Portal Digital Data Personal

Tulisanku
Rabu, 12 Juni 2013

Halal itu tidak mahal

Mengikuti arus yang sedang mengalir saat ini begitu sering terdengar di telinga ini, entah karena memang lingkungannya yang ku masuki itu karena memang mayoritas wilayah pemuda dewasa. Sehingga pokok bahasan ini begitu sering didiskusikan. Ada yang bercerita tentang schedulenya yang begitu padat merayap seperti jadwal kuliah untuk menghadiri undangan itu. Hal ini malah kelihatan lebih rutin daripada jadwal kajian (untuk saat ini0 dan berbagai jenis warna dan desain undangan bertebaran di ruang asrama. memang sih menurut edisi tanggalan jawa, bulan bulan ini sudah memasuki bulan rejeb ruwah, dimana masyarakat jawa itu mempercayai (kata simbah saya) merupakan bulan yang baik untuk melangsungkan event (kayak proker aja) ini yang diharapkan dan diagendakan satu kali seumur hidup (bagi kaum hawa). Kalau kaum adam sih cenderung berharap lebih dari satu, yaa hasil beberapa survey dari mulut ke mulut yang pernah saya lakukan.

Ada sebuah kejadian tadi pagi melihat seseorang yang beberapa hari yang lalu menikah, nah pagi ini terlihat berboncengan. Ya terasa lebih indah rasanya melihatnya, tapi bukan kepingin lho ya. Mungkin perasaan yang berboncengan itu pasti sangat lebih indah daripada yang hanya sekedar melihatnya, apalagi sebelumnya belum pernah melakukannya (kecuali dengan muhrimnya)

Beberapa tulisan menarik dari beberapa teman seperti ini,
bakat MERAJUT, barakallah semoga gek ndang merajut yg lainya.. bakat bungkus kado perikahan, barakallah juga semoga segera dapet kado juga... bakat update status, barakallah semoga cepat bisa merubah setatus nya... nah apa bakatmu?

Ada juga yang kayak begini,
Ya Allah lapangkanlah dadaku.. Ibarat hard disk, bandingkan, kapasitas 30 GB (komputer rumah) dimasukin foto keluarga aja udah nyesek. Coba kapasitas nya 500 GB, 1 TB, sampai dimasukin foto keluarga satu kecamatan juga masih lapang. Kita do'a, semoga tiap file kehidupan yang masuk secara sengaja maupun tidak sengaja, mampu kita tampung dengan bijak dan nggak bikin nyesek di dada

Emang ada waktunya sih, nanti kalau udah penuuuh banget, pasti Allah kasih "dada tambahan" buat diajak berbagi file dan foto keluarga. #eaa

Kumpulan harapan ini terasa begitu manis, berharap adanya seseorang yang ada disamping mereka untuk berbagi bersama, dalam berapa banyak hal. Pada dasarnya dengan adanya harapan maka akan memacu ke dalam hal kebaikan. Lebih bersemangat untuk evaluasi diri, menjadi pantas untuk bersanding dengannya.

Ada juga cerita lingkungan itu mempengaruhi secara psikis juga. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi pembentukan karakter yang baik, begitu pula sebaliknya. Ujian itu akan selalu ada, ketika kita dihadapkan kepada kondisi yang mungkin akan merusak kita. Maka tetaplah berjuang. Ibarat intan, akan tetap terus bercahaya dan terlihat kemuliaanya walau di dalam lumpur sekalipun, kalau ikut ilmu besi akan terkorosi walau hanya terkena udara lembab saja, padahal belum terkena lumpur dan airnya. Penjagaaan diri itu memang paling utama, walau peluang untuk mencapai titik terendah itu adalah. Hati merupakan suatu bagian dimana dia mudah terombang ambingkan. Oleh karena itu selayaknya berdoa
“ ya rabb yang maha membolak balikkan hati teguhkan aku pada agamamu”

dan selayaknya doa itu diimbangi dengan usaha yang nyata.

Beberapa cerita juga bahwa kaum hawa itu memang yang paling berat, karena dia mampu menyeret ke dalam ujian harta dan wanita. Kemudian sekarang ini banyak sekali fenomena kaum hawa yang merasa cantik dengan pesona apa yang dia miliki. Padahal hakikatnya cantik itu hanya terpancar apa yang terlihat indah diretina. Namun sepertinya anggun itu lebih baik, karena untuk mencapai anggun itu membutuhkan tingkatan yang tinggi, menggunakan cipta, rasa, dan karsa yang berfungsi secara baik. Hal ini juga diikuti oleh kepahaman akan tsaqofah diin yang dia miliki. Sehingga keselarasan dan natural lah  yang akan tercipta.

Untuk menjadi halal itu sebenarnya mudah (katanya) karena cukup melaksanakan step-stepnya dan mengikuti rules yang berlaku disana. Komitmen dan kesungguhlah yang mejadi dasarnya, beberapa hukum bahwa awal nya itu sunnah, namun bisa berubah jika didasari oleh modus motif tertentu.. so, mau pilih yang mana? Sunah, wajib, makruh, haram, ataupun mubah?

Mendapatkan seseorang itu tidak sesulit yang dibayangkan oleh benak kita, seperti rasullullah SAW yang mendapatkan siti khadijah. Wanita mana yang tidak terpikat oleh pemuda seperti ini? Ia tampan, kaya, cerdas, keturunan orang terhormat, dan paling mulia akhlaknya di Jazirah Arab. Menjelang tengah hari, sebuah kafilah dagang dari negeri Syam tiba di Makkah. Tak lama kemudian kafilah dagang itu memasuki pelataran sebuah rumah besar dan bagus.

Dari dalam terlihat seorang wanita berusia bergegas ke luar dan menyambut kafilah dagang yang sangat dinantikannya. Dari mimik mukanya tampak gurat-urat kegembiraan. Tak lama kemudian, terjadi percakapan antara wanita yang bernama Siti Khadijah itu dengan Nabi Muhammad bin Abdullah, pemuda yang memimpin kafilah dagang. Didengarkannya pemuda Nabi Muhammad berbicara dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanan dagangnya ke negeri Syam, serta keuntungan yang diperoleh dari perdagangan tersebut. Demikian juga, Khadijah mendengar penjelasan Muhammad tentang barang-barang dari Syam yang berhasil ia bawa beserta kafilahnya. Khadijah sangat gembira dan terlihat antusias sekali mendengarkan cerita tersebut.

Sesaat kemudian datanglah Maisarah; orang kepercayaan Khadijah yang menyertai Nabi Muhammad berdagang ke Syam. Ia pun menceritakan pengalaman-pengalaman yang ditemuinya selama perjalanan. Semua yang diceritakan Maisarah makin menambah pengetahuan Khadijah tentang Nabi Muhammad.  Sebelumnya, Khadijah pun tahu bahwa Nabi Muhammad adalah sosok pemuda yang sangat mulia akhlaknya. Dalam waktu yang singkat, rasa simpati itu berubah menjadi rasa cinta. Khadijah tertarik untuk menjadikan Nabi Muhammad bin Abdullah sebagai pendamping hidup.

Apa yang menyebabkan Siti Khadijah simpati lalu jatuh hati pada sosok pemuda Nabi Muhammad? Bukankah Khadijah adalah seorang konglomerat wanita terkaya di Makkah saat itu, sedangkan nabi Muhammad hanya seorang 'pemuda biasa'? Mengapa pula Khadijah 'berani' menjadikan Nabi Muhammad sebagai suami, bahkan ia yang berinisiatif melamarnya, padahal sebelumnya banyak pembesar Quraisy yang mengajukan lamaran, dan semuanya ditolak?

Ada beberapa faktor penyebab. Pertama, faktor kesepadanan atau kesekufuan. Adalah sesuatu yang wajar bila seseorang jatuh cinta pada orang yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya daripada perbedaan. Orang pun akan cenderung memilih pendamping hidup yang sekufu (sederajat), baik dari sisi harta, ideologi, gaya hidup, keilmuan, dan kepribadian.

Khadijah mencintai Rasulullah SAW, boleh jadi, disebabkan karena Nabi Muhammad Rasulullah SAW memiliki banyak 'kesamaan' dengan dirinya. Khadijah adalah wanita mulia,Nabi  Muhammad SAW pun seorang lelaki mulia, sehingga Khadijah pun cenderung memilih pendamping yang akhlaknya mulia. Khadijah adalah seorang konglomerat, sedangkan Rasul seorang entrepreneur dan marketer yang hebat. Rasul berasal dari keturunan orang-orang terpandang, begitupun Khadijah. Kedua karakter yang memiliki banyak kesamaan ini jelas lebih mudah bersatu. Di luar ketentuan Allah SWT, Khadijah tertarik pada Rasulullah SAW karena beliau adalah seorang profesional. Sampai usia 25 tahun, Rasul telah melewati tahap-tahap kehidupan sebagai seorang profesional di bidangnya (pedagang).

Begitu pula dengan ali yang mendapatkan belahan jiwanya, Fatimah. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ””Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!””Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?””Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”’

Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?””Entahlah..””Apa maksudmu?””Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!””Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu.”

Kemudian Nabi saw bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

 Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:“ Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”

 (Kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, Bab 4).



Referensi :

http://www.kisah.web.id/tokoh-islam/kisah-cinta-ali-dengan-fatimah-azzahra.html

https://www.facebook.com/catatanmuslimahsholehah

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Halal itu tidak mahal Rating: 5 Reviewed By: Wawan Listyawan