Allah swt berfirman:
Sakratul maut pasti datang. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaaf/50: 19)
Sertiap manusia pasti melewati pintu Sakratul maut sebelum ia memasuki alam Barzakh. Sakratul adalah jalan terjal pertama yang harus dilalui oleh setiap manusia. Pada jalan terjal ini, kebanyakan manusia akan menghadapi banyak siksaan dan penderitaan. Antara lain:
Pertama: Rasa sakit yang maha dahsyat, yang tak ada tandingannya di dunia, saat lisan terkunci, tak mampu mengungkapkan apa yang dialaminya dan dideritanya, saat semua daya dan kekuatan keluar dari jasadnya.
Kedua: Penderitaan karena tangisan keluarga, perpisahan dengan mereka, dan rasa duka yang sangat dalam karena akan berpisah selamanya dengan anak-anaknya.
Ketiga: kesedihan yang sangat dalam karena akan berpisah dengan harta, rumah, dan segala yang dimilikinya. Padahal dalam memperolehnya ia harus menghabiskan umurnya. Bahkan ia harus melakukan banyak kezaliman dan perampasan hak orang lain, selain itu hak-hak syariat dalam hartanya belum sempat ia keluarkan. Dalam keadaan yang seperti itu ia harus mengakhiri hidupnya, sementara jalan untuk melakukan perbaikan sudah tertutup. Kondisi seperti inilah yang diungkapkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa):
“Ia mengenang hartanya dan saat mengumpulkannya, bersembunyi dalam mendapatkan dan mengambilnya dari tempat yang terang. Ketidakjelasan status hartanya mengharuskan kelelahan dalam mengumpulkannya. Ia mengamati perpisahan dengan hartanya yang akan ditinggalkan pada keturunannya yang akan menikmatinya, hartanya menjadi kesenangan bagi orang lain dan beban atas dirinya.”(Biharul Anwar 6: 163)
Allah swt berfirman:
Sakratul maut pasti datang. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaaf/50: 19)
Sertiap manusia pasti melewati pintu Sakratul maut sebelum ia memasuki alam Barzakh. Sakratul adalah jalan terjal pertama yang harus dilalui oleh setiap manusia. Pada jalan terjal ini, kebanyakan manusia akan menghadapi banyak siksaan dan penderitaan. Antara lain:
Pertama: Rasa sakit yang maha dahsyat, yang tak ada tandingannya di dunia, saat lisan terkunci, tak mampu mengungkapkan apa yang dialaminya dan dideritanya, saat semua daya dan kekuatan keluar dari jasadnya.
Kedua: Penderitaan karena tangisan keluarga, perpisahan dengan mereka, dan rasa duka yang sangat dalam karena akan berpisah selamanya dengan anak-anaknya.
Ketiga: kesedihan yang sangat dalam karena akan berpisah dengan harta, rumah, dan segala yang dimilikinya. Padahal dalam memperolehnya ia harus menghabiskan umurnya. Bahkan ia harus melakukan banyak kezaliman dan perampasan hak orang lain, selain itu hak-hak syariat dalam hartanya belum sempat ia keluarkan. Dalam keadaan yang seperti itu ia harus mengakhiri hidupnya, sementara jalan untuk melakukan perbaikan sudah tertutup. Kondisi seperti inilah yang diungkapkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa):
“Ia mengenang hartanya dan saat mengumpulkannya, bersembunyi dalam mendapatkan dan mengambilnya dari tempat yang terang. Ketidakjelasan status hartanya mengharuskan kelelahan dalam mengumpulkannya. Ia mengamati perpisahan dengan hartanya yang akan ditinggalkan pada keturunannya yang akan menikmatinya, hartanya menjadi kesenangan bagi orang lain dan beban atas dirinya.”(Biharul Anwar 6: 163)
Keempat: Penderitaan karena ia menyaksikan dengan jelas hal-hal yang menakutkan di alam lain, bukan di alam dunia. Saat itulah, saat sakratul maut tiba padangan matanya sangat tajam sehingga ia mampu melihat segala sesuatu yang belum pernah ia disaksikan sebelumnya. Allah swt berfirman:
“Kami singkapkan darimu tirai yang menutupi matamu, sehingga penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.” (Qaaf/50: 22).
Saat itulah ia melihat Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), menyaksikan malaikat datang ke sisinya, malaikat pembawa rahmat dan malaikat pembawa azab. Mereka datang
untuk menyaksikan hukum yang akan ditetapkan padanya dan ketentuan yang harus ia terima.
Kelima: Iblis dan sahabat-sahabatnya berkumpul di dekatnya untuk menjerumuskannya ke dalam keraguan. Mereka berusaha keras untuk mencabut keimanannya agar ia keluar dari dunia tanpa keimanan.
Keenam: ketakutan yang luar biasa akan kehadiran malaikat maut; dalam wujud apa dan bagaimana malaikat itu datang padanya, dan bagaimana cara ia mencabut ruhnya.
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
“Saat sakratul maut tiba berhimpunlah padanya segala hal yang menyakitkan, sehingga tak dapat disifati dengan apa yang akan terjadi padanya.” (Biharul Anwar 73: 109)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) mengadukan rasa sakit matanya kepada Rasulullah saw. Ketika ia berteriak, Rasulullah saw menengoknya. Kemudian Rasulullah saw bertanya: mengapa mengaduh, karena rasa sakit? Imam Ali (sa) berkata: “Ya Rasulallah, tidak pernah aku merasakan sakit yang lebih darinya. Rasulullah saw bersabda: Wahai Ali, ketika malaikat maut datang untuk mencabut ruh orang kafir, ia datang dengan membawa alat pemanggang dari neraka, kemudian mencabut ruhnya, ia menjerit kesakitan seperti siksaan neraka jahannam. Kemudian Imam Ali (sa) duduk dan berkata: Ya Rasulallah, merenungi sabdamu melupakan aku pada rasa sakitku. Lalu Imam Ali (sa) berkata: Apakah hal itu akan menimpa juga kepada sebagian ummatmu? Rasulullah saw menjawab: Ya, hakim yang tidak adil, orang yang makan harta anak yatim dengan zalim, dan saksi yang berdusta.” (Biharul Anwar 6: 170)
Amalan untuk memperoleh kemudahan sakratul maut
Pertama: Silaturrahim
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata:
“Barangsiapa yang ingin dimudahkan sakratul mautnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim kepada keluarganya, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Jika ia melakukan hal itu, Allah akan memudahkan sakratul mautnya, dan dalam hidupnya ia tidak ditimpa kefakiran selamanya.” (Amali Ash-Shaduq: 318)
Kedua: Berbakti kepada orang tua
Dalam suatu riwayat dikatakan: Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau mengajarkan kepadanya kalimat Lailaha illallah. Tetapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang ada di dekat kepalanya: Apakah pemuda ini punya ibu?
Ia menjawab: Ya, saya ibunya.
Rasulullah saw bertanya: Apakah kamu murka kepadanya?
Ibunya menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 haji (6 tahun).
Rasulullah saw bersabda: Ridhai ia!
Ibunya menjawab: Saya ridha kepadanya karena ridhamu kepadanya.
Kemudian Rasulullah saw mengajarkan kembali kepadanya kalimat: Lailaha illallah.
Pemuda itu sekarang dapat mengucapkan kalimat Lailaha illallah.
Rasulullah bertanya kepadanya: Apa yang kamu lihat tadi?
Pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya jahat, pakaiannya kotor, baunya busuk; ia mendekat kepadaku, dan marah padaku.
Rasulullah saw menyuruhnya mengucapkan:
Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Lalu ia mengucapkannya.
Rasulullah saw bertanya lagi: Lihatlah sekarang apa yang kamu lihat?
Pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang wajahnya putih dan indah, harum baunya, bagus pakaiannya; ia mendekat padaku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu menjauh dariku.
Rasulullah saw bersabda: Perhatikan lagi, ia pun memperhatikan. Kemudian beliau bertanya: Apa yang kamu lihat sekarang.
Pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, yang aku melihat hanya orang yang wajahnya putih, dan cahaya meliputi keadaan ini. (Al-Mustadrak 2:129)
Wahai saudara-saudaraku, renungi baik-baik kejadian ini, dan perhatikan betapa banyak akibat buruk durhaka kepada orang tua. Bukankah pemuda itu adalah salah seorang dari sahabat Nabi saw, beliau menjenguknya, duduk di dekat kepalanya, dan beliau sendiri yang mengajarkan kalimat tauhid kepadanya. Tapi ia tidak mampu mengucapkannya kecuali setelah ibunya memaafkan dan meridhainya.
Ketiga: Memberi pakaian kepada orang mukmin
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata:
“Barangsiapa yang memberi pakaian kepada saudaranya di musim dingin atau di musim panas, maka Allah berhak memberinya pakaian dari surga, memudahkan sakratul mautnya, dan meluaskan kuburnya.” (Biharul Anwar 74: 380.)
Keempat: Memberi makanan kepada orang mukmin
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang memberi makan pada saudaranya sepotong kue manis, Allah akan menghilangkan darinya pahitnya kematian.” (Biharul Anwar 66: 288)
Di antara amalan praktis dalam bentuk bacaan yang bermanfaat untuk kemudahan dan kebahagiaan saat sakratul maut adalah membaca surat Yasin, Ash-Shaffat 8), dan doa Farj (doa kebahagian) di dekat orang yang sedang sakratul maut. (Al-Kafi 3: 124)
Kelima: Puasa di bulan Rajab
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di akhir bulan Rajab, ia akan mendapat keamanan dari penderitaan sakratul maut, dan keamanan dari segala yang menakutkan dan dari siksa kubur.” (Fadhail al-asyhur al-tsalatsah: 18)
Ketahuilah bahwa berpuasa 24 hari di bulan Rajab memiliki pahala yang sangat besar:
“Barangsiapa yang berpuasa dua puluh empat hari di bulan Rajab, maka saat sakratul maut malaikat maut akan datang kepadanya dengan wajah seorang pemuda yang memakai selendang sutera berwarna hijau, menaiki kuda dari surga; tangannya membawa sutera hijau dan misik yang baunya sangat harum, tangan membawa gelas yang besar berisi minuman dari surga, kemudian ia meminumkan kepadanya saat ruhnya akan keluar darinya, sehingga ia mudah dalam sakratul mautnya. Kemudian ruhnya di letakkan pada kain sutera itu sehingga keluarlah bau harum dan tercium oleh penghuni tujuh langit; ketika sampai di kuburnya ia dalam keadaan puas tidak dahaga sampai ia kembali ke telaga Nabi saw.” (Amali Ash-Shaduq: 432)
Keenam: Melakukan shalat sunnah di bulan Rajab
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang melakukan shalat sunnah empat rakaat pada malam ketujuh bulan Rajab, setelah Fatihah membaca surat Al-Ikhlash (3 kali), Al-Falaq dan An-Nas, kemudian setelah salam membaca shalawat (10 kali), dan Subhanallah walhamdulillah wa lailaha illallah wallahu akbar (10 kali), maka Allah akan menaunginya dengan naungan arasy-Nya, memberinya pahala seperti pahala orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, para malaikat memohonkan ampunan baginya sampai ia selesai melakukan shalat itu, Allah memudahkan baginya pencabutan ruhnya, menyelamatkannya dari siksa kubur, ia tidak akan meninggalkan dunia kecuali ia melihat tempatnya di surga, dan Allah memberi keamanan baginya dari pada hari kiamat.” (Iqbalul a`mal: 651-652)
Ketujuh: Membaca surat Al-Zalzalah
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Janganlah kamu bosan membaca surat Al-Zalzalah, karena orang yang membacanya dalam shalat-shalat sunnah nafilahnya Allah tidak akan menimpakan goncangan kepadanya selamanya, dan ia tidak akan meninggal dalam keadaan ketakutan, tidak disambar petir, dan tidak akan ditimpa penyakit-penyakit dunia hingga ia meninggali. Dan ketika menjelang kematiannya malaikat yang mulia akan datang kepadanya dari sisi Tuhannya dan duduk di dekat kepalanya, seraya Tuhannya berfirman: Wahai malaikat maut, lembutkan sikapmu terhadap kekasih Allah, karena ia banyak berzikir kepada-Ku.” (Biharul Anwar 82: 64)
Doa Untuk Memperoleh kemudahan Sakratul maut
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang membaca doa berikut (10 kali) setiap hari, Allah swt akan mengampuni baginya empat puluh ribu dosa besar, menjaganya dari keburukan kematian, siksa kubur, hari kiamat dan hari hisab, dan segala hal yang menakutkan; yakni Allah memudahkan seratus hal yang menakutkan saat kematian, Allah menjaganya dari kejahatan iblis dan pasukannya, menunaikan hutangnya, menghilangkan dukanya, dan membahagiakan deritanya. Yaitu:
Aku persiapkan untuk
Setiap yang menakutkan Laiha illallah,
Setiap duka dan derita masya Allah,
Setiap nikmat Alhamdulillah,
Setiap kebahagiaan Asy-Syukru lillah,
Setiap yang menakjubkan Subhanallah,
Setiap dosa Astaghfirullah,
Setiap musibah Innalillahi wa inna ilayhi raji’un,
Setiap kesulitan Hasbiyallah,
Setiap ketetapan dan takdir Tawakkaltu ‘alallah,
Setiap musuh A’shamtu billah,
Setiap ketaatan dan kemaksiatan La hawala wala quwwata illa billahil aliyyil ‘azhim.
(Biharul Anwar 87: 5)
Juga perlu diketahui bahwa doa berikut ini memiliki keutamaan yang besar jika dibaca 70 kali. Di antara keutamaannya adalah memberikan kebahagiaan saat sakratul maut:
Wahai Yang Maha Mendengar dari semua yang mendengar, wahai Yang Maha Melihat dari semua yang melihat, wahai Yang Maha Cepat perhitungan-Nya dari semua yang menghitung, wahai Yang Maha Menghakimi dari semua yang menghakimi. 14)
Tulisan ini disarikan dari kitab “Manazilul Akhirah” karya Syeikh Abbas Al-Qumi penulis kitab Mafatihul Jinan, kunci-kunci surga.
Tek arab dan bacaan tek latin doa2 tersebut dapat dikopi dari milis “Keluarga bahagia” atau milis “shalat doa” berikut ini.
Wassalam
Syamsuri Rifai