Demokrasi la roiba fih adalah buku kesekian yang ditulis oleh Emha Ainun Nadjib. Entah buku yang keberapa dari banyak yang sudah ditulis beliau. Buku setebal 282 halaman ini sudah tidak bisa ditemui di toko buku, namun alhamdulillah saya bisa memilikinya setelah dikirimi gramedia online. Seperti judulnya buku yang terbit tahun 2009 membahas tentang sistem demokrasi yang dianut oleh negara ini berikut turunannya seperti pemilihan presiden, golput, golongan yang berseteru akan kedudukan dll.
banyak sekali tafsiran tentang demokrasi, ada yang pro dan kontra, namun sepenangkapan saya tidak melabeli dirinya ke dalam salah satu golongan tadi, namun mengajak kita untuk melihat kembali apa itu demokrasi. Ketika banyak orang yang berkomentar atas hal tersebut, walau memang tidak dilarang karena demokrasi secara de yure sudah terinternalisasi ke dalam sistem negara dan diterapkan. Namun juga tidak begitu tepat ketika kita banyak bicara tentangnya, eh tenyata kita tidak mengenalnya sebenarnya siapa dia.
Menurut beliau demokrasi itu bak perawan, merdeka dan memerdekakan. Watak utama demokrasi adalah mempersilahkan. Tidak punya konsep menolak, menyingkirkan atau membuang. Semua warga negara berhak hidup bersama si perawan yang bernama demokrasi. Bahkan berhak memperkosanya. Namun yang melarang memperkosanya bukan perawan itu sendiri, melainkan sahabat yang bernama moral dan hukum.
Bagi beliau media adalah komponen yang penting dalam demokrasi, sebagai pendidik dan pengarah pemikiran seseorang yang membaca atau melihatnya. Beliau berusaha menyindir dan meluruskan tingkah laku media yang sudah tidak sesuai dengan koridornya, bahkan seringkali main main dalam membuat liputan yang dibuat buat padahal itu tidak mengedukasi masyarakat, malah ada juga yang melayani pesanan pihak pihak tertentu.
Terkadang tidak mudah membaca tulisan tulisan emha. kita tidak akan bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya, apa yang dikritiknya ketika kita tidak peka dan bisa membaca fenomena masyarakat (indonesia) kita. Apalagi ketika beliau menuliskan bagaimana beliau mengkritik dengan analogi, perumpamaan, gaya bahasa yang beraneka ragam, tentu saja kita akan kesulitan apa yang sebenarnya beliau ingin sampaikan dan selanjutkan apa yang harus kita pikirkan dan kita lakukan. Mencoba peka!
0 komentar:
Posting Komentar