Portal Digital Data Personal

Tulisanku
Minggu, 14 Juli 2013

Ngertiin, Dong!

1040223_10200560099942817_1186283566_oOleh : Prasetyani EA
Menurutku Ada Band dengan ‘wanita ingin dimengerti’nya kurang tepat. Bukankah setiap orang ingin dimengerti? Entah aku, kau, dia, mereka, atau siapa pun juga.

“Mbak Aci aku tumbas tempel-tempelan.”

Begitu rengek seorang bocah, ia adalah anak tetanggaku yang memaksa ikut mengaji pada suatu sore. Awalnya aku menolak permintaannya. Pikirku, buat apa beli tempelan macam itu? Buang-buang duit, lebih baik duitnya nanti ba’da salat tarawih buat beli wedang rondhe di alun-alun. Atau dimasukkan ke kotak infak? Atau ditabung mungkin? Atau apalah yang lebih bermutu daripada untuk beli tempel-tempelan macam itu. Tapi kata ‘jangan’ dariku membuat air mukanya berubah drastis, anak kecil itu mulai terisak. Sebegitu pentingkah mainan itu? Aku kalah, lantas membiarkannya membeli apa yang menjadi keinginannya. Anak kecil yang belum genap lima tahun itu ternyata juga ingin dimengerti, kan. Dia punya prioritas sendiri di pikirannya yang mungkin tidak akan bisa dimengrti para dewasa.

 

Malamnya ketika tarawih aku dikawal anak-anak SD. Ibu-ibu mereka tengah sibuk, dan akhirnya dititipkan padaku. Ketika di masjid, mereka malah berlarian. Usia salat aku sudah bikin rencana untuk melaksanakan sidang.

 

“Tadi ke masjid pamit sama ibu buat salat apa cuma lari-larian?” Kataku dengan muka yang masih aku buat semanis mungkin. Bagaimanapun juga aku tidak mau mereka lapor pada ibu mereka kalau aku bertindak yang tidak-tidak.

 

Beberapa dari mereka ada yang langsung paham dengan kata-kataku, dan meminta maaf. Tapi ada juga yang masih saja menjawab.

 

“Lha tadi kan udah salat Isya’, sambil nunggu Mbak Asri salat tarawih kita kan main bentaaar di luar. Bentaaaar bangeet.”

 

“Ya, kalau nanti aku tiba-tiba pulang karena ada sesuatu njur trus pie? Kalian tak tinggal, trus pie jal mulih’e? Pokonya aku nggak mau nggolek’i.” Kataku agak sedikit jengkel.

 

“Ya kalau nanti kita mbok tinggal nanti Mbak Asri yang tanggung jawab ke Mamahku dong, kan udah dititipin.”

 

Aku pasrah!

 

Mereka terlalu pandai untuk aku jejali ancaman-ancaman klise yang cenderung hanya gertakan tanpa realisasi.

Aku masih belum punya trik jitu untuk menghadapi ‘keunikan’ dari anak-anak. Menuruti apa yang mereka mau jelas bukan solusi, membentak mereka justru akan menimbulkan masalah baru, menasihati mereka kadang hanya melelahkan diri sendiri. Lalu? Bersikap tidak peduli? Itu jahat namanya!

 

Sebentar, mereka hanya perlu untuk dimengerti, iya dimengerti. Mendengar apa yang mereka mau, mencoba memahami meski sebenarnya mungkin kita tak akan paham, lalu membiarkan mereka berbuat apa yang mereka suka. Sesekali tentunya perlu memberi mereka wejangan, bukan, bukan wejangan! Itu tidak akan mempan. Kita beri mereka sebuah ‘kasus’ dalam bentuk cerita, yang real. Entah kisah Nabi, atau cerita kartun yang mudah mereka terima. Tentu, tidak ada jaminan cara ini akan berhasil. Lantas bagaimana? Tetap membiarkan mereka berlaku demikian? Ya, bisa jadi itu solusinya. Membiarkan tapi bukan tidak mempedulikan.

 

“Biar saja nanti juga capek sendiri. Nanti kalau sudah jatuh kan juga berhenti. Paling cuma nangis, nanti kalau nangisnya udahan baru dikasih tau. Nah,jatuh nggak enak kan? Sakit kan? Makanya kalau lari-larian liat tempat, jangan berlebihan.”  Itu kata Ibuku dulu, Ibuku tidak kejam. Beliau hanya membiarkan aku tahu dengan ‘sendirinya’ dampak buruk dari apa yang aku perbuat. Dan itu cukup mustajab.

 

Mencoba mengerti orang lain mungkin akan berdampak sebaliknya, mereka juga akan mengerti mau kita. Dan jelaslah, merubah orang lain itu agak ‘sadis’ , dengan pertimbangan ‘Memangnya kamu mau aku rubah-rubah????’ , beda cerita kalau kata merubah diganti mengajak, mungkiiiin :D

 
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Ngertiin, Dong! Rating: 5 Reviewed By: Wawan Listyawan