Pada keluh tempo hari, ada sesak yang tak mau enyah. Aku bangun dan tidur secara bersamaan. Entah, hidup macam apa ini. Di sisi kanan bilik jantungku ada luka baru yang menganga, dalam mungkin. Tapi ini bukan tersebab timah panas, ini peluru dari mulut seseorang.Belakangan aku jadi lemah karena lebih perasa. Sadis, hatiku menangkapnya begitu. Sampai detik ini, sakit itu terasa dalam. Keadaan tak cukup bersahabat untuk menyembuhkannya, namun tiba-tiba aku tersadar. Seperti tersedak. Sebuah tayangan TV menyajikan tontonan yang mumpuni, satu-satunya aktivitas yang mau aku lakukan di pagi ini. Dan nampaknya cukup jitu untuk ‘menambal’ luka. Film yang menarik.
Semangat perjuangan kembali meledak hari ini, tersebab mengingat buliran keringat dan darah juang dari para pejuang bangsa yang susah payah membebaskan Indonesia dari cengkraman para penjajah.Dan kebebasan di dapat pada 68 tahun lalu, tepat di tanggal ini. 17 Agustus.Beberapa stasiun TV berlomba-lomba menyajikan tontonan nasionalis, cukup menghibur.
Pada sebuah kisah masal lalu, aku dapat cerita tentang seorang pejuang yang tak gentar meski ia jelas kalah telak dari segi senjata dan pasukan. Tapi semakin ia paham akan kalah, semakin ia berjuang keras. Kebebasan yang hakiki jelas menjadi motivasi terkuatnya. Timah panas mengkoyak kakinya, para musuh mencacinya, mengatainya pecundang. Betapa perih rasa sakit yang ditanggungnya, batin dan fisik. Negaranya disiksa,batinnya disiksa, fisiknya disiksa. Nelangsa. Namun, jiwanya masih sama, tetap tangguh. Sisa napas yang dipunyainya tak pernah disiakan, pertolongan akan datang. Dan Tuhan memang tak pernah abaikan hamba-Nya yang rela mati dijalan-Nya demi ummat-Nya. Pejuang itu memperjuangkan banyak nyawa, kehormatan para wanita, dan tentunya memperjuangkan dirinya sendiri. Beliau berhasil lepas, sebab bantuan datang dari para kawan. Menyamar sana-sini, dan menjebol pertahanan lawan. Belum menang telak, tapi beliau tetap berjuang tak peduli apa yang terjadi di ujung perjuangannya. Aku tak sampai selesai medengar ceritaini, batinku sudah ngilu. Namun aku yakin beliau adalah salah satu alasan kenapa Negara ini bisa sampai pada 17 Agustus 1945 lalu, lepas dari siksaan.Dan semua kata-kata dan siksaan yang menyakitkan dari para musuh terbayar lunas sudah. Sembuh dengan perjuangannya, menang.
Aku malu, betapa hinanya aku. Hanya tersebab perkataan dari seseorang saja rasanya dunia sudah berakhir. Ah, tak ada masalah tanpa solusi! Tuhan menciptakan pintu masuk untuk kita sampai di sini, Dia pasti juga menciptakan pintu keluarnya. Hanya saja,kita tidak boleh malas mencarinya, apalagi sampai berhenti. Untuk terbebas dari rasa sakit, kita perlu cari obatnya. Jangan justru mengasihani diri sendiri.Buang jauh-jauh rasa sakit itu….
Jadilah pemuda dengan jiwa juang para pejuang masa lalu, tangguh, tidak lembek.
Wonogiri, 17 Agustus 2013