kidnesia.com |
Pesut ( Orcaella brevirostris ) merupakan salah satu Mamalia air tawar yang dapat dijumpai antara lain di perairan Mahakam Tengah Kalimantan Timur. Status hewan ini termasuk salah satu katagori kelompok organisme dengan status K, yang berarti dalam keadaan Endanger, Vurnerable atau Rare. (BAPPENAS, 1993). Dalam buku " Dolphin, Porpoises and Whales of the World, The IUCN Red Data Book " (1991), Pesut diklasifikasikan sebagai berikut :
Classis : Mammalia
Ordo : Cetaceae
Subordo : Odontoceti
Superfamily : Delphinidae
Family : Dephinidae
Subfamily : Orcallinae
Genus : Orcaella
Species : Orcaella brevirostris
Sinonim : Orca brevirostis Gray 1866 ; Phocaena brevirostis Owen 1866 dan Orcaella fluminalis Anderson 1871. Nama dalam bahasa Inggris (common name) : (Irrawaddy Dolphin), Snubfin Dolphin. Dalam bahasa Indonesia (local name) : Pesut, lumba-lumba air tawar.
Pesut di Kalimantan Timur pertama kali dipublikasikan tahun 1962 oleh Weber,dengan menggunakan spesimen tengkorak pesut yang berasal dari Long Iram. Kabupaten Kutai Barat. Tengkorak specimen tersebut sekarang disimpan di musium Zoology Amsterdam, Belanda.
Dunia internasional ( organisasi perlindungan Hewan Liar Canada WSPA (World Society for the Protection of Animals), serta berbagai organisasi lainnya mulai tertarik terhadap hewan ini setelah ada kasus terdamparnya terdamparnya sekitar 30 ekor Pesut di Sungai Mahakam pada bulan September-Oktober 1991 akibat perairan danau di kawasan perairan Mahakam Tengah ini mengalami pendangkalan saat kemarau panjang.
Namun demikian, publikasi tentang seluk beluk Pesut di habitatnya (insitu) yang meliputi agihan, ruaya, jumlah anggota populasi, habitat preferensi dan faktor-faktor pendukung kehidupannya masih sangat jarang dijumpai.
A. Deskripsi Morfologis
- Fisiknya mirip beluga, walaupunlebih berkerabat dekat dengan orca atau paus pembunuh.
- Nama spesies “brevirostris” berasal dari bahasa Latin, yang berarti “berparuh pendek”.
- Pesut di Borneo mempunyai kemiripan morfologis dengan satwa lumba-lumba bungkuk (Sausa chinensis).Akan tetapi, lumba-lumba bungkuk mempunyai ukuran badan yang lebih besar, moncong lebih panjang, dan sirip punggung lebih lebar.
- Umumnya, tubuh pesut berwarna kelabu - biru tua, bagian bawahnya berwarna pucat tanpa pola yang khas.
- Berdahi tinggi dan membulat, tidak bermoncong, sirip punggung kecil dan membulat di tengah punggung, dan sirip tangan lebar membulat.
- Berat seekor pesut dewasa dapat mencapai 130 kilogram, dengan panjang 2-3 meter. Sementara anak pesut mempunyai berat sekitar 10 kilogram, dengan panjang sekitar 1 meter.
B. Ekologi dan Habitat
Pada dasarnya, pesut bukanlah lumba – lumba sungai, tetapi merupakan lumba – lumba laut yang hidup di perairan payau di dekat pantai dan muara sungai. Habitat pesut di Kalimantan Timur dapat ditemukan hingga hulu anak-anak sungai Mahakam, dengan jarak sekitar 560 km dari delta dan perairan air asin sungai Mahakam. Menempati posisi teratas pada ekosistem perairan asin, payau dan air tawar yang dangkal, di perairan pantai pesut hidup pada kedalaman tidak lebih dari 20-30 meter dan di sungai pada kedlaman hingga 50 meter. Sebagai spesies yang hidup di dua jenis perairan, tawar dan asin, lumba-lumba dapat menjadi spesies indikator yang mengindikasikan sehat atau tidaknya ekosistem perairan tersebut.
a. Faktor Abiotik
Pada dasarnya di perairan Mahakam Tengah terdapat 3 tipe habitat preferensi bagi Pesut Mahakam, yakni Sungai Mahakam (tipe air dalam) dengan kedalaman antara 3.5 s.d. 12 m, Muara Sungai (Outlet dari Danau ke Sungai ) Muara Sungai Pela, Sungai Pela, Sungai Melintang , Danau Melintang dan Danau Semayang. Pemunculan terbanyak Pesut di jumpai di Daerah Sungai Pela Besar, Sungai Pela Besar, Danau Semayang, Sungai Melintang dan Sungai Mahakam (meliputi Desa Liang; Kota Bangun, Muara Danau Wis, Muara Muntai, Dekat Sungai menuju Reservat Batu Bumbun, Peninggahan dan Muara Pahu).
Kawasan Mahakam Tengah ini merupakan cekungan aluvial yang luas dan sesungguhnya berbentuk rawa, terutama di musim hujan sehingga terbentuk danau-danau seperti Danau Semayang, Danau Melintang dan Danau Jempang (disebut juga danau flood plain). Danau Semayang dan Danau Melintang mendapat suplai air dari Sungai Mahakam melalui Sungai Berinding dan Sungai Pela. Kedalaman Danau dapat mencapai 1,0 – 2,5 m, sedangkan di Sungai Pela antara 8,0 – 9,5 Cm, sedangkan di Danau Semayang antara 7,0-8,0 m.`Pada saat kemarau, sebagian besar danau menjadi rawa dan kering dan keadaan ini akan menyebabkan pesut berpindah ke Sungai Mahakam atau menetap di Danau Melintang yang kondisi airnya relatif masih dalam.
Aspek limnologi fisikokimia habitat Pesut di perairan Mahakam Tengah menunjukkan bahwa suhu air antara 29-30 o C ; tingkat kecerahan air antara 30-50 Cm; padatan tersuspensi antara 40 - 288 ppm; TDS antara 24 – 346 ppm ; alkalinitas total 13,6- 38,25 ppm; kesadahan total 3,40-,20 ppm ( air lunak) ; kalsium antara 2,02 – 6,21 ppm; kadar zat besi antara 0,06 – 1,048 ppm; BOD5 antara 1.612- 3.87 ppm ; COD antara 11.42 – 32.45 ppm ; TDS antara 24 – 346 ppm (Tabel 1). Keadaan ini menggambarkan bahwa tingkat kekeruhan perairan habitat pesut cukup tinggi yang ditandai dengan warna airnya coklat, dan air ini membawa padatan tanah dari DAS di daerah Hulu anak-anak Sungai Mahakam yang kemudian masuk ke dalam danau dan menimbulkan siltasi.
b. Faktor Biotik
Salah satu faktor pendukung keberlanjutan kehidupan pesut adalah sumber pakannya. Menurut Lekagu dan McNeely (1981) dalam Suwelo dan Singgih, (1993) ;menggambarkan bahwa pakan pesut adalah crayfish, shrimp , crustacean, cephalophoda.
Jenis-jenis ikan yang diketemukan di perairan ini sebanyak 22 jenis dan dapat dilihat dalam Tabel 2. Kelompok jenis ikan yang dominan terdiri jenis ikan detrivore (herbivore) yakni ikan pemakan detritus dan plankton dan dapat dibedakan atas jenis Ikan Rawa dan Ikan Danau. Hasil ini menggambarkan bahwa Danau-Danau yang menjadi habitat pesut ini merupakan perairan rawa dengan fluktuasi kedalaman air dan sangat ditentukan oleh aliran air dari Sungai Mahakam.Jenis-jenis ikan sungai keluar masuk ke dalam danau saat pasang surut.
C. Sifat Hidup dan Reproduksi
Pesut hidup berkelompok dan bergerak dalam kawanan kecil. Tipe hewan ini bersifat mengelompok antara 2-3 ekor hingga 9-11 ekor per kelompok. Jumlah kelompok terbanyak dijumpai di kawasan Muara Sungai Melintang ( 9-11 ekor); Muara Muntai Ilir (4-6 ekor) ; Muara Sungai Pela (2-3 ekor); Penyinggahan (3-5 ekor) dan di Seblang Muara Pahu (6-8 ekor). Pemunculan kelompok hewan ini sangat khas yakni bergerombol dengan beberapa anggotanya sesekali meloncat ke atas udara sambil menyemprotkan air. Walaupun mereka hidup di dalam air tawar berlumpur yang menjadikan jarak pandang tidak begitu tajam, pesut memiliki kelebihan untuk mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan (memiliki echolocation). Spesies ini adalah perenang yang lambat. Akan tetapi, mereka dapat berenang dengan kecepatan antara 20-25 km/jam apabila merasa dikejar oleh sebuah kapal yang melintas di habitat mereka, dan dapat menyelam hingga 18 menit apabila terganggu. Pakan utama pesut adalah udang-udangan, cumi, dan ikan-ikan kecil. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain kemampuan disperse, perilaku, ada atau tidak adanya spesies lain, faktor-faktor fisikokimia (air, oksigen, salinitas, pH dan lainnya) dan faktor fisik (suhu, cahaya, curah hujan, iklim dan lainnya) (Krebs, 1985).
Untuk perkembangbiakan, biasanya musim perkawinannya terjadi antara bulan April – Juni pada waktu pasang naik yang cukup tinggi. Diperkirakan pesut melahirkan di perairan yang relatif tenang dan dalam, dengan kedalaman 5 – 6 m. Airnya relatif jernih dengan pH 6,9, suhu 22 – 29? c, dan kesadahan 1 – 2 ppm. Seekor anak akan dilahirkan sesudah dikandung sembilan bulan oleh induknya.
Pada waktu lahir, bayi pesut akan ke luar dari rahim induknya dengan ekornya lebih dulu. Beberapa saat setelah dilahirkan, bayi pesut akan segera mengambil nafas di permukaan air, kemudian mencari puting susu induknya yang terletak di depan lubang dubur. Ditinjau dari reproduksi/perkembangbiakannya, Pesut memiliki sistem reproduksi yang hampir serupa dengan manusia, yang diantaranya adalah:
- Masa subur Pesut betina ± umur 9 tahun.
- Melalui proses perkawinan.
- Masa hamil antara 12-14 bulan.
- Melahirkan bayi, dengan ukuran panjang antara 0,9 - meter dan berat ± 12 kg.
- Menyusui bayinya selama ± 2 tahun.
D. Faktor Eksternal yang mengancam kelangsungan hidup Pesut
Masalah yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kelangsungan hidup Pesut sangat bervariasi dan makin intensif akibat pesatnya kegiatan pembalakan hutan di daerah Hulu Sungai Mahakam, Kegiatan Perkebunan Sawit, Kegiatan Pertambangan Batu Bara, pertanian di danau saat air kering, Transportasi sungai dan kompetisi sumberdaya ikan dengan Manusia/Nelayan .
Hal ini tampak jelas bahwa berbagai jenis aktvitas manusia secara signifikan telah merubah habitat Pesut ( Danau-Danau di kawasan ini) mengalami pendangkalan oleh lumpur akibat erosi di daerah Hulu. Sebagian besar kawasan Danau telah mengalami blooming gulma air sehingga menutupi badan air, terutama di musim air surut bisa mencapai 80 % ditutupi gulma. Beberapa jenis gulma yang paling menonjol adalah Kumpai ( Leptochloa sinensis ); Lorsia hexandra ; nyromet ( Mimosa nigra) ; eceng gondok ( Eichornia crassipes). Gulma-gulma air ini telah membentuk pulau-pulau terapung atau lapisan tebal di daerah-daerah dangkal.
Fenomena ini sangat berpengaruh terhadap kelangsung hidup Pesut, dan kemunduran fungsi danau ini oleh para nelayan telah dirasakannya yakni dengan adanya perubahan komposisi hasil tangkapan ikan yang biasanya didominasi ikan danau (jelawat, lempam, Belida, Pahat) berubah dengan didominasi oleh ikan-ikan rawa ( Gabus, Biawan, Sepat Siam dan Pepuyu). Sedangkan pakan Pesut adalah ikan-ikan putih, maka dengan berubahnya struktur komunitas ikan di kawasan Danau ini akan menyebabkan Pesut beruaya ke daerah-daerah Sungai Mahakam.
Pesut jarang mengalami konflik dengan para nelayan yang tinggal dan mencari nafkah di area habitat mereka. Akan tetapi, perusakan habitat seperti pembangunan bendungan (di Sungai Mekong, ambodia dan Ayeyarwadi, Myanmar river), pertambangan, perusakan hutan untuk pendirian industri kayu arang dan bahan baku pulp oleh perusahaan komersial beserta aktivitas lalu lintas yang tinggi di perairan tersebut diduga merupakan ancaman utama menurunnya populasi pesut di habitat alam. Selain itu, di beberapa negara Asia, pesut sengaja ditangkap dan dilatih untuk melakukan pertunjukkan di akuarium publik. Penampilan kharismatik dan tingkah laku yang unik membuat spesies ini sangat popular untuk pertunjukkan dolphinariums. Tingginya motivasi komersial untuk menggunakan pesut di akuarium publik dikarenakan spesies ini dapat hidup di kolam air tawar, sehingga para pengusaha bisnis ini dapat menghindari tingginya biaya perawatan sistem akuarium laut.
E. Konservasi
Sejak 2009 hingga saat ini WWF-Indonesia dan mitranya telah melakukan kajian mengenai populasi dan habitat lumba-lumba di Kalimantan yaitu di Sungai Sesayap Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur pada 2009-2010, dan perairan Kubu Raya & Kayong Utara, Kalimantan Barat pada bulan Oktober 2011. Survey awal populasi dan sebaran pesut di perairan Kubu Raya dan Kayong Utara tersebut merupakan kajian awal, diharapkan dalam waktu dekat ini WWF-Indonesia akan mengadakan survey lanjutan di sungaisungai di bagian hulu Jantung Kalimantan seperti Sungai Kapuas, Sejenuh dan Mendawa. Berdasarkan studi yang komprehensif mengenai populasi dan habitat satwa tersebut diharapkan di masa mendatang dapat ditentukan langkah-langkah serta kebijakan yang dibutuhkan untuk perlindungan satwa tersebut dan lingkungan di sekitarnya.
Untuk upaya pelestarian di habitatnya ( insitu), maka harus diupayakan beberapa kegiatan sebagai berikut :
- Rehabilitasi Lingkungan Perairan Danau
- Reboisiasi lahan kritis di daerah Hulu dan sekitar DAS yang bermuara ke danau-Danau di Mahakam Tengah
- Menetapkan wilayah khusus sebagai kawasan konservasi pesut
- Kampanye manfaat perairan umum bagi mendukung kelangsungan kehidupan Manusia bersama Pesut
DAFTAR PUSTAKA
Erri N Megantara & Karen Damayanti. 2003. Pengaruh Lalu Lintas Kapal Terhadap Perilaku Muncul Pesut (Orcaella Brevirostris). Jurnal Bionatura,, Vol. 5, N0. 3, November 2003 : 203 – 215. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran. Bandung
Alaerts, G. dan Sri Simestri Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional
Krebs, C.J. 1985. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York : Harper and Row Publisher,
Pakpahan Ani, M. Jawardi B., Hernowo dan Arief Mahmud. 1992. Penyebaran Burung Burung Merandai di Cagar Alam Pulau Rambut. Media Konservasi : Vol III No. 4 Tahun 1992: 47-53; Buletin Jurusan Konservasi SDA Hutan Fahutan IPB, Bogor.
Saanin. 1983.Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2.
Sudrajat. 1995. Studi Karakteristik Habitat dan Agihan Pesut ( Orcaella brevirostris Gray) di Perairan Pedalaman Sungai Mahakam Tengah, Kalimantan Timur. Proyek Pengembangan Basic Science LPTK-Dirjen Dikti, Jakarta. Laporan Penelitian ,82 halaman.
Sudrajat. 2004. Bioekologi Pesut (Orcaella Brevirostris Gray ) Di Perairan Mahakam Tengah, Kalimantan Timur . Bioprospek : Volume 1 No. 1, September 2004 : 55 – 63. Biologi FMIPA Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur
Suwelo,I.S. dan Rustam Singgih. 1993. Pesut, Orcaella brevirostris Gray di Danau Semayang dan Sekitarnya, Kalimantan Timur. Proseding Lokakarya Pengelolaan Danau Terpadu ( Danau jempang, Semayang dan Melintang) Kab.Kutai, Kalimantan Timur, 12-23 Juni 1993.
The IUCN Red Data Book. 1991. "Dolphin, Porpoises and Whales of the World.