile jauh lebih panjang dari yang steril. Epifit. Contoh :  Drymoglossum piloselloides (paku picis). Anak suku acrosticheae, sorus tanpa indusium, menutupi sebagian atau seluruh sisi bawah daun. Dalam anak suku ini termasuk  :
·         Elaphoglossum, sporangium amat banyak, rapat dan menutupi seluruh sisi bawah daun fertile dan tidak jelas adanya pembentukan sorus, tak ada indusium. Daun dapat terlepas dari rimpang, tunggal, yang fertile amat berbeda bentuknya. Urat-urat daun bebas atau bersambung dengan urat tepi atau pita yang jernih atau kekuninganyang berjalan sepanjang tepi daun. Rimpang merayap. Epifit atau kremnofit contoh : Elaphoglossum angulatum.
·         Platycerium, sporangium pada sisi bawah bagian daun yang fertile. Daun dalam cekungan pada rimpang, dapat lepas, dapat lepas, dimorf. Yang sebagian (daun-daun sarang) menempel dengan pangkalnya atau seluruhnya pada rimpang atau substrat dan tersusun seperti genting, bagian bawahnya tebal berdaging. Daun bulat , bentuk ginjal atau bulat telur terbalik. Kadang-kadang bertoreh pada bagian yang tidak menempel substrat keluar akar-akar dan ruang diantara daun-daun itu berguna untuk penimbunan humus. Daun-daun ini mula-mula hijau, jika telah tertutup oleh yang baru lalu menjadi pirang. Daun-daun yang fertile biasanya bergantungan, bercabang-cabang menggarpu, kadang-kadang dengan rambut-rambut bintang yang lekas gugur. Ibu tilang bercabang menggarpu, urat-urat saling berdekatan. Rimpang pendek, merayap, diatas gumpalan-gumpalan cadas. Contoh Platycerium bifurcatum (simbar menjangan, paku tanduk rusa), Platycerium coronarium.
·         Acrostichum,sporangium amat banyak karena menutupi seluruh sisi bawah daun fertile yang letaknya diujung. Sporangium tidak jelas membentuk sorus tidak mempunyai indusium. Daun tidak dapat lepas dari rimpang, besar, menyirip. Urat-urat berbentuk jala. Tangkai daun dengan banyak berkas-barkas pengangkut. Rimpang kuat, berdiri tegak. Paku rawa-rawa ditepi pantai.


3.      Subkelas Hydropterisdes (Paku Air)
      Tumbuhan yang tergolong dalam Hydropterides hamper selalu berupa tumbuhan air atau tumbuhan rawa. Meskipun dengan adanya penyesuaian diri dengan hidup dalam air iru terjadi sifat-sifat yang menyimpang dari Filicinae lainnya, akan tetapi tidak sukar untuk menunjukkan adanya hubungan dengan Filicinae.
      Tumbuhan ini selalu heterospor. Makro dan mikrosporangiumnya berdinding tipis, tidak mempunyai annulus dan terdpaat dalam suatu badan pada pangkal daun. Badan yang mengandung sporangium itu dinamakan sporokarpium, yang sering kali  mempunyai dinding yang tebal dan mula-mula selalu tertutup.
      Makrosporangium menghasilkan makrospora yang nantinya tumbuh menjadi makrosprotalium dengan arkegonium, mikrosporangium menghasilkan mikrospora yang kemudian tumbuh menjadi mikrosprotalium dengan anteridium. Spora diliputi oleh perisporium dengan membentuk susunan yang aneh.
      Hydrospterides meliputi dua suku yaitu :
Suku salviniaceae.
 Paku air yang mengapung dengan bebas pada permukaan air, hanya sedikit bercabang-cabang. Daun berkarang, pada tiap-tiap buku terdapat tiga daun. Dari ketiga daun itu yang dua terdapat disebelah atas, berhadapan dan merupakan alat pengapung, yang tiga terdapat didalam air terbagi-bagi merupaka  badan-badan yang bentuk maupun fungsinya menyerupai akar-akar.
      Sporangium terkumpul pada pangkal daun yang berada dalam air , masing-masing berisi satu sorus dan mempunyai dinding yang homolog dengan indusium. Sporokarpiumyang berisi satu sorus iti hanya mrngandung mikro atau makrisporangium saja. Mikrosporangium bulat, mempunyai tangkai panjang, berisi 64 mikrospora. Makrosporangim  lebih besar, bertangkai pendek dari 32 sel tetrad yang  dihasilakan hanya sati yang menjadi makrospora yang sempurna.
      Mikrospora terbungkus oleh suatu substansi seperti buih yang membeku, berasal dari periplasmodium. Mikrospora yang berkecambah merupakan suatu mikroprotalium berbentuk buluh pendek, terdiri atas beberapa sel saja dan mempunyai dua anteridium, masing-masing mengeluarkan empat spermatozoid. Protalium ini sangat sederhana dan perkembangannya berlangsung didalam sporangium, yang dindingnya tidak membuka akan tetapi disuatu tempat ditembus oleh mikroprotalium, sehingga dengan ini spermatozoid bergerak bebas.
      Makrospora mengandung butir-butir zat putih telur, tetes-tetes minyak, dan butir-butir amilum. Pada ujungnya terdapat inti plasma yang lebih kental. Dinding makrospora (eksosporium) berwarna pirang, tebal, mempunyai selubung perisporium seperti buih, dan sama halnya dengan mikrospora berasal dari plasma sel-sel tapetum. Makrospora tetap diselubungi sporangium dan dengan sporangium itu terlepas dari tumbuhan induknya, lalu berenang-renang pada permukaan air. Setelah berkecambah, tumbuhlah makroprotalium pada ujungnya. Dibelakangnya terdapat satu sel besar yang mengandung zat-zat makanan cadangan bagi protalium. Eksosporium dan dinding sporangium pecah dengan tiga katup, dan protalium muncul kesamping sebagai suatu badan yang dorsiventral. Meskipun protalium ini kadang-kadang mempunyai klorofil, tetapi mengenai soal-soal makanan protalium ini tetap bergantung pada cadangan didalam sel spora yang besar tadi. Makroprotalium mempunyai beberapa arkegonium yang telah dibuahi itu saja yang berkembang menjadi embrio. Embrio memasukkan haustorium kedalam dinding arkegonium yang mula-mula melebar, tetapi akhirnya juga pecah.
      Salviniaceae terdiri atas dua marga
·         Salvinia, paku air yang mengapung, tersebar di Eropa dan Asia contoh : Salvinia natan, Salvinia cucullata, Salvinia minima (di Amerika Selatan). Salvinia molesta (dari Afrika sekarang tersebar dimana-mana).
·         Azolla, umumnya terdapat didaerah tropika berupa tumbuhan kecil, lunak, bercabang- cabang, dan seperti Salvinia terapung- apung pada permukaan air.  Daun di sebelah atas berseling, tersusun dalam dua baris, masing- masing terbelah dua. Bagian atas terapung, berguna untuk asimilasi dan di dalamnya terdapat ruangan- ruangan berisi koloni Anabaena (yang tergolong dalam Cyanophyceae). Anabaena ini seperti Rhizobium mempunyai daya untuk dapat mengasimilasi N2 dari udara. Hubungannnya dengan Azolla analog dengan hubungan Leguminosae dan Rhizobium. Di Vietnam Azolla dipergunakan untuk memupuk tanah- tanah sawah. Pada sisi bawah terdapat banyak akar. Selain akar, juga bagian daun yang tenggelam dalam air ikut berperan dalam penyerapan air. Selain dari itu taju- taju daun yang tenggelam, pada cabang-cabang batang yang pendek dapat berubah menjadi sporokarpium yang diselubungi oleh suatu bagian daun yang terapung. Masing- masing sporokarpium mengandung satu sorus dan tiap sorus hanya berisi mikro atau makrosporangium saja.
Pada Azolla terdapat usaha untuk menjamin terjadinya pembuahan. Ke 64 mikrospora yang telah keluar dari mikrosporangiumnya, beserta periplasmodium yang membuih terbagi menjadi 5-8 gumpalan yang dapat berenang- renang yang dinamakan masula. Tiap masula memiliki alat semacam kait yang disebut glokidium, yang juga terdiri atas periplasmodium. Glokidium ini berguna untuk mengait pada makrospora. Makrospora pada bagian atasnya membentuk alat renang yang terisi udara dan berjumlah 3-9. Dengan alat tersebut makrospora dapat terapung- apung dan akhirnya seperti pada Salvinia juga membentuk arkegonium. Beberapa contoh: Azolla pinata sering menutupi sawah- sawah di Asia dan Indonesia, Azolla carolliana di Amerika.
Suku Marsilleaceae
Hidup di paya- paya atau air yang dangkal, berakar dalam tanah, jarang berupa tumbuhan darat sejati. Jika hidup di darat terbentuklah seperti umbi. Batangnya menyerupai rimpang yang merayap, ke atas membentuk daun- daun ke bawah membentuk akar- akar. Daun pada jenis- jenis tertentu bersifat polimorf. Daun mempunyai helaian yang berbelah empat atau dua, jarang utuh. Daun yang muda menggulung.
Sporangium pada pangkal tangkai daun, bertangkai atau tidak, bangun ginjal atau bulat dengan dinding yang kuat, didalamnya terkandung mikro- dan makro- (mega) sporangium. Bentuk dan susunan sporokarpium bermacam-macam dan merupakan dasar dalam klasifikasi Marsileaceae. Berdasarkan sifat sporokarpiumnya maka Marsileaceae dibedakan dalam beberapa marga, antara lain:
·         Marsilea, batang merayap, daun bertangkai panjang dengan helaian yang biasanya berbelah 4. Sedikit diatas pangkal tangkai daun keluar sepasang atau sejumlah sporokarpium berbentuk ginjal atau jorong. Dalam sporokarpium terdapat banyak sorus yang mempunyai indusium dan didalamnya terdapat mikro dan makrosporangium. Sporokarpium yang masak pecah dengan du katup. Contoh: M.crenata (semanggi).
·         Pilularia, tiap sporokarpium mempunyai 2-4 sorus. Daun berbentuk ginja (atau tangkai saja tanpa helaian daun) dengan satu sporokarpium pada pangkalnya. Contoh: P.globulifera.
·         Regnellidium, mikrosporangium dengan 64 mikrospora, makrosporangium dengan satu makrospora. Daun berbelah 2. Contoh: R.diphyllum.
Penggolongan Hydropterides sebagai suati anak kelas tersendiri adalah suatu hal yang kebenarannya diragukan. Mungkin Hidropterides hanya meruoakan cabang Leptosporangiatae yang heterospore, yang karena penyesuaian terhadap hidup di air kemudian terpisah perkembangannya.
Dari semua marga Filicinae, Eusporangiatae muncul paling dahulu yaitu dalam zaman Devon akhir. Leptosporangiatae baru dalam zaman Karbon dan Hidropterides dalam Trias. Dalam zaman purba Eusporangiatae lebih banyak terdapat daripada Leptosporangiatae, keadaan sekarang adalah kebalikannya.



















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Tumbuhan paku sejati juga disebut dengan tumbuhan paku benar atau Pterophyta adalah diviso dari anggota Pteridophyta (tumbuhan paku).Tumbuhan paku ini disebut juga Filiciinae, filiciinae berasal dari kata filix yang berarti tumbuhan paku sejati. Tumbuhan paku ini merupakan kelompok tumbuhan paku yang sering kita jumpai karena sering dijadikan tanaman hias yang sangat menarik.
2.       Dalam bahasa sehari-hari, paku sejati dikenal sebagai tumbuhan paku/pakis yang sebenarnya atau paku sejati, mempunyai daun-daun besar (makrofil), bertangkai, mempunyai banyak tulang, pada waktu masih muda daun itu tergulung pada ujungnya, dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium. Paku ini banyak tumbuh di tempat-tempat yang teduh/lembap, sehingga di tempat yang terbuka dapat mengalami kerusakan akibat penyinaran matahari.
3.      Paku sejajti mengalami metagenesis, yaitu fase gametofit dan fase sporofit. Pada fase gametofit, tumbuhan paku menghasilkan gamet jantan (sperma) dari antheridium dan gamet betina (ovum) dari archegonium. Sperma membuahi ovum dan menghasilkan zygot. Zygot kemudian tumbuh menjadi sporofit muda dan kemudian sporofit dewasa. Pada fase sporofit dibentuklah sorus yang di dalamnya terdapat banyak spora. Spora-spora ini kemudian tersebar dan berkecambah menjadi gametofit dewasa. Pada gamtofit ini akan dibentuk antheridium dan archegonium sebagai penghasil gamet. Siklus ini akan terus berulang dalam hidup paku sejati.
4.      Klasifikasi
Dibagi menjadi 3 sub kelas:
a.       Eusporangiatae
·         Ordo Ophioglossales
Ophioglossum
Botrychium
Helminthostachys
·         Ordo Marattiales
Christensenia
Angiospteris
Marattia
b.      Subkelas Leptosporangiatae
·         Simplices
·         Gradatae
·         Mixtae
c.       Subkelas Hydropterisdes (Paku Air)
Suku Salviniaceae
·         Salvinia
·         Azolla
Suku Marsileaceae
·         Marsilea
·         Pilularia
·         Regnellidium




  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: pterophyta Rating: 5 Reviewed By: Wawan Listyawan