BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tumbuhan
paku (Pterydophyta) merupakan tumbuhan berkormus dan berpembuluh yang paling
sederhana. Terdapat lapisan pelindung sel (jaket steril) di sekeliling organ
reproduksi, sistem transpor internal, hidup di tempat yang lembap. Akar serabut
berupa rizoma, ujung akar dilindungi kaliptra. Sel-sel akar membentuk
epidermis, korteks, dan silinder pusat (terdapat xilem dan fleom).
Batang
tumbuhan paku tidak tampak karena terdapat di dalam tanah berupa rimpang,
sangat pendek, ada juga yang dapat mencapai 5 meter seperti pada paku pohon atau
paku tiang. Daun ketika masih muda melingkar dan menggulung. Beradasarkan
bentuk dan ukurandan susunannya daun tumbuhan paku dibedakan menjadi mikrofil
dan makrofil. Mikrofil bentuk kecil atau bersisik, tidak bertangkai, tidak
bertulang daun, belum memperlihatkan diferensiasi sel. Makrofil daun besar,
bertangkai, bertulang daun, bercabang-cabang, sel telah terdiferensiasi.
Berdasarkan fungsinya daun tumbuhan paku dibedakan menjadi tropofil dan
sporofil. Tropofil merupakan daun yang khusus untuk asimilasi atau
fotosintesis. Sporofil berfungsi untuk menghasilkan spora.
Spora
tumbuhan paku dibentuk dalam kotak spora (sporangium). Kumpulan sporangium
disebut sorus. Sorus muda sering dilindungi oleh selaput yang disebut indusium.
Berdasarkan macam spora yang dihasilkan tumbuhan paku dibedakan menjadi tiga
yaitu paku homospora (isospora), paku heterospora dan paku peralihan. Paku
homospora menghasilkan satu jenis spora misalnya Lycopodium (paku kawat). Paku heterospora menghasilkan dua jenis
spora yang berlainan yaitu megaspora (ukuran besar) dan mikrospora (ukuran
kecil) misalnya Marsilea (semanggi)
dan Selaginella (paku rane). Paku
peralihan merupakan peralihan antara homospora dan heterospora menghasilkan
spora pbentuk dan ukurannya sama tetapi berbeda jenis kelamin misalnya Equisetum debile (paku ekor kuda).
Tumbuhan
paku bereproduksi secara aseksual (vegetatif) dengan stolon yang menghasilkan
gemma (tunas). Gemma adalah anakan pada tulang daun atau kaki daun yang
mengandung spora. Reproduksi seksual (generatif) melalui pembentukan sel
kelamin jantan (gametangium jantan/anteridium) dan sel kelamin betina (arkegonium).
Seperti pada lumut tumbuhan paku juga mengalami pergiliran keturunan (metagenesis).
Metagenesis tersebut dibedakan antara paku homospora dan heterospora.
Tumbuhan
paku dibedakan menjadi empat kelas yaitu Psilotophyta, Lycophyta, Sphenophyta,
dan Pterophyta (Filicinae). Dengan demikian, penulis bermaksud untuk membahas
lebih lanjut mengenai klasifikasi daripada tumbuhan paku, khususnya tumbuhan
paku sejati (pterophyta).
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Pterophyta (tumbuhan paku sejati)?
2. Bagaimanakah
karakteristik dari Pterophyta?
3. Bagaimanakah
pergiliran keturunan atau siklus hidup dari Pterophyta?
4. Bagaimana
klasifikasi dari Pterophyta?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
1. Mengetahui
lebih dalam tentang Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
2. Mengetahui
karakteristik dari Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
3. Mengetahui
pergiliran keturunan atau siklus hidup dari Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
4. Mengetahui
klasifikasi dari Pterophyta (tumbuhan paku sejati).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Pterophyta
Tumbuhan paku sejati juga disebut dengan tumbuhan
paku benar atau Pterophyta adalah diviso dari anggota Pteridophyta (tumbuhan paku).Tumbuhan paku ini
disebut juga Filiciinae, filiciinae berasal dari kata filix
yang berarti tumbuhan paku sejati. Tumbuhan paku ini merupakan kelompok
tumbuhan paku yang sering kita jumpai karena sering dijadikan tanaman hias yang
sangat menarik. Pterophyta (paku sejati) umumnya tumbuh
di darat pada daerah tropis dan subtropis. Daunnya besar, daun muda menggulung.
Sporangium terdapat pada sporofil (daun penghasil spora). Contohnya: Adiantum cuncatum (paku suplir untuk
hiasan), Marsilea
crenata (semanggi untuk sayuran), Asplenium nidus (paku sarang burung), Pletycerium bifurcatum (paku tanduk
rusa).
B. Karakteristik
Pterophyta
Tumbuhan paku ini mempunyai daun
yang berukuran besar duduk, bentuk daunnya menyirip. Tumbuhan paku pada kelas
ini ada yang hidup di air dan ada yang hidup di darat. Tumbuhan paku yang hidup
di darat sporangiumnya terbentuk dalam sorus, sedangkan yang hidup di air
sporangiumnya terbentuk dalam sporokarpium. Dalam bahasa sehari-hari, paku sejati
dikenal sebagai tumbuhan paku/pakis yang sebenarnya atau paku
sejati, mempunyai daun-daun besar (makrofil), bertangkai,mempunyai banyak
tulang, pada waktu masih muda daun itu tergulung pada ujungnya, dan pada sisi
bawah mempunyai banyak sporangium. Paku ini banyak tumbuh di tempat-tempat yang
teduh/lembap, sehingga di tempat yang terbuka dapat mengalami kerusakan akibat
penyinaran matahari.
C. Pergiliran Keturunan
Pterophyta
Klasifikasi
Pterophyta
Kelas Filicinae
(pterophyta) meliputi beraneka ragam tumbuhan yang menurut bahasa sehari-hari
dikenal sebagai tumbuhan paku atau pakir yang sebenarnya. Dari segi ekologi
tumbuhan ini termasuk higrofit, banyak tumbuh di tempat-empat yang teduh dan
lembab, sehingga di tempat-tempat yang terbuka dapat mengalami kerusakan akibat
penyinaran yang terlalu intensif. Ditinjau dari lingkungan hidupnya, warga
kelas ini dapat dibedakan dalam 3 golongan paku, yaitu paku tanah, paku air,
paku epifit. Berbagai jenis menjadi penyusun undergrowth dalam hutan-hutan di
daerah-daerah pegunungan dan hutan-hutan subtropika basah.
Semua warga
Filicinae mempunyai daun-daun besar (makrofil), bertangkai, mempunyai banyak
tulang-tulang. Waktu masih muda daun tergulung pada ujungnya, dan pada sisi
bawah mempunyai banyak sporangium.
Habitusnya yang
beraneka ragam menyebabkan berbagai jenis di antaranya yang mendapat
penghargaan yang tinggi sebagai tanaman hias, seperti misalnya ekor merak (Adiantum farleyense), suplir(Adiantum cuneatum) dan paku tanduk rusa
(Platycerium bifurcatum). Sealin itu
ada juga yang berguna untuk obat-obatan, misalnya Dryopteris filixmas.
Filicinae yang
sekarang masih hidup dibedakan dalam 3 subkelas, yaitu:
1. Subkelas
Eusporangiatae
Tumbuhan
yang tergolong dalam subkelas ini kebanyakan berupa terna. Protalium di bawah
tanah dan tidak berwarna, atau di atas tanah dan berwarna hijau. Protalium
selalu mempunyai cendawan endofitik.
Sporangium
mempunyai dinding tebal dan kuat yang terdiri atas beberapa lapis sel, spora
sama besar.
Subkelas
in dibedakan dalam 2 ordo, yaitu:
a. Ordo
Ophioglossales
Ordo
ini hanya terdiri atas famili Ophioglossaceae dengan beberapa jenis saja.
Tumbuhan ini biasanya mempunyai batang di dalam tanah yang pendek, pada bagian
bawah masih mempunyai prostele, tetapi ke atas mengadakan diferensiasi dalam
berkas pengangkutnya. Pada famili Botrychium terdapat pertumbuhan menebal
sekunder yang lemah. Titik tumbuhnya tidak terdiri atas satu sel ujung saja,
melainkan terdiri atas beberapa sel pemula. Pada batang tiap-tiap tahun hanya
terdapat satu daun yang bertangkai panjang dengna upuih daun yang menyerupai
selaput. Dalam mendapat pertolongan dari mikoriza yang selalu ada di dalam
akar-akarnya.
Daun
biasanya mempunyai bagian yang khusus untuk asimilasi, dan bagian lain yang
fertil menghasilkan alat-alat reproduksi. Bagian daun yang fertil itu berbentuk
malai atau bulir dan keluar dari tangkai dari pangkal, dati tengah, atau dari
tepi daun yang steril.
Sporangium
besar, hampir bulat, tidak mempunyai anulus, didingnya kuat, membuka dengan
suatu retakmelintang atau membujur.
Ophioglossaceae
bersifat isospor. Protalium berumah satu, tidak mengandung klorofil, di dalam
tanah, dan hidup sebagai saprofit dengan pertolongan cendawan mikoriza.
Anteridium dan arkegonium terbenam dalam jaringan protalium yang berbentuk umbi
dan dapat berumur sampai beberapa tahun. Anteridium menyelubungi suatu komples
jaringan spermatogen yang menghasilkan spermatozoid berbentuk spiral dengan
banyak bulu cambuk.
Pada
beberapa jenis, embrionya sampai beberapa tahun tetap di dalam tanah. Akar
dibentuk lebih dulu dari pada daun dan tunasnya.
Ophioglossaceae
hidup sebagai paku tanah atau epifit. Ordo ini hanya tersiri atas 3 genus,
yaitu:
(a) Ophioglossum,
sporangium dalam dua baris, letaknya berhadapan pada suatu bulir, jika masak
membuka dengan suatu retak melintang. Daun yang steril bertepi rata atau
berbagi menggarpu 1-2 kali, bertulang jala tanpa ibu tulang yang nyata. Contoh:
O.valgatum di Eropa, O.reticulum di Indonesia.
(b) Botrychium,
tangkai daun yang fertil bercabang-cabang seperti malai, sporangium tersusun
dalam dua baris sepanjang cabang-cabangnya, membuka dengan retak melintang.
Bagian daun yang steril menyirip 1-4 kali, dengan tulang-tulang daun yang
bercabang ,menggarpu. Biasanya hhidup sebagai paku tanah, misalnya B.lunaria di Eropa dan B.ternatum di Indonesia.
(c) Helminthostachys, sporangium
ke segala arah, terkumpul merupakan tukal, jika masak pecah menurut retak
membujur. Daun yang steril terbagi tiga, masing-masing terbagi lagi dalam
bebrapa taju berbentuk lanset, hanya terdiri atas satu jenis yaitu H.zeylanica.
b. Ordo
Marattiales
Bangsa ini juga hanya terdiri atas
famili Maratiaceae. Daun amat besar, menyirip ganda sampai beberapa kali.
Sporangium pada sisi bawah daun, mempunyai dinding yang tebal, tidak mempunyai
cincin (anulus), membuka denga celah atau ilang. Dalam suatu sorus sporangium
sering berlekatan menjadi sinangium.
Kebanyakan paku ini berupa paku tanah
yang isospor. Protalium berumur panjang, mempunyai mikoriza endofitik, tumbuhan
di atas tanah, berwarna hijau, bentuknya menyerupai talus lumut hati yang
terdiri atas beberapa lapis sel.
Maratticeaea meliputi 3 genus, yaitu:
(a) Christensenia,
daun menjari, beranak daun 3 atau berbentuk kaki beranak 4-5. Sinangium
berbentuk cincin, tersebar pada satu sisi bawah daun. Contoh Christensenia aesculifolia.
(b) Angiospteris,
paku yang besar, daun sampai 2-5 m menyirip ganda 2-4 anak daun menyerupai daun
kedondong, sorus memanjang, sporangium di dalamnya bebas, membuka dengan suatu
celah. Contoh Angiospteris evecta
(paku kedondong)
(c) Marattia,daun
sampai 2m, menyirip ganda 2-4 pada tangkai terdapat duri yang merupakan
metamorfosis daun penumpu. Dalam sorus sporangium berlekatan merupakan
sinangium dengan 2 katup. Sorus terletak dekat tepi daun. Contoh Marattia fraxinea.
2. Subkelas
Leptosporangiatae (Filices)
Golongan
ini terdiri atas beranekaragam paku pakuan yang luar biasa banyaknya, meliputi
90% dari seluruh jumlah marga yang tergolong dalam Filicinae dan tersebar
diseluruh muka bumi.
Tumbuhan
ini paling banyak terdapat di daerah tropika, meliputi jenis- jenis paku dari
yang terkecil sampai yang terbesar (berupa pohon).Paku yang berupa pohon,
batangnya dapat mencapai besar satu lengan atau lebih, umumnya tidak bercabang
dan pada ujungnya terdapat suatu rozet daun. Daun – daun itu menyirip ganda
sampai beberapa kali, panjangnya dpat mencapai 3 m, dan jika telah gugur
meninggalkan bekas-bekas yang jelas pada batang. Batang mengeluarkan banyak
akar tetapi jika tidak dapat masuk ke dalam tanah akar –akar itu tidak
bertambah panjang dan karena rapatnya satu sama lain, seakan akan akar itu
menyelubungi batang. Kambium tidak ada,jadi batang tidak mengadakan pertumbuhan
menebal sekunder dan tidak mempunyai bagian kayu yang kompak.
Kekuatan
batang diperoleh dari berkas – berkas pengangkut yang masing-masing mempunyai
susunan konsentrik, lempeng-lempeng sklerenkim, dan kadang – kadang batang itu
diselubungi oleh akar akar pendek yang kaku.
Kebanyakan
tumbuhan paku berupa terna dengan rimpang yang mendatar atau bangkit ujungnya,
dan biasanya jarang bercabang. Untuk pertumbuhan memanjang warga
Leptosporangiatae mempunyai suatu sel pemula yang besar pada ujung batangnya.
Daun
yang masih muda selalu bergulung dan sifat ini sangat karakteristik bagi warga
Filicinae umumnya. Tergulungnya daun itu disebabkan karena sel –sel pada sisi
bawah daun lebih cepat pertumbuhannya, dan baru ditiadakan dengan terbukanya
daun. Berlainan dengan daun spermatophyta, daun Filicinae memperlihatkan
pertumbuhan apikal sampai lama, bahkan pada beberapa jenis pertumbuhan apikal
itu hampir tidak berbatas. Dapat berlangsung terus sampai bertahun tahun.
Susunan anatomi daun telah menyerupai daun Spermatophyta. Padanya telah
terdapat diferensiasi dalam jaringan tiang dan jaringan bunga karang.
Jika
pada mikrofil Lycopodiinae hanya terdapat satu tulang daun, pada daun Filicinae
tulang-tulang daunnya bercabang-cabang dengan bermacam-macam pola.
Pola
percabangan tulang-tulang daun itu merupakan salah satu dasar dalam
mengklasifikasikan Leptosporangiatae. Biasanya hanya daun daun lembaga dan daun
daun pertama yang mempunyai percabangan dikotom. Bermacam-macam sisiten
pertulangan dan tergulungnya ujung daun, yang telah ditemukan pula pada
Psilophytales, memberikan suatu petunjuk, bahwa mikrofil Filicinae berasal dari
suatu tunas yang terhenti pertumbuhannya.
Pada
kebanyakan Filicinae, batang, tangkai daun, kadang- kadang sebagian daun,
tertutup oleh suatu lapisan rambut-rambut berbentuk sisik yang dinamakan palea.
Sporangium
terbentuk dalam jumlah yang besar pada sisi bawah daun. Biasanya sporofil
mempunyai bentuk yang sama dengan daun-daun yang steril, hanya pada beberapa
jenis saja sporofil berbeda dengan trofofil.
Karena
terlarutnya lapisan tapetum, sporangium hanya mempunyai dinding yang terdiri
atas selapis sel saja. Selanjutnya bentuk susunan sporangium itu pun dapat
berbeda-beda. Seperti halnya dengan sistem pertulangan, susunan sporangium itu
pun digunakan sebagai salah satiu dasar untuk mengklasifikasikan
Leptosporangiatae.
Pada
marga suku Polypodiaceae (yang meliputi sebagian besar anggota
Leptosporangiatae), sporangium terkumpul menjadi sorus yang bentuknya dapat
bermacam-macam. Sporangium itu muncul dari suatu penonjolan jaringan daun yang dinamakan plasenta atau
reseptakulum, dan sebelum masak sorus itu tertutup oleh suatu selaput yang
dinamakan indusium.Setiap sporangium berasal dari satu sel epidermis yang lalu
membelah-belah, sehingga akhirnya tiap sporangium dapat dibedakan dalam kotak
(kapsul) yang dindingnya hanya terdiri atas satu selapis sel, dengan didalamnya
sejumlah besar isospora. Kapsul itu biasanya mempunyai suatu tangkai yang
terdiri atas banyak sel. pada dinding sporangium sering kali terdapat suatu
cincin atau anulus yang terdiri atas sel-sel yang menonjol keluar dengan
penebalan pada dinding radial dan dinding dalam. Cincin itu tidak merupakan
lingkaran yang sempurna, biasanya meliputi punggung, ujung, sampai bagian
tengah-tengah sisi perut. Bagian sisi perut yang sel-selya tidak menebal itu
dinamakan stomium. Anulus bekerja sebagai suatu mekanisme kohesi dan
menyebabkan terbukanya sporangium serta terlemparnya spora keluar melalui celah
pada stomium.
Bentuk
dan tempat sorus, ada atau tidaknya anulus dan bagaimana letak anulus pada
sporangium, ada atau tidaknya indusium, merupakan ciri-ciri pengena yang amat
penting. Semua warga Filiciles (Leptosporangiatae) menghasilkan isospora. Dari
spora itu tumbuh protalium, yang paling banyak hanya mencapai panjang beberapa
cm saja denga umur yang terbatas. Mula-mula dari spora tumbuh protonema
berbentuk benang dan mempunyai rhizoid. Pada jenis jenis tertentu (Trichomales)
protonema telah menghasilkan anteridium pada cabang-cabangnya dan arkegonium
pada cabang-cabang yang terdiri atas beberapa sel. Tetapi biasanya fase
pertumbuhan sebagai benang hanya berumur pendek, dan setelah membentuk beberapa
sel, pada ujung lalu terbentuk beberapa sel pemula dengan bangun pasak yang
memisahkan segmen-segmen. Pembelahan sel-sel yang terus menurun akhirnya
menghasilkan suatu protalium yang melekat pada substratnya. Pada pembentukan
protalium sel pemula di ujung lalu diganti oleh sel pemula, dan akhirnya
terjadilah suatu badan yang bersifat seperti talus, biasanya berbentuk jantunng
yang merupakan protalium tadi.
Anteridium
dan arkegonium terdapat pada suatu protalium, biasanya pada sisi yang tidak
menghadap sinar matahari yaitu pada sisi bawah. Arkegonium baru terbentuk
setelah protalium mendapat kesempatan cukup lama untuk berasimilasi, jadi
sementara itu telah cukup mengumpulkan persediaan makanan, sedang anteridium
dibentuk dulu. Jika keadaan makanan sangat buruk, arkegonium tidak terbentuk.
Anteridium dan arkegonium Leptosporangiatae berbeda dengan Eusporangiatae.
Anteridium pada Leptosporangiatae berupa suatu tonjolan jaringan berbentuk
bulat yang duduk tanpa tangkai pada protalium, dan terdapat pada badan
protalium yang sempit diantara rhizoid-rhizoidnya. Anteridium itu mula-mula
hanya merupakan suatu tonjolan berbentuk papil, kemudian terbagi oleh suatu
dinding pemisah berbentuk corong menjadi suatu sel luar yang menyelubungi sel
kedua yang ada di dalamnya. Sel yang di dalam itu terbagi menjadi dua lagi
dengan pembentukan dinding melengkung pada bagian atasnya. Sel yang merupakan
tutup pad asebelah atas terbagi lagi dan terjadilah sel penutup. Sel yang
letaknya di tengah membelah beberapa kali dan menghasilkan spermatozoid.
Jadi
anteridium yang telah siap terdiri atas dua sel yang melingkar, satu sel
penutup, dan satu sel pusat yang lalu membelah menjadi sel spermatogen. Jika
anteridium telah masak, sel-sel melingkar yang terisi lendir lalu mengembang,
lalu sel penutup terlepas. Spermatid yang bulat dan mengembang lalu terlepas.
Dan di dalam air yang terdapat di dalam protalium tiap spermatid mengeluarkan
satu spermatozoid berbentuk alat penarik gabus dengan banyak bulu cambuk.
Spermatozoid
terutama terdiri atas zat inti, mula-mula pada bagian belakangnya mempunyai
sisa plasma yang membesar dengan butir-butir tepung sebagai zat cadangan
makanan, akan tetapi sisa plasma itu dilepaskan pada saat spermatozoid akan
memasuki arkegonium. Lingkaran-lingkaran pertama pada tubuhnya yang berbentuk
spiral itu membunyai beberapa dosin bulu cambuk yang keluar dari suatu dinding
plasma yang lunak. Menurut penyelidikan dengan mikroskop elektron tiap bulu
cambuk terdiri atas suatu berkas serabut.
Arkegonium
terdapat pada bagian protalium yang berlekuk dan mulai muncul dari suatu sel
permukaan pada protalium yang agak tua. Sel permukaan itu mula-mula membelah
melintang menjadi dua sel, atas dan bawah. Sel yang di atas dengan pembentukan dinding
–dinding pemisah yang bersilang membelah lagi menjadi empat sel kemudian
membelah lagi sehingga menonjol keluar membentuk leher arkegonium. Sel yang di
bawah membelah menjadi sel-sel saluran leher dan sel pusat, dan sel pusat ini
membelah lagi menjadi saluran perut dan sel telur.
Bagian
bawah arkegonium dikelilingi oleh jaringan protalium sel-sel saluran perut dan
saluran leher akhirnya terlarut dan merupakan suatu substansi yang dapat
mengembang jika kemasukan air. Arkegonium yang telah masak membuka pada
ujungnya dan spermatozoid-spermatozoid dengan gerak kemositaksis masuk ke dalam
leher arkegonium menuju sel telur.
Sporofit
untuk sementara waktu hidup sebagsi parasit pada protalium dan menyerap makanan
dari protalium dengan perantara haustorium sampai protalium itu mati. Akar yang
pertama terbentuk lalu diganti oleh akar akar berikutnya. Letaknya sumbu
polaritas embrio tak dapat diubah oleh gaya berat maupun cahaya. Rupa-rupanya
protalium Letosporangiatae telah menunjukan suatu poaritas dan sifat itu
dipindahkan kepada plasma sel telur.
Pada
daun-daun sering kali terbentuk tunas adventif yang dapat terlepas dan berguna
sebagai alat berkembang biak vegetatif. Dapat pula tunas atau daun berubah
menjadi yang dapat digunakan untuk tujuan yang sama. Selain itu protalium dapat
pula terbentuk tumbuhan paku baru tanpa pembuahan, jadi apogam atau apospor Leptosporangiatae
dibedakan dalam tiga golongan yaitu:
1. Simplices
: sporangium di dalam sorus terjadi secara serempak.
2. Gradatae
: Sporangium dalam sorus timbulnya dari atas ke bawah (basipetal)
3. Mixtae
: Pembentukan sporangium dalam sorus tidak beraturan.
Selanjutnya masih harus diperhatikan
letak sporangium pada sporofil, sehingga masing-masing golongan tadi dapat
dibedakan lagi dalam sporangiumnya pada tepi sporofil (Marginales) dan yang
sporangiumnya pada permukaan bawah sporofi (Superficiales).
Berdasarkan sifat-sifat di atas, maka
skema klasifikasi Filices menjadi seperti berikut.
Marginales
|
Superficiales
|
|
Simplices
|
Schizacaceae
|
Gleicheniceae
Matoniaceae
|
Gradtae
|
Loxsornaceae
Hymenophyllaceae
Dicksoniceae
Thyrsopteridaceae
|
Cyatheaceae
Woodsiceae
*)
Onocleinae
*)
|
Mixtae
|
Davalleaeae
*)
Oleandreae
*)
|
Blechninae
*)
Aspidiae
*)
Asplenieae
*)
Pterideae
*)
|
Golongan dengan
tanda *) merupakan anak suku kelompo yang besar, yaitu suku
Polypodiaceae. Rupa- rupanya sekarang suku Polypodiaceae
yang sangat heterogen itu dianggap terlalu besar, adan anak suku yang termasuk
di dalamnya seyogyanya ditingkatkan kedudukannya menjadi suku.
Dalam skema itu
tidak termasuk suatu golongan, yang mengenai sifat- sifat tersebut di atas (
urutan pembentukan sporangium dan letaknya pada daun) masih belum diperoleh
kepastian, yaitu :
Suku Osmundaceae, sporangium tidak bersusun
berkelompok, tidak bertangkai atauu hampir tidak bertangkai, tanpa annulus,
tetapi mempunyai sekelompok sel berdinding tebal, jika letah masak membuka
dengn suatu retak di samping sebelah bawah ujung. Sporangium tersebar,kadang-
kadang menutupi sebagian besar permukaan daun. Indusium tidak ada, tidak
terdapat sisik- sisik tetapi pada daun- daun yang muda sseringkali terdapat
rambut- rambut yang menghasilkan lender.
Warga suku ini
menunjukan adanya hubungan dengan Eusporangiatae
yang terlihat dari :
-
Cara- cara pembentukan
sporangium, ayng tidak hanya berasal dari satu sel epidermis saja,
-
Tidak ada annulus,
-
Protalium yang berumur
panjang
Di Indonesia hanya
terdapat satu wakil, ialah osmunda javanica.
Suku Schizaeaceae. Sporangium tidak
bertangkai atau hamper tidak bertangkai, terpisah- pisah, waktu masak membuka
dengan suatu celah membujur. Annulus pendek tetapi terang, letaknya melintang
dekat ujung sporangium. Bagian daun yang fertile mempunyai bentuk yang berlainan
dengan bagian yang steril. Pada paku ini terdapat rambut- rambut atau sisik –
sisik.
Dalam suku ini
antara lain termasuk marga :
-
Schizaea,
daun- daun tegak ke atas, pada ujungnya terdapat bagian fertile yang terbagi
menyirip. Di Indonesia terdapat S. digitata, S. dichitoma.
-
Lygodium,
batangnya membelit. Daun seringkali amat panjang dengan taju- tajunya daun yang
tersusun menyirip. Sporangium terdapat pada bagian bagian daun yang tersendiri
atau seringkali kali taju- tajunya saja yang bersifat fertile, misalnya
Lygordium circinnatum.
Schizaeaceae
fosil telah ditemukan dari zaman karbon akhir, sporangiumnya telah mempunyai
beberapa baris annulusnya dan paku itu telah mempunyai daun ayng besar.
Lygodium telah dikenal dari zaman tersier.
Suku Gleicheniaceae. Sorus hanya mengandung
sedikit sporangium tanpa tangkai dan membuka dengan suatu celah membujur.
Annulus melintang. Paku ini mempunyai sisik sisik. Sorus tidak tertutup oleh
indisium. Dari suku ini yang paling terkenal adalah marga :
-
Gleichenia,
daun panjang dengan bagian bagian yang
menyirip. Ujungnya sering sampai lama dalam keadaan kuncup. Beberapa
diantaranya bersifat sebagai xerofit atau kremnofi, misalnya G. linearis, G. leavigata ( paku andam,
paku resam). Sering dpakai untuk pelindung sementara pada persemaian-
persemaian. Pernah ditemuakn fosil Gleicheniaceae dari jaman trias.
Suku Matoniaceae.
Daun- daunnya menjari, panjang, kadang- kadang untuk memanjat. Sporangium
terdapat si keliling tiang sorus, dan ditutupi oleh indusium berbentuk perisai.
Annulus serong, celah jalan keluar spora pun demikan. Protaliumnya belum
dikenal. Suku ini meliputi marga matonia, antara lain matonia pectinata, dan
Phanerosorus yang anggota- anggotanya tumbuh di Kalimantan daerah dekatnya. Telah ditemukan fosil matoniaceae
dari zaman kapur.
Suku Loxsomaceae.
Susunan sorus menyerupai sorus pada warga suku hymenophyllaceae. Sporangium
membuka dengan celah membujur, antara lain pada loxssoma cunninghami yang
tumbuh di selandia baru, dan loxsomopsis di amerika selatan.
Suku Hymenophyllaceae kebanyakan berupa tumbuhan paku yang kecil dan
seringkali hanya terdiri atas satu lapis
sel saja.
Sorus pada tepi daun mempunyai
indusium. Berbentuk piala atau bibir. Sporangium tanpa tangkai dengan
cincinyang sempurna dengan letak serong attau melintang. Protalium berbentuk
pita atau benang. Paku ini amat banyak terdapat di daerah tropika, hidup
sebagai epifit dan sangat suka akan tempat-tempat yang lembab, tetapi ada pula
beberapa jenis yang menyukai habitat kering (xerofit). Suku ini terdiri atas 2
marga, yaitu:
·
Trichomanes, indusium
berbentuk buluh atau piala, tiang pendukung sporangium akhirnya muncul di atas
indusium. Dinding sporangium terdiri atas sejumlah kecil sel-sel yang tidak
sama. Daun tunggal atau majemuk, biasanya tipis lemas, kadang-kadag juga kaku.
Paku tanah atau epifit dengan rimang yang merayap atau bangkit misalnya pada
TR. Teysmanni, Tr. Javanicum, Tr. Palmatifudum.
·
Hymenophyllum
Indusium
sampai 1/3 panjangnya berkatup dua, tiang pendukung sporangium sedikit atau muncul
sampai jauh di luar undusium. Dinding sporangium terdiri atas banyak sel-sel
kecil yang semua sama besar. Daun majemuk dengan taju-taju yang tipis, sempit.
Rimpang merayap. Hymenophyllum berupa paku tanah atau epifit, contoh: H.
junghuhnii, H. austral. Beberapa jnis Hymenophyllaceae yang terdapat di luar
daerah tropika dianggap sebagai relic. Fosil belum diketahui dengan pasti,
mungkin telah hidup pada zaman Karbon akhir.
Suku Dicksoniacea
Sorus pada tepi daun dengan
indusium yang terdiri atas dua bagian. Sporangium dengan annulus yang serong.
Dalam suku ini termasuk antara lain:
·
Dicksonia,
sorus bulat atau agak tebal memanjang, dekat dengan tepid daun pada ujung suatu
urat, dengan indusium yang berkatup dua. Paku berbentuk pohon dengan daun
majemuk dengan urat-urat yang bebaas.
·
D.
blumei
·
D.
antartica di Australia
·
Cibotium,
sorus hampir bulat pada tepi tajuk-tajuk daun dengan inddusium berkatup dua.
Batang berdiri tegak , kadang-kadang sampai beberapa meter, pada ujung dengan
rambut-rambut berwarna pirang atau kuning keemasan. Daun besar, menyirip ganda
3 sampai 4 atau berbagi menyirip.
Contoh
: Cibotium barometz di Asia. Paku
tiang, pada ujung batang nya mempunyai ambut-rambut seperti kapas, yang juga
dipergunakan sebagai pembalut. Suku Thyrsopteridaceae.
Sangat menyerupai Dicksoniaceae. Daun
denga bagian – bagian khusus yang fertile. Indisium hampir bulat dengan suatu
lubang pada ujung.
-
Thyrsopteris elegans
yang terdapat di kepulauan Juan fernandes.
Suku
Cyatheaceae. Sorus mengandung banyak sporangium tidak pada tepi daun melainkan
pada permukaan bawah, bentuk bola. Indisium tidak ada, atau jika ada berbentuk
bola, piala atau mangkuk, seringkali sangat kecil. Daun tersusun sebagai
rozet batang, menyirip ganda. Yang masih
muda tegak atau serong, akhirnya mendatar dan yang telah kering bergantung.
Paku tiang, batang mempunyai bekas daun yang jelas. Bagian tengah batang terisi
teras dikelilingi oleh bagian yang berkayu. Bagian yang berkayu mempunyai
berkas-berkas pengangkut yang dilindungi oleh lapisan-lapisan sklerenkim. Dari
suku ini yang terkenal ialah marga :
-
Cyathea ( paku tiang).
Sorus agak jauh dari tepi daun , yang muda dilapisi indisium berbentuk bola.
Indisium akhirnya robek hingga bentuknya menjadi seperti piala atau cawan .
daun menyirip ganda 2 sampai 3. Contoh : C.
javanica di hutan- hutan atau di pinggir kali.
-
Alsophila, sorus agak jauh dari tepi daun. Indisium tidak ada
atau amat kecil, hampir tak terlihat. Contoh : A. glauca
Suku
Polypodiaceae. Sorus bentuknya bermacam-macam. Letak sorus pada tepi atau pada
tepi daun , dapat pula pada urat-urat , berbentuk garis , memanjang , bulat.
Sporangium kadang-kadang sampai menutupi permukaan bawah daun yang fertile.
Sporangium bertangkai dengan annulus vertical, tidak sempurna , jika masak , pecah
dengan celah melintang. Indisium ada atau tidak ada, melekat pada satu sisi
saja, kadang-kadang berbentuk ginjal atau perisai dengan tepi rata atau
bertoreh. Rimpang merayap atau berdir, mempunyai ruas-ruas yang panjang, jarang
memperlihatkan batang yang nyata. Daun bermacam- macam , tunggal atau majemuk,
dengan urat- urat yang bebas atau saling berdekatan. Akar dan daun sering kali
bersisik.
Suku ini tidak
memberikan kesan adanya keseragaman diantara anggota-anggotanya, dan mungkin
sekali berasal dari bermacam- macam bentuk. Olehsebab itu ada yang menganggap
perlu untuk membeda-bedakan menjadi beberapa suku.
WETTSTEN
membedakan Polypodiaceae dalam beberapa anak suku, diantaranya ialah:
-
Cystopteris,
sorus bulat , terletak pada gigi-gigi urat daun. Indisium bulat melengkung.
Daun menyirip ganda dua atau lebih, dengan ura-urat yang bebas. Rimpang tumbuh
tegak dengan ruas-ruas yang pendek. Contoh : C.tenuisecta, C.fragilis, Woodsia.
Anak
suku Oncleae. Daun fertil beberapa dari yang steril. Contoh : O.sensibilis di Asia Timur dan Amerika
Utara.
Anak
suku Davallieae. Sorus dengan indisium berbentuk piala atau sisik pada tepi
daun. Dalam anak suki ini termasuk :
-
Davalliam
, terdapat di daerah Palaeotropis. Sorus bulat atau memanjang , terdapat pada
sisi bawah daun, sepanjang tepi atau dekat dengan tepi daun, terpisah-pisah.
Indisium pada pangkal dan kanan kirinya berlekatan dengan permukaan daun ,
sehingga bentuknya kurang lebih seperti piala dqan terbuka pada arah ke tepi
daun. Daun menyirip ganda dua atau lebih, dengan urat-urat yang bebas. Rimpang
menyarap dengan ruas-ruas yang panjang, bersisik rapat. Sisik berwarna pirang.
Epifit atau paku tanah. Contoh : D.
trichomanoides.
-
Lindsaya,
sorus bulat , memanjang atau bangun garis, sepanjang tepi pada sisi bawah daun.
Indisium mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk sorusnya , terbuka pada bagian
yang menghadap tepi daun. Daun yang maati tak terlepas dari rimpang , menyrip
atau menyirip ganda, gundul. Anak daun asimetris. Paku tanah atau epifit.
Dijawa antara lain ditemukan L.davallioides,
L.cultrata
-
Nephrolepis,
sorus bulat atau bangun , pada sisi bawah daun,sepanjang tepi atau agak jauh
sejajar dengan tepi itu. Indisium sesuai dengan bentuk sorus. Daun yang mati
tidak terlepas dari rimpang , panjang , relative sempit, menyirip dan sampai
lama tumbuh memanjang , mempunyai hidatoda pada sisi atas daun. Rimpang berdiri
tegak dan sering ditunjang oleh akar-akar, kadang-kadang mengeluarkan
cabang-cabang , kadang-kadang dengan umbi. Contoh : N.exsaltata, N.cordifolia
Anak suku Oleandreae, seperti
Davallieae, tetapi daun tidak berbagi. Kebanyakan tumbuh di daerah tropic.
Contoh- contoh :
-
Oleanra,
sorus bulat , terdapat di kanan kiri ibu tulang dekat dengan tulang itu, berderet
membujur . indisium berbentuk ginjal atau memanjang. Rimpang setebal tangkai
daun yang tumbuh dari rimpang itu. Daun tunggal, sempit, bentuk lanset, tidak
bertoreh, urat-urat berdekatan satu sama lain, bebas. Rimpang tegak , memanjat
atau merayap. Contoh : O.musifolia
Anak
suku Aspidieae. Sorus agak bulat dengan indisium yang keluar dari tengah-tengah
sorus itu. Dari anak suku ini yang terpenting ialah marga :
-
Dryopteris
(Aspidium), sorus bulat atau jorong, pada
urat-urat sebelah bawah daun, kebanyakan di tengah-tengah uarat tadi. Sorus
yang muda mempunyai indisium, bentuk ginjal, lekuk gugus, tidak sempurna atau
sama sekali tidak ada.
Daun
tidak dapat terlepas radi rimpang, menyirip menyirip tunggal atau menyirip
ganda sampai beberapa kali. Urat-urat daun bebas atau tidak. Paku tanah dengan
rimpang merayap, bangkit atau tegak. Beberapa contoh: D.filik-max, rimpangnya mempunyai khasiat obat, D.rufencens
Anak
suku Asplenieae: sorus disamping pada taju-taju daun, memanjang, mempunyai
indusium.
Dari
anak suku ini yang terkenal ialah:
·
Asplenium,
sorus bangun garis atau sempit memanjang, terletak disamping tulang cabang,
serong atau hampir tegak pada ibu tulang. Indusium sesuai dengan sorusnya. Daun
tidak dapat lepas dari rimpang, menyirip atau menyirip ganda. Urat-urat daun
bebas atau bersambungan dengan tulang tepi. Paku tanah atau epifit. Yang paling
umum di Indinesia ialah A.nidus(paku sarang).
·
Blechnum,sorus
berbentuk garis pada sisi bawah daun, kadang-kadang sepanjang tepi seluruh sisi
bawah kecuali ibu tulang, ada lagi yang terdapat di kanak kiri ibu tulang. Ada
indusium, dan jika letak sorus di tepi daun, indusium berasal dari tepi daun
itu. Daun tidak terlepas dari rimpang, berbagi menyirip atau menyirip, jarang
tunggal dan tidak berbagi. Paku tanah. Contoh: Bl.orientale,Bl.patesonii.
Anak
suku Pterideae. Sorus sejajar dengan tepi daun atau dekat dengan tepi daun,
ditutup oleh tepi daun itu. Anak suku ini terdiri atas beberapa marga,
diantaranya:
·
Pteridium,
sorus pada tepi taju-taju daun, pada suatu urat yang menghubungkan ujung-ujung
2 urat daun, ditutup oleh tepi daun yang menggulung kebawah, indusium tidak
sempurna. Daun pada rimpang yang merayap, yang mempinyai ruas-ruas yang
panjang,sehingga daun jarang-jarang. Tangkai daun dengan banyk berkas-berkas
pengangkutan. Contoh: P.aquilinum
(paku garuda).
·
Pteris,
sorus pada urat tepi, tertutup oleh tepi daun.
Daun membagi
menyirip sampai menyirip ganda, kadang-kadang bercabang menjari atau berbentuk
kaki, tidak terlepas dari rimpang. Kebanyakan paku tanah misalnya Pteris ensiformis.
·
Adiantum,
sorus bangun ginjal,jorong atau bangun garis terletak pada tepi daun yang
terlipat kebawah dan berfungsi sebagai indusium. Mula-mula indusium menutup
sporangium, tapi kemudian terdesak ke samping. Daun majemuk dengan
bermacam-macam cara, kerap kali menyirip atau menyirip ganda sampai beberapa
kali dengan urat-urat yang bebas. Rimpang merayap, bangkit, atau tegak. Pada
tanah banyak ditanam sebagai tanaman hias.
·
Anthrophyum,
sorus berbentuk garis, pada sisi bawah daun, terletak sepanjang urat-urat yang
kadang-kadang tersusun seperti jala, pada permukaan atau agak terbenam. Tidak
ada indusium. Diantara sporangium sering terdapat parafisis dengan ujung
berbentuk kuncup atau gada. Daun tunggal, rapat, tidak terlepas dari rimpang,
agak kaku seperti belulang, berdaging, kadang-kadang berwarna biru seperti
baja. Ibu tulang tidak ada, atau hanya pada bagian bawah helaian daun,
urat-urat berbentuk jala. Rimpang pendek, merayap. Epifit atau kremnofit.
Contoh : Anthrophyum semicostatum,
anak suku Polypodieae. Sorus tampa
indusium, bulat atau memanjang. Habitus sangat beraneka ragam rupa dan tersebar
dimana-mana.
·
Polypodium,
sorus pada sisi bawah daun, berbaris atau tidak beraturan, tanpa indusium
bulat, memanjang, berbentuk garis atau tidak teratur bentuknya, kadang-kadang
terbenam pada suatu cekungan. Daun bermacam-macam betuk dan susunannya, dapat
terlepas dari rimpang atau tidak. Rimpang pun bermacam-macam bentuk dan
sifatnya. Marga ini terdiri atas banyak jenis, antara lain Polypodium vulgare, Polypodium sinuosum, Polypodium sundaicum,
Polypodium trilobum, Polypodium triquetrum, Polypodium feei.
·
Drymoglossum,
sorus pada sisi bawah daun, di kanan kiri dan sejajar dengan ibu tulang daun,
panjang bentuk garis, tanpa indusium. Daun tunggal , bertepi rata, dimorf, jika
mati lepas dari rimpang. Daun fertile jauh lebih panjang dari yang steril.
Epifit. Contoh : Drymoglossum piloselloides (paku picis). Anak suku acrosticheae,
sorus tanpa indusium, menutupi sebagian atau seluruh sisi bawah daun. Dalam
anak suku ini termasuk :
·
Elaphoglossum,
sporangium amat banyak, rapat dan menutupi seluruh sisi bawah daun fertile dan
tidak jelas adanya pembentukan sorus, tak ada indusium. Daun dapat terlepas
dari rimpang, tunggal, yang fertile amat berbeda bentuknya. Urat-urat daun
bebas atau bersambung dengan urat tepi atau pita yang jernih atau kekuninganyang
berjalan sepanjang tepi daun. Rimpang merayap. Epifit atau kremnofit contoh : Elaphoglossum angulatum.
·
Platycerium,
sporangium pada sisi bawah bagian daun yang fertile.
Daun dalam cekungan pada rimpang, dapat lepas, dapat lepas, dimorf. Yang
sebagian (daun-daun sarang) menempel dengan pangkalnya atau seluruhnya pada
rimpang atau substrat dan tersusun seperti genting, bagian bawahnya tebal
berdaging. Daun bulat , bentuk ginjal atau bulat telur terbalik. Kadang-kadang
bertoreh pada bagian yang tidak menempel substrat keluar akar-akar dan ruang
diantara daun-daun itu berguna untuk penimbunan humus. Daun-daun ini mula-mula
hijau, jika telah tertutup oleh yang baru lalu menjadi pirang. Daun-daun yang
fertile biasanya bergantungan, bercabang-cabang menggarpu, kadang-kadang dengan
rambut-rambut bintang yang lekas gugur. Ibu tilang bercabang menggarpu,
urat-urat saling berdekatan. Rimpang pendek, merayap, diatas gumpalan-gumpalan
cadas. Contoh Platycerium bifurcatum (simbar
menjangan, paku tanduk rusa), Platycerium
coronarium.
·
Acrostichum,sporangium
amat banyak karena menutupi seluruh sisi bawah daun
fertile yang letaknya diujung. Sporangium tidak jelas membentuk sorus tidak
mempunyai indusium. Daun tidak dapat lepas dari rimpang, besar, menyirip.
Urat-urat berbentuk jala. Tangkai daun dengan banyak berkas-barkas pengangkut.
Rimpang kuat, berdiri tegak. Paku rawa-rawa ditepi pantai.
3. Subkelas
Hydropterisdes (Paku Air)
Tumbuhan yang tergolong dalam Hydropterides hamper selalu berupa
tumbuhan air atau tumbuhan rawa. Meskipun dengan adanya penyesuaian diri dengan
hidup dalam air iru terjadi sifat-sifat yang menyimpang dari Filicinae lainnya, akan tetapi tidak
sukar untuk menunjukkan adanya hubungan dengan Filicinae.
Tumbuhan ini selalu heterospor. Makro dan
mikrosporangiumnya berdinding tipis, tidak mempunyai annulus dan terdpaat dalam
suatu badan pada pangkal daun. Badan yang mengandung sporangium itu dinamakan
sporokarpium, yang sering kali mempunyai
dinding yang tebal dan mula-mula selalu tertutup.
Makrosporangium menghasilkan makrospora
yang nantinya tumbuh menjadi makrosprotalium dengan arkegonium, mikrosporangium
menghasilkan mikrospora yang kemudian tumbuh menjadi mikrosprotalium dengan
anteridium. Spora diliputi oleh perisporium dengan membentuk susunan yang aneh.
Hydrospterides
meliputi dua suku yaitu :
Suku
salviniaceae.
Paku air yang mengapung dengan bebas pada
permukaan air, hanya sedikit bercabang-cabang. Daun berkarang, pada tiap-tiap
buku terdapat tiga daun. Dari ketiga daun itu yang dua terdapat disebelah atas,
berhadapan dan merupakan alat pengapung, yang tiga terdapat didalam air
terbagi-bagi merupaka badan-badan yang
bentuk maupun fungsinya menyerupai akar-akar.
Sporangium terkumpul pada pangkal daun
yang berada dalam air , masing-masing berisi satu sorus dan mempunyai dinding
yang homolog dengan indusium. Sporokarpiumyang berisi satu sorus iti hanya
mrngandung mikro atau makrisporangium saja. Mikrosporangium bulat, mempunyai
tangkai panjang, berisi 64 mikrospora. Makrosporangim lebih besar, bertangkai pendek dari 32 sel
tetrad yang dihasilakan hanya sati yang
menjadi makrospora yang sempurna.
Mikrospora terbungkus oleh suatu substansi
seperti buih yang membeku, berasal dari periplasmodium. Mikrospora yang
berkecambah merupakan suatu mikroprotalium berbentuk buluh pendek, terdiri atas
beberapa sel saja dan mempunyai dua anteridium, masing-masing mengeluarkan
empat spermatozoid. Protalium ini sangat sederhana dan perkembangannya
berlangsung didalam sporangium, yang dindingnya tidak membuka akan tetapi
disuatu tempat ditembus oleh mikroprotalium, sehingga dengan ini spermatozoid
bergerak bebas.
Makrospora mengandung butir-butir zat
putih telur, tetes-tetes minyak, dan butir-butir amilum. Pada ujungnya terdapat
inti plasma yang lebih kental. Dinding makrospora (eksosporium) berwarna
pirang, tebal, mempunyai selubung perisporium seperti buih, dan sama halnya
dengan mikrospora berasal dari plasma sel-sel tapetum. Makrospora tetap
diselubungi sporangium dan dengan sporangium itu terlepas dari tumbuhan induknya,
lalu berenang-renang pada permukaan air. Setelah berkecambah, tumbuhlah
makroprotalium pada ujungnya. Dibelakangnya terdapat satu sel besar yang
mengandung zat-zat makanan cadangan bagi protalium. Eksosporium dan dinding
sporangium pecah dengan tiga katup, dan protalium muncul kesamping sebagai
suatu badan yang dorsiventral. Meskipun protalium ini kadang-kadang mempunyai
klorofil, tetapi mengenai soal-soal makanan protalium ini tetap bergantung pada
cadangan didalam sel spora yang besar tadi. Makroprotalium mempunyai beberapa
arkegonium yang telah dibuahi itu saja yang berkembang menjadi embrio. Embrio
memasukkan haustorium kedalam dinding arkegonium yang mula-mula melebar, tetapi
akhirnya juga pecah.
Salviniaceae terdiri atas dua marga
·
Salvinia,
paku air yang mengapung, tersebar di Eropa dan Asia contoh : Salvinia natan, Salvinia cucullata, Salvinia
minima (di Amerika Selatan). Salvinia
molesta (dari Afrika sekarang tersebar dimana-mana).
·
Azolla,
umumnya terdapat didaerah tropika berupa tumbuhan kecil, lunak, bercabang-
cabang, dan seperti Salvinia
terapung- apung pada permukaan air. Daun
di sebelah atas berseling, tersusun dalam dua baris, masing- masing terbelah
dua. Bagian atas terapung, berguna untuk asimilasi dan di dalamnya terdapat
ruangan- ruangan berisi koloni Anabaena
(yang tergolong dalam Cyanophyceae). Anabaena
ini seperti Rhizobium mempunyai daya
untuk dapat mengasimilasi N2 dari udara. Hubungannnya dengan Azolla analog dengan hubungan
Leguminosae dan Rhizobium. Di Vietnam
Azolla dipergunakan untuk memupuk
tanah- tanah sawah. Pada sisi bawah terdapat banyak akar. Selain akar, juga
bagian daun yang tenggelam dalam air ikut berperan dalam penyerapan air. Selain
dari itu taju- taju daun yang tenggelam, pada cabang-cabang batang yang pendek
dapat berubah menjadi sporokarpium yang diselubungi oleh suatu bagian daun yang
terapung. Masing- masing sporokarpium mengandung satu sorus dan tiap sorus
hanya berisi mikro atau makrosporangium saja.
Pada
Azolla terdapat usaha untuk menjamin
terjadinya pembuahan. Ke 64 mikrospora yang telah keluar dari
mikrosporangiumnya, beserta periplasmodium yang membuih terbagi menjadi 5-8
gumpalan yang dapat berenang- renang yang dinamakan masula. Tiap masula
memiliki alat semacam kait yang disebut glokidium, yang juga terdiri atas
periplasmodium. Glokidium ini berguna untuk mengait pada makrospora. Makrospora
pada bagian atasnya membentuk alat renang yang terisi udara dan berjumlah 3-9.
Dengan alat tersebut makrospora dapat terapung- apung dan akhirnya seperti pada
Salvinia juga membentuk arkegonium.
Beberapa contoh: Azolla pinata sering
menutupi sawah- sawah di Asia dan Indonesia, Azolla carolliana di Amerika.
Suku
Marsilleaceae
Hidup
di paya- paya atau air yang dangkal, berakar dalam tanah, jarang berupa tumbuhan
darat sejati. Jika hidup di darat terbentuklah seperti umbi. Batangnya
menyerupai rimpang yang merayap, ke atas membentuk daun- daun ke bawah
membentuk akar- akar. Daun pada jenis- jenis tertentu bersifat polimorf. Daun
mempunyai helaian yang berbelah empat atau dua, jarang utuh. Daun yang muda
menggulung.
Sporangium pada
pangkal tangkai daun, bertangkai atau tidak, bangun ginjal atau bulat dengan
dinding yang kuat, didalamnya terkandung mikro- dan makro- (mega) sporangium.
Bentuk dan susunan sporokarpium bermacam-macam dan merupakan dasar dalam
klasifikasi Marsileaceae. Berdasarkan
sifat sporokarpiumnya maka Marsileaceae
dibedakan dalam beberapa marga, antara lain:
·
Marsilea,
batang merayap, daun bertangkai panjang dengan helaian yang biasanya berbelah
4. Sedikit diatas pangkal tangkai daun keluar sepasang atau sejumlah
sporokarpium berbentuk ginjal atau jorong. Dalam sporokarpium terdapat banyak
sorus yang mempunyai indusium dan didalamnya terdapat mikro dan
makrosporangium. Sporokarpium yang masak pecah dengan du katup. Contoh: M.crenata (semanggi).
·
Pilularia,
tiap sporokarpium mempunyai 2-4 sorus. Daun berbentuk ginja (atau tangkai saja
tanpa helaian daun) dengan satu sporokarpium pada pangkalnya. Contoh:
P.globulifera.
·
Regnellidium,
mikrosporangium dengan 64 mikrospora, makrosporangium dengan satu makrospora.
Daun berbelah 2. Contoh: R.diphyllum.
Penggolongan
Hydropterides sebagai suati anak kelas tersendiri adalah suatu hal yang
kebenarannya diragukan. Mungkin Hidropterides hanya meruoakan cabang Leptosporangiatae
yang heterospore, yang karena penyesuaian terhadap hidup di air kemudian
terpisah perkembangannya.
Dari semua marga
Filicinae, Eusporangiatae muncul paling dahulu yaitu dalam zaman Devon akhir.
Leptosporangiatae baru dalam zaman Karbon dan Hidropterides dalam Trias. Dalam
zaman purba Eusporangiatae lebih banyak terdapat daripada Leptosporangiatae,
keadaan sekarang adalah kebalikannya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Tumbuhan paku sejati juga disebut dengan tumbuhan
paku benar atau Pterophyta adalah diviso dari anggota Pteridophyta (tumbuhan paku).Tumbuhan paku ini
disebut juga Filiciinae, filiciinae berasal dari kata filix
yang berarti tumbuhan paku sejati. Tumbuhan paku ini merupakan kelompok
tumbuhan paku yang sering kita jumpai karena sering dijadikan tanaman hias yang
sangat menarik.
2.
Dalam bahasa sehari-hari, paku sejati dikenal sebagai
tumbuhan paku/pakis yang sebenarnya atau paku sejati, mempunyai daun-daun besar
(makrofil), bertangkai, mempunyai banyak tulang, pada waktu masih muda daun itu
tergulung pada ujungnya, dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium. Paku
ini banyak tumbuh di tempat-tempat yang teduh/lembap, sehingga di tempat yang
terbuka dapat mengalami kerusakan akibat penyinaran matahari.
3.
Paku sejajti mengalami
metagenesis, yaitu fase gametofit dan fase sporofit. Pada fase gametofit,
tumbuhan paku menghasilkan gamet jantan (sperma) dari antheridium dan gamet
betina (ovum) dari archegonium. Sperma membuahi ovum dan menghasilkan zygot.
Zygot kemudian tumbuh menjadi sporofit muda dan kemudian sporofit dewasa. Pada
fase sporofit dibentuklah sorus yang di dalamnya terdapat banyak spora.
Spora-spora ini kemudian tersebar dan berkecambah menjadi gametofit dewasa.
Pada gamtofit ini akan dibentuk antheridium dan archegonium sebagai penghasil
gamet. Siklus ini akan terus berulang dalam hidup paku sejati.
4.
Klasifikasi
Dibagi menjadi 3 sub kelas:
a. Eusporangiatae
·
Ordo Ophioglossales
Ophioglossum
Botrychium
Helminthostachys
·
Ordo Marattiales
Christensenia
Angiospteris
Marattia
b.
Subkelas
Leptosporangiatae
·
Simplices
·
Gradatae
·
Mixtae
c. Subkelas
Hydropterisdes (Paku Air)
Suku Salviniaceae
·
Salvinia
·
Azolla
Suku
Marsileaceae
·
Marsilea
·
Pilularia
·
Regnellidium