rasa bersalah itu dapat kita rasakan juga ketika kita memberikan rasa yang nyaman kepada lawan jenis yang dekat dengan kita, walau sebenarnya kita memberikan rasa nyaman itu karena dia memang dekat dengan kita, dan seudah sewajarnya kita memberikan rasa itu. Perhatian itu juga wajar sih, karena kita memang memberikan porsi yang sudah selayaknya memang kita berikan, perhatian sebagai seorang sahabat.
Namun sangat disayangkan ketika perhatian kita dan rasa nyaman itu tidak sesuai dengan yang sudah kita tentukan tujuannya, misalnya nih kita memberikan kenyamanan dan perhatian, namun dia menangkapnya dengan rasa yang berbeda.. ya.. sayang dalam porsi yang lain, sayang kepada seseorang yang menawan hatinya..
Nah, dimana rasa bersalahnya? Salah itu ketika kita tidak mampu membalas rasa yang dia rasakan, dengan rasa yang dia harapkan.. apalagi ketika kita memang tak mampu membalasnya dengan rasa yang sama, meninggalkanya tanpa sempat menetralkannya seperti pertama kita mengenalnya..
Selain itu lebih bersalah lagi ketika membalas rasa itu, dengan rasa yang sama, yang sudah dia harapkan. Lho? Kok bisa salah? Salah ketika membalasnya, tanpa memberikan follow up secepatnya dalam koridor yang sudah sepantasnya. Karena biasanya kita akan memberikan goresan pada hatinya, menarik ulur, dan memberikan bayangan yang maya.
Menyedihkan itu ketika kita tersakiti, namun lebih meyakitkan ketika rasa bersalah bersemayam di dalam hati ketika kita meyakiti seseorang. Karena sebagai manusia yang normal pasti akan merasakan itu. Saling memahamkan rasa adalah kunci untuk menjaga keutuhan perasaan.. karena hati itu bukanlah sebuah kaca, yang hanya mudah pecah dan ditembus cahaya.. namun hati memiliki membran sel, yang mudah dilewati apapun, mudah rusak dan teracuni, dan mudah luluh oleh “enzim” tertentu.. dan selnya pun mampu menampung segala hal, termasuk yang mampu meyakiti dan melukainya..
Karpet hijau Masjid RSJ, 10.10.13 - 18.18