Pendidikan di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai obyek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, dan manajemen bersifat sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan dalam pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak berjalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional.
Oleh karena itu, pemerintah mengadakan satu terobosan untuk meningkatan mutu pendidikan dengan terjadi pergeseran paradigma pendidikan dari teacher active learning menjadi student active learning. Terobosan yang telah dilakukan pemerintah ini menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran merupakan suatu keharusan. Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar bag mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks (Depdiknas, 2002: 15). Dalam makalah ini akan dibahas tentang pembelajaran kontekstual.
1.
Pengertian
Pembelajaran Kontekstual
Model
pembelajaran dengan kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual
Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata context
yang berarti “ hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual
diartikan “ yang berhubungan dengan suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat
diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran
kontekstual pertama kali diajukan pada awal abad ke-20 di USA oleh John Dewey.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks
sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui
pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat.
Pembelajaran Kontekstual melibatkan
para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran
akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Beberapa pendapat
tentang pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut :
a) Nanang
Hanafia (2009 : 67) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning yang
umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses
pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam
memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan
konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama,
sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu
konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
b) Wina Sanjaya (2008: 120) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka
c) Syaiful
Sagala (2005 : 88) menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari – hari.
d) Rusman (2009: 240) mengatakan
pendekatan Kontekstual adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran
dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara,
selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan
kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh,
sumber belajar, media, dan lain sebagainya yang memang baik secara langsung
maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup
nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan
dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari
dirasakan langsung manfaatnya
e) Elaine B. Johnson (2007: 65) memaparkan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah sistem yang
menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika
bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang
melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah
f) Menurut Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk
menolong para siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka.
g) Menurut
Akhmad Sudrajat Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi
siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar
siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih
bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan
aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan
demikian, pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, tetapi yang
terpenting adalah proses.
2.
Karakteristik Pembelajaran
Kontekstual
Karakteristik
pembelajaran kontekstual dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Johnson
(2002:24), ada delapan komponen utama dalam system pembelajaran kontekstual,
seperti dalam rincian berikut:
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful
connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar
secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat
bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar sambil
berbuat (learning by doing)
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing
significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan
berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis atau
anggota masyarakat
c. Belajar yang diatur sendiri (sell-regulated
learning). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada
hubungan dengan penentuan pilihan, dan ada produknya
d. Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat
bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative
thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi
secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan logika dan bukti
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing
the individual). Siswa memelihara pribadinya
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high
standards). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi:
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya
h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic
assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia
nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
Pendapat
lainnya yaitu Rusman (2009:248) yang memaparkan proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus
mempertimbangkan karakteristik-karakteristik : (1) kerja sama, (2) saling
menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan
bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7)
siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10)
dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan
praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Sehubungan
dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting dalam proses
pembelajaran kontekstual seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd
(2005:110), sebagai berikut:
a.
Pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting kowledge), artinya apa yang
akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari., dengan
demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b.
Pembelajaran kontekstual adalah
belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
c.
Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami
dan diyakini, miasalnya dengna cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
d.
Mempraktikkan pengetahuan dan
pengalaman tersebut (applying kowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
e.
Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan
sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi.
3.
Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Sistem CTL
adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran
akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain penggunaan pembelajaran Konstekstual bermotto :
“Belajar dengan penuh makna”. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu
proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan dan
pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi gejala
yang muncul kemudian. Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi
dan dimiliki ketika seseorang siswa berada di dalam kelas, tetapi jauh lebih
penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar
dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan
permasalahan yang nyata yang dihadapi sehari-hari. Berikut tujuan-tujuan
pembelajaran kontekstual:
a. Untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dalam konteks
kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan
yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan ke permasalahan
lainnya.
b. Agar dalam belajar itu tidah hanya sekedar menghafal
tetapi perlu dengan adannya pemahaman
c. Menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
d. Untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan
terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan
sesuatau yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.
e. Agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.
f. Untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang
mengaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari.
g. Agar siswa secara individu dapat menemukan dan
mentransfer informasi-informasi kompleks dan siswa dapat menjadikan informasi
itu miliknya sendiri.
4. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Prinsip pembelajaran Kontekstual melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran. Berikut adalah uraian mengenai ketujuh komponen utama dalam
pembelajaran Kontekstual :
a. Kontrukstivisme (constructivism)
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk CTL adalah teori
pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahun mereka lewat keterlibatan
aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai
pada pembelajaran siswa aktif. Sebagian besar waktu proses belajar
mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Menurut Nurhadi
kontruktivisme merupakan landasan berpikir dalam pendekatan belajar
Kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam hal ini,
manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu
memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme
adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu
menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar
dan mengajar. Siswa
menjadi pusat kegiatan bukan guru.
b. Menemukan (inquiri)
Menemukan
merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran Kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal
ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang selalu merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.
c.
Bertanya (questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Kontekstual.
Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya
bagi siswa yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui
dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Guru dapat menggunakan teknik
bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang
gejala-gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan, dan
belajar bertanya tentang bukti, dan penjelasan-penjelasan yang ada. Dalam
pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk; (1) Menggali
informasi baik administrasi maupun akademis; (2) Mengecek pemahaman siswa; (3)
Membangkitkan respon kepada siswa; (4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan
siswa; (6) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (7) Memfokuskan
perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (8) Untuk membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (9) Untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa.
d. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerja sama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi
antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu.
Sehingga menimbulkan komunikasi dua arah, saling memberikan informasi satu
dengan yang lain.
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan
menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.
Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar
didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu
didorong untuk menularkannya pada yang lain.
e. Pemodelan (modeling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam suatu pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih
mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran. Prinsip pembelajaran modeling
merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang
dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja
akan tetapi guru dapat memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Artinya dalam pembelajaran Kontekstual guru bukan satu-satunya model. Pemodelan
dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Misalkan siswa yang pernah menjadi
juara dalam olimpiade matematika dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya
di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dianggap sebagai model. Modeling
merupakan prinsip yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab dengan
modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang abstrak.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari,
merenungkan lagi aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Melalui proses
refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang
telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, setiap berakhir
proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung”
atau mengingat kembali apa yang telah dipelajari. ”Biarkan secara bebas siswa
menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang
pengalaman belajarnya”.
g. Penilaian Sebenarnya ( Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran Kontekstual ialah melakukan penilaian
sebenarnya. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi
yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian sebenarnya adalah penilaian
yang dilakukan berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran yang meliputi
proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan
mendapat penghargaan. Penilaian sebenarnya menilai pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa. Penilaian yang dilakukan tidak hanya dilakukan guru,
tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.
5.
Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, tentu saja terlebih
dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum
dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan oleh guru atau pengajaran ketika menyusun rencana
pembelajaran yang konyekstual adalah sebagai berikut.
a. Pendahuluan/orientasi
Pendahuluan
yang baik mengandung 3 unsur yaitu deskripsi singkat, relevansi atau manfaat
belajar dan menjelaskan tujuan belajar.
b. Konstruktivisme
Tampak dari
pemberian kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan mengkonstruksi sedikit
demi sedikit pengetahuan yang sedang dipelajari melalui keterlibatan aktif
dalam belajar.
c. Penemuan/inkuiri
Berupa
pemberian kebebasan kepada siswa untuk bereksplorasi, ada keterlibatan
intelektual dan emosial termasuk keterlibatan fisik jika diperlukan. Pengajar
sebagai fasilitator.
d. Pertanyaan-pertanyaan
Mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan siswa tampak dari cara guru atau pengajar mendorong,
membimbing, dan berupaya meningkatkan kemajuan berfikir siswa. Siswa menggali
informasi, mengkonfirmasi, dan mengarahkan terhadap perhatian pada hal-hal yang
belum diketahui.
e. Masyarakat belajar
Tampak dari
aktivitas belajar secara kelompok (kooperatif/kolaboratif), tanggung jawab
bersama dalam menyelesaikan tugas dan berbagai pengalaman.
f. Permodelan
Memberi
contoh yang dapat ditiru atau dijadikan sebagai acuan oleh siswa termasuk
petunjuk mengerjakan sesuatu. Pengajar bukan satu-satunya model.
g. Refleksi
Mengajak
siswa berfikir tentang apa yang baru saja dipelajari, menghubungkan pengetahuan
yang baru dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
h. Penilaian autentik
Lebih
mengutamakan proses daripada hasil. Dilakukan dengan berbagai cara,
dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran langsung. Yang diukur
keterampilan bukan mengingat fakta semata.
i. Waktu
Dalam satu
kali tatap muka, pengaturan penggunaan waktu yang baik adalah 5% pendahuluan,
80-90% waktu belajar, 10-15% penutup.
j. Penutup
Berupa
penyimpulan, pembuatan ringkasan, pemberian umpan balik
Beberapa
model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual adalah
sebagai berikut.
a. Model Pembelajaran Langsung
Inti dari
model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut
selangkah demi selangkah kepada siswa
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari
pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada situasi
masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk
memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi
dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan
dan peragaan hasil.
c. Model Pembelajaran Koperatif
Inti model
pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, yang
anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam
memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok,
setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan
pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan
pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement Division),
Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural.
6. Perbedaan
Pola Pembelajaran Kontekstual Dengan Pembelajaran
Konvensional
Dalam
penerapannya di lapangan, pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan
pembelajaran konvensional. Di bawah ini, dikemukakan beberapa perbedaan antara
pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional yang dimodifikasi dari
Depdiknas( 2002) dan Nurhadi & Senduk (2003).
Tabel Perbedaan Pola Pembelajaran
Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional
No
|
Pembelajaran
Kontekstual
|
Pembelajaran
Konvensional
|
1
|
Mengutamakan
pada pemahaman peserta didik.
|
Mengutamakan
daya ingat dan hafalan.
|
2
|
Pembelajaran
dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik.
|
Pembelajaran
dikembangkan oleh guru.
|
3
|
Peserta
didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
|
Peserta
didik penerima informasi secara pasif.
|
4
|
Mendorong
pembelajaran aktif dan pembelajaran berpusat pada peserta didik (students
centered).
|
Mengupayakan
peserta didik menerima materi yang disampaikan oleh pembelajar (teacher
centered).
|
5
|
Penyajian
pembelajaran berkaitan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan.
|
Penyajian
disajikan berdasarkan teoretis, abstarak, kaku dan berpegang pada buku
teks
|
6
|
Selalu
mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.
|
Memberikan
berupa informasi kepada peserta didik sampai saatnya diperlukan.
|
7
|
Materi
pelajaran selalu diintegrasikan dengan materi lain.
|
Materi
pelajaran disajikan secara terfokus berdasarkan subjek materi.
|
8
|
Peserta
didik menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, mengenal, berdiskusi,
berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja
kelompok).
|
Cara
belajar peserta didik di kelas lebih banyak mendengar ceramah pembelajar,
mengerjakan latihan yang diberikan pembelajar (bekerja secara individual) dan
belajar di rumah adalah mengerjakan tugas terstruktur dari pembelajar.
|
9
|
Pengetahuan
dibangun berdasarkan kemampuan peserta didik dan atas kemauan sendiri.
|
Pengetahuan
dibangun berdasarkan kebiasaan (behavioristik) dan terikat dengan “kata
dosen/guru”.
|
10
|
Keterampilan
dikembangkan atas dasar pemahaman.
|
Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan.
|
11
|
Pembelajaran
menciptakan peserta didik menjadi dirinya sendiri, berbuat, untuk tahu, dan
hidup dengan masyarakat lain
|
Pembelajaran
adalah menciptakan peserta didik berprestasi di sekolah dan mendapat
nilai yang tinggi di lapor.
|
12
|
Mengajak
peserta didik belajar mandiri, berpikir kritis, dan kreatif dalam
mengembangkan kemampuan diri.
|
Peserta
didik diberi pengetahuan agar dapat menjadi bekal hidupnya.
|
13
|
Pengetahuan
peserta didik akan dapat dibangun melalui interaksi sosial dan lingkungan.
|
Pengetahuan
peserta didik berkembang melalui proses interaksi peserta dengan pembelajar.
|
14
|
Peserta
didik tidak melakukan sesuatu yang buruk karena sadar hal tersebut dapat
merugikan dirinya
|
Peserta
didik tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
|
15
|
Bahasa
yang dipergunakan dalam proses pembelajaran adalah bahasa komunikatif,
peserta didik diajak mengguakan bahasa konteks nyata
|
Bahasa
yang dipergunakan dalam proses pembelajaran adalah struktural; rumus
diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (drill).
|
16
|
Mendorong
munculnya motivasi instrinsik
|
Mendorong
munculnya motivasi ekstrinsik.
|
17
|
Pembelajaran
tidak terikat pada tempat, waktu, dan sarana.
|
Pembelajaran
hanya terjadi di kelas
|
18
|
Pembelajar
(dosen/guru) menguatkan dan meneguhkan kesimpulan yang telah dibuat oleh
peserta didik.
|
Pembelajar
(dosen/guru) membuatkan kesimpulan materi pelajaran yang telah disajikan
sebelumnya.
|
19
|
Hasil
belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik (pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap).
|
Hasil
belajar diukr melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
|
Perbedaan pola pembelajaran seperti
dikemukakan di atas memberi kesan bahwa pembelajaran kontekstual tampil dengan
sejumlah keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang
dilakukan selama ini.
7. Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Adapun
beberapa keunggulan dari pembelajaran Kontekstual adalah:
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b. Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
c. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental
d. Kelas dalam
pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan
tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan
e. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian
dari guru.
f. Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang bermakna
Sedangkan
kelemahan dari pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut:
a. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual
berlangsung.
b. Jika guru
tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang
kurang kondusif
c. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru
tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran
guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya.
d. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
e. Pengetahuan yang didapat oleh setiap
siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
DAFTAR PUSTAKA
Elanie B.Jhonson,PH.D. 2007. ”Contectual Teaching and learning”. Bandung : Mizan Learning Center(MLC).Drs H. Fuad ikhsan. “Dasar dasar kependidikan”;.2005
Seminar Pembekalan PPL.”strategi pembelajaran”;STAI RR 02/02/2011
Peter Kline,www.Thelearningweb.net
Dr.Wina Sanjaya.Mpd. 2008. ”Strategi Pembelajaran”. Jakarta : Kencana,.
0 komentar:
Posting Komentar