Portal Digital Data Personal

Tulisanku
Jumat, 15 Juni 2012

Teori Belajar Konstruktivisme


Salah satu hal pertama seorang guru harus dilakukan ketika mempertimbangkan bagaimana mengajar siswa adalah untuk mengakui bahwa setiap siswa tidak belajar dengan cara yang sama. Ini berarti bahwa jika guru hanya memilih satu gaya mengajar (instruksi langsung, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran penyelidikan, dll), para siswa tidak akan memaksimalkan potensi belajar mereka. Sudah jelas bahwa guru tidak dapat mencapai setiap siswa pada tingkat yang sama selama satu pelajaran, tapi menerapkan berbagai gaya belajar selama pembelajaran memungkinkan semua siswa akan memiliki kesempatan untuk belajar setidaknya ada salah satu cara yang cocok dengan gaya belajar mereka. Dalam jenis lingkungan belajar, siswa memiliki kesempatan terbatas untuk mengajukan pertanyaan atau mungkin tidak nyaman mengajukan pertanyaan di depan kelas. Lalu bagaimana siswa belajar dengan cara terbaik?
Banyak pendidik percaya bahwa cara terbaik untuk belajar adalah dengan membiarkan siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, bukan malah hanya menginstruksikan pengetahuan untuk mereka. Kepercayaan ini dijelaskan oleh Teori Belajar Konstruktivisme. Teori ini menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif menciptakan makna dari pengalaman yang berbeda. Dengan kata lain, siswa akan belajar cara terbaik dengan dengan mencoba memahami sesuatu pada mereka sendiri dengan guru sebagai panduan untuk membantu mereka di sepanjang jalan. Karena pada dasarnya segala bentuk informasi tidak selalu bisa ditransfer secara langsung dari guru ke siswa. Selain itu  akan diperoleh pemahaman lebih baik jika suatu hasil diperoleh melalui serangkaian proses yang berkesinambungan dan bersumber dari pengetahuan setiap individu itu sendiri.
Pengetahuan sebelumnya orang berasal dari pengalaman masa lalu, budaya, dan lingkungan sosial mereka. Umumnya pengetahuan sebelumnya adalah baik, tapi kadang-kadang kesalahpahaman dan informasi yang salah dapat menjadi penghalang. Kadang-kadang waktu harus dihabiskan memperbaiki pengetahuan sebelumnya sebelum belajar baru dapat terjadi
2.1 Teori Belajar Konstruktivisme
Perspektif konstruktivisme berakar dari filsafat tertentu tentang manusia dan pengetahuan. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi ”tahu” dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivistik. Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple perspectives) bukan hanya pada penafsiran tunggal. Hal ini berarti bahwa ”pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individu melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain”. Dengan demikian peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting.
Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya sendiri terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut.
Teori ini menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif menciptakan makna dari pengalaman yang berbeda .Dengan kata lain, siswa akan belajar terbaik dengan dengan mencoba memahami sesuatu pada mereka sendiri dengan guru sebagai panduan untuk membantu mereka di sepanjang jalan.
Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme. Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
Konstruktivisme mengubah siswa dari penerima pasif informasi untuk peserta aktif dalam proses pembelajaran. Selalu dibimbing oleh guru, siswa membangun pengetahuan mereka secara aktif daripada hanya mekanis menelan dan menyerap pengetahuan dari guru atau buku teks.
Belajar, menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Semua itu (asimilasi dan akomodasi) terbentuk berkat pengalaman siswa. Contoh lain yaitu seorang anak yang merasa sakit karena terpercik api. Berdasarkan pengalamannya terbentuk skema kognitif pada diri anak tentang ”api”, bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu harus dihindari. Dengan demikian ketika ia melihat api, secara refleks ia akan menghindar. Semakin dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak melihat ibunya memasak dengan menggunakan api, atau ketika ayahnya merokok; maka skema kognitif tersebut akan disempurnakan, bahaw api tidak harus dihindari akan tetapi dimanfaatkan. Ketika anak melihat banyak pabrik atau industri memerlukan api, kendaraan memerlukan api, maka skema kognitif anak semakin berkembang/sempurna menjadi api sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia.
Piaget juga menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Berbagai faktor internal tersebut mengindikasikan kehidupan psikologis seseorang, serta bagaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif, dan emosinya.
           
2.2 Pembentukan Pengetahuan Menurut Model Konstruktivistik
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia.
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek. Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.

2.3 Hakikat pembelajaran Konstruktivistik
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
(1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan,
(2) mengutamakan proses,
(3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social,
(4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

2.4 Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme dan menurut J.Piaget dalam pembelajaran konstruktivistik adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
1.      Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema pemikiran yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
2.      Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya

            Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini disebut sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Ada  tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu
 (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
(3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Para Konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar  individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan untuk beradaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti  teori ini adalah menekankan interaksi antara aspek  internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori ini, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Pengetahuan dan pemahaman dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi dalam hal ini peserta didik tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.

2.5 Sistem Pembelajaran Konstruktivis
Pembangunan Konsep
Siswa bukan papan tulis kosong yang di atasnya terukir pengetahuan. Mereka datang ke situasi pembelajaran dengan pengetahuan, ide, dan pemahaman yang sudah dimiliki. Pengetahuan sebelumnya adalah bahan baku untuk pengetahuan baru mereka akan menciptakan. Di dalam kelas konstruktiv ini, guru berperan dalam menghubungkan konsep-konsep yang telah ada pada struktur kognitif siswa.
Aktif
Mahasiswa adalah orang yang menciptakan pemahaman baru baginya / dirinya sendiri. Pelatih guru, moderat, menyarankan, namun memungkinkan ruang siswa untuk bereksperimen, bertanya, mencoba hal-hal yang tidak bekerja. Kegiatan belajar memerlukan partisipasi penuh siswa (seperti tangan-pada percobaan).. Sebuah bagian penting dari proses belajar adalah siswa merenungkan, dan berbicara tentang, kegiatan mereka.. Siswa juga membantu menetapkan tujuan mereka sendiri dan cara penilaian.
Contoh: seorang guru bahasa menyisihkan waktu setiap minggu untuk sebuah latihan menulis. Penekanannya adalah pada konten dan mendapatkan ide-ide turun daripada menghafal aturan tata bahasa, meskipun salah satu keprihatinan guru adalah kemampuan siswa untuk mengekspresikan diri dengan baik melalui bahasa tertulis. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memeriksa draft selesai dan sebelumnya berbagai penulis.. Ia memungkinkan siswa untuk memilih dan membuat proyek dalam persyaratan umum membangun portofolio Siswa melayani sebagai editor rekan yang menghargai orisinalitas dan keunikan bukan cara terbaik untuk memenuhi tugas.
Refleksi
Siswa melakukan kontrol proses pembelajaran mereka sendiri, dan mereka memimpin jalan dengan merefleksikan pengalaman mereka.. Proses ini membuat mereka ahli dari pembelajaran mereka sendiri. Guru membantu menciptakan situasi di mana siswa merasa aman mempertanyakan dan merenungkan proses mereka sendiri, baik secara pribadi atau dalam diskusi kelompok. Guru juga harus membuat kegiatan yang mengarah siswa untuk merefleksikan pengetahuan sebelumnya nya dan pengalaman. Berbicara tentang apa yang telah dipelajari dan bagaimana ia pelajari adalah sangat penting.

          Kolaborasi
Ruang kelas konstruktivis sangat bergantung pada kolaborasi antara siswa. Ada banyak alasan mengapa kolaborasi memberikan kontribusi untuk belajar. Alasan utama digunakan begitu banyak konstruktivisme adalah bahwa siswa belajar tentang belajar tidak hanya dari diri mereka sendiri, tetapi juga dari rekan-rekan mereka. Ketika siswa meninjau dan merefleksikan proses belajar mereka bersama-sama, mereka dapat mengambil strategi dan metode dari satu sama lain.
Inquiry-based
Kegiatan utama dalam kelas konstruktivis adalah memecahkan masalah. Siswa menggunakan metode penyelidikan untuk mengajukan pertanyaan, menyelidiki topik, dan menggunakan berbagai sumber daya untuk menemukan solusi dan jawaban. Sebagai siswa mengeksplorasi topik, mereka menarik kesimpulan, dan, seperti eksplorasi terus berlanjut, mereka kembali kesimpulan tersebut. Eksplorasi pertanyaan mengarah ke pertanyaan lain, guru mendorong abstrak serta praktis untuk perkembangan kreasi pengetahuan baru.
Evolving
Siswa memiliki ide yang mereka kemudian dapat melihat yang tidak valid, salah, atau tidak cukup untuk menjelaskan pengalaman baru.. Ide-ide adalah langkah-langkah sementara dalam integrasi pengetahuan.. Misalnya, seorang anak mungkin percaya bahwa semua pohon kehilangan daun-daunnya di musim gugur, sampai ia mengunjungi sebuah hutan cemara.. Mengajar konstruktivis memperhitungkan konsepsi siswa saat ini dan membangun konsep-konsep yang lain dari sana.

Peran Guru Konstruktivis (secara khusus)
Guru konstruktivis mengajukan pertanyaan dan masalah, kemudian membimbing siswa untuk membantu mereka menemukan jawaban mereka sendiri. Mereka menggunakan banyak teknik dalam proses pengajaran. Misalnya, mereka dapat:
  • meminta siswa untuk merumuskan pertanyaan mereka sendiri (penyelidikan)
  • (multiple intelligences) memungkinkan beberapa interpretasi dan ekspresi belajar (kecerdasan ganda)
  •  (collaborative learning) mendorong kerja kelompok dan penggunaan rekan-rekan sebagai sumber daya (belajar kolaboratif)

Apa yang terjadi ketika seorang siswa mendapat informasi baru?
Model konstruktivis mengatakan bahwa siswa membandingkan informasi untuk pengetahuan dan pemahaman dia / dia sudah memiliki, dan salah satu dari tiga hal dapat terjadi:
  • Informasi baru sesuai dengan pengetahuan sebelumnya cukup baik (konsonan itu dengan pengetahuan sebelumnya), sehingga siswa menambahkannya pemahamannya.. Mungkin mengambil beberapa pekerjaan, tapi itu hanya masalah menemukan cocok, seperti sepotong puzzle.
  • Informasi tidak cocok pengetahuan sebelumnya (itu disonan).. Mahasiswa harus mengubah pemahaman sebelumnya untuk menemukan cocok untuk informasi.. Hal ini dapat menjadi pkerjaan lebih keras.
  • Informasi tidak cocok pengetahuan sebelumnya, dan ini diabaikan. Ditolak bit informasi hanya mungkin tidak diserap oleh siswa. Atau mereka mungkin mengapung di sekitar, menunggu hari ketika pemahaman siswa telah mengembangkan dan izin cocok.

2.6 Perbedaan teori Konstruktivistik dengan teori belajar yang lain
Bagaimana teori ini berbeda dari ide-ide tradisional tentang mengajar dan belajar?
Di kelas konstruktivis, fokus cenderung bergeser dari guru ke siswa. Ruang kelas tidak lagi menjadi tempat di mana guru menuangkan pengetahuan ke siswa secara pasif, siswa seakan menunggu seperti bejana kosong untuk diisi. Dalam model konstruktivis, para siswa didorong untuk secara aktif terlibat dalam proses belajar mereka sendiri. Guru berfungsi lebih sebagai fasilitator yang pelatih, menengahi, mendorong, dan membantu siswa mengembangkan dan menilai pemahaman mereka, dan menjadikan pembelajaran mereka. Sehingga salah satu pekerjaan guru terbesar menjadi mengajukan pertanyaan-pertanyaan.  Dan di kelas konstruktivis, baik guru dan siswa berpikir pengetahuan tidak terbatas penghafalan, tetapi sebagai suatu pandangan, dinamis selalu berubah dan kemampuan untuk berhasil mengeksplorasi pandangan itu. Dalam teori konstruktivis ini baik guru dan siswa memiliki kebebasan dalam mengembangkan pemahaman mereka dan tidak hanya bersifat statis dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau teori-teori yang sudah ada.

Perbedaan antara kelas tradisional dan kelas konstruktivistik, yaitu :
Kurikulum dimulai dengan bagian-bagian dari keseluruhan.. Menekankan keterampilan dasar.
Kurikulum menekankan konsep besar, dimulai dengan keseluruhan dan memperluas untuk menyertakan bagian-bagian.
Kepatuhan yang ketat untuk kurikulum tetap sangat dihargai.
Mengejar pertanyaan dan minat siswa dihargai.
Bahan terutama buku pelajaran dan buku kerja.
Bahan termasuk sumber utama bahan dan bahan manipulatif.
Pembelajaran ini berdasarkan pada pengulangan.
Belajar adalah interaktif, membangun apa yang siswa sudah tahu.
Guru menyebarkan informasi kepada siswa, siswa hanya sebagai penerima pengetahuan.
Guru berdialog dengan siswa, membantu siswa membangun pengetahuan mereka sendiri.
Peran Guru adalah direktif, berakar pada otoritas.
Peran Guru adalah interaktif, yang berakar dalam negosiasi.
Penilaian adalah melalui pengujian, jawaban yang benar.
Penilaian mencakup karya siswa, pengamatan, dan sudut pandang, serta tes. Proses sama pentingnya dengan produk.
Pengetahuan dipandang sebagai lembam.
Pengetahuan dipandang sebagai dinamis, terus berubah dengan pengalaman kami.
Siswa bekerja terutama sendirian.
Siswa bekerja terutama dalam kelompok.

2.7 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme
Implikasi teori perkembangan konstruktivisme menurut Piaget dalam pembelajaran yaitu :
·         Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka.
·         Anak-anak akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
·         Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing.
·         Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
·         Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-teman
·         Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
·         Cobalah untuk menggunakan data mentah dan sumber-sumber primer, selain bahan manipulatif, interaktif, dan fisik.
·         Ketika menentukan tugas-tugas kepada siswa, menggunakan istilah kognitif seperti "mengklasifikasi", "menganalisa," "memprediksi," dan "menciptakan." Membangun off dan menggunakan tanggapan siswa ketika membuat "on-the-spot" keputusan tentang perilaku guru, strategi pengajaran, kegiatan, dan konten yang akan diajarkan.
·         Mencari pemahaman siswa dan pengalaman sebelumnya tentang konsep sebelum mengajarkannya kepada mereka.
·         Mendorong komunikasi antara guru dan siswa dan juga antara para siswa.
·         Mendorong siswa berpikir kritis dan penyelidikan dengan meminta mereka bijaksana, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan satu sama lain.
·         Ajukan pertanyaan tindak lanjut dan mencari penjelasan setelah respon awal siswa.
·         Menempatkan siswa dalam situasi yang mungkin menantang konsep-konsep sebelumnya dan yang akan menciptakan kontradiksi-kontradiksi yang akan mendorong diskusi.
·         Pastikan untuk menunggu cukup lama setelah mengajukan pertanyaan sehingga siswa memiliki waktu untuk berpikir tentang jawaban mereka dan dapat merespon merenung.
·         Sediakan waktu yang cukup bagi siswa untuk membangun makna mereka sendiri ketika belajar sesuatu yang baru.

2.8  Implementasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran Biologi
Konstruktivisme pada dasarnya teori - berdasarkan pengamatan dan kajian ilmiah - tentang bagaimana orang belajar. Dikatakan bahwa orang membangun pemahaman mereka sendiri dan pengetahuan tentang dunia, melalui mengalami hal-hal dan merenungkan pengalaman-pengalaman.. Ketika kita menemukan sesuatu yang baru, kita harus berdamai dengan ide-ide dan pengalaman kita sebelumnya, mungkin mengubah apa yang kita percaya, atau mungkin membuang informasi baru yang tidak relevan. Dalam kasus apapun, setiap individu adalah pencipta aktif dari pengetahuannya sendiri.. Untuk melakukan ini, kita harus mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi, dan menilai apa yang kita ketahui.
Di dalam kelas, pandangan konstruktivis pembelajaran dapat menunjuk ke arah beberapa praktek pengajaran yang berbeda.. Dalam arti paling umum, biasanya itu berarti mendorong siswa untuk menggunakan teknik aktif (eksperimen, dan latihan memecahkan masalah) untuk membuat lebih banyak pengetahuan dan kemudian merenungkan dan berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana pemahaman mereka berubah. Guru dalam hal ini menyajikan materi pelajaran yang harus dapat menghubungkan konsep-konsep relevan yang sudah ada pada struktur kognitif siswa sebelumnya.
            Guru konstruktivis harus dapat memberikan motivasi dan mendorong siswa untuk terus menggali pemahaman mereka. Dengan mempertanyakan diri mereka sendiri dan strategi mereka, siswa di kelas konstruktivis idealnya menjadi "pembelajar ahli." Ini memberi mereka alat-alat yang selalu memperluas untuk terus belajar.. Dengan lingkungan kelas yang terencana, para siswa belajar cara belajar. Ketika mereka terus-menerus merefleksikan pengalaman mereka, siswa menemukan ide-ide mereka mendapatkan dalam kompleksitas dan kekuasaan, dan mereka mengembangkan kemampuan yang semakin kuat untuk mengintegrasikan informasi baru. Salah satu peran utama guru untuk pada hal ini adalah menjadi mediator dan proses evaluasi dari apa yang siswa dapatkan (informasi).
            Dalam mengimplementasikan teori belajar ini, digunakan strategi pendekatan diskusi dan praktik, sehingga memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungannya baik peralatan yang ada ataupun dengan teman sebaya untuk menemukan pengetahuan baru. Dalam hal ini peran guru hanya mendorong agar mereka saling memberi pengalaman ataupun pengetahuan sehingga proses pembelajaran menjadi menarik bagi mereka. Waktu untuk mempresentasikan di akhir pelajaran merupakan usaha untuk melibatkan siswa di hadapan siswa yang lain sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa lainnya untuk berusaha melakukan hal yang sama di lain kesempatan.
Teori ini cocok digunakan dalam pembelajaran biologi yang memang memerlukan pemahaman konsep secara pasti. Pemahaman konsep itu sendiri dibutuhkan suatu penalaran yang hanya bisa berjalan maksiaml dan optimal apabila dibangun dari struktur kognitif setiap siswa.
  1. Dapat digunakan terutama dalam kegiatan praktikum di laboratorium atau di lapangan.
  2. Dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas melalui diskusi kelompok dan presentasi materi yang melibatkan keaktifan siswa
  3. Penerapan studi kasus biologi dan penerapan sains di kehidupan nyata akan mendorong siswa belajar dengan  menggunakan metode penyelidikan untuk mengajukan pertanyaan, menyelidiki topik, dan menggunakan berbagai sumber daya untuk menemukan solusi dan jawaban

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Teori Belajar Konstruktivisme Rating: 5 Reviewed By: Wawan Listyawan