Portal Digital Data Personal

Tulisanku
Senin, 21 September 2015

Kuliah Persiapan Nikah, Berkeluarga, dan Mendidik Anak


Ngomongin NIKAH itu bukan tentang galau tapi tentang Ibadah tentang Langkah Membangun Peradaban, jadi perlu persiapan yg panjang dan matang.

Kuliah WhatsApp : #NIKAH

1. Dalam isyarat Nabi tentang Nikah, ialah sunnah teranjur nan memuliakan. Sebuah jalan suci untuk karunia sekaligus ujian cinta-syahwati.

2. Maka sebagai ibadah, memerlukan kesiapan & persiapan. Ia tuk yang mampu, bukan sekedar mau. “Ba’ah” adalah parameter kesiapannya.

3. Maka berbahagialah mereka yang ketika hasrat hadir bergolak, sibuk mempersiapkan kemampuan, bukan sekedar memperturutkan kemauan.

4. Persiapan hendaknya segera membersamai datangnya baligh, sebab makna asal “Ba’ah” dalam hadits itu adalah “Kemampuan seksual.”

5. Imam Asy Syaukani dalam Subulus Salam, Syarh Bulughul Maram menambahkan makna “Ba’ah” yakni: kemampuan memberi mahar & nafkah.

6. Mengompromikan “Ba’ah” di makna utama (seksual) & makna tambahan (mahar, nafkah), idealnya anak lelaki segera mandiri saat baligh.

7. Jika kesiapan diukur dengan “Ba’ah”, maka persiapannya adalah proses perbaikan diri nan tak pernah usai. Ia terus seumur hidup.

8. Izinkan saya membagi Persiapan dalam 5 ranah:
a. Ruhiyah,
b. ‘Ilmiyah,
c. Jasadiyah (Fisik),
d. Maaliyah (Finansial),
e. Ijtima’iyah (Sosial)

9. Persiapan perlu start awal. Salim nikah usia 20 th, tapi karena persiapannya dimulai umur 15 th, maka tak bisa disebut tergesa.

10. Sebaliknya, ada orang yang Nikah-nya umur 30 th, tapi persiapan penuh kesadaran baru dimulai umur 29,5 th. Itu namanya tergesa-gesa.

11. Kita mulai dari yang pertama; Persiapan Ruhiyah. Ialah nan paling mendasar. Segala persiapan lainnya berpijak pada yang satu ini.

12. Persiapan Ruhiyah (Spiritual) ada pada soal menata diri menerima ujian & tanggungjawab hidup nan lebih berlipat, berkelindan.

13. (QS Ali Imran 14): Sebelum nikah ujian kita linear: pasangan hidup.
Begitu berjejalin: pasangan, anak, harta, gengsi, investasi.

14. Sebelum Nikah, grafik hidup kita analog dengan amplitudo kecil. Setelah menikah, ia digital variatif; kalau bukan NIKMAT, ya MUSIBAH.

15. Maka termakna jua dalam Persiapan Ruhiyah terkait adalah kemampuan mengelola SABAR dan SYUKUR menghadapi tantangan-tantangan itu.

16. SABAR & SYUKUR itu semisal tentang pasangan; ia keinsyafan bahwa tak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki lebih & kurangnya.

17. Khadijah itu lembut, penyabar, penuh pengertian, & dukung penuh perjuangan. Tapi tak semua lelaki mampu beristeri jauh lebih tua.

18. ‘Aisyah: cantik, cerdas, lincah, imut. Tapi tak semua lelaki siap dengan kobar cemburunya nan sampai banting piring di depan tamu

19. Persiapan Ruhiyah adalah mengubah ekspektasi menjadi obsesi.
Dari harapan akan apa nan diperoleh, menuju nan apa akan dibaktikan.

20. Jika masih terbayang sbb: lapar ada yang masakin, capek ada yang mijitin, baju kotor dicuciin. Itu ekspektasi. Bersiaplah kecewa.

21. Ekspektasi macam itu lebih tepat dipuaskan oleh tukang masak, tukang pijit, & tukang cuci;) Ber-obsesilah dalam Nikah. “Apa obsesimu?”

22. Obsesi sebagai Persiapan Ruhiyah semisal: Bagaimana kau akan berjuang sebagai suami/isteri ayah/ibu untuk mensurgakan keluargamu?

23. Usai itu, di antara persiapan Ruhiyah adalah menata ketundukan pada segala ketentuanNya dalam rumah tangga & masalah-masalahnya.

24. Lalu persiapan ‘Ilmiyah-Tsaqafiyah (Pengetahuan) Nikah, meliput banyak hal semisal Fiqh, Komunikasi Pasangan, Parenting, Manajemen, dll

25. Bukan Ustadz-pun, tiap muslim harus sampai pada batas minimal ilmu syar’i nan dibutuhkan dalam berhidup, berinteraksi, berkeluarga

26. Lalu tentang komunikasi pasangan; seringnya masalah rumahtangga bukan krn ada maksud jahat,melainkan maksud baik nan kurang ilmu Nikah

27. Sungguh harus diilmui bahwa lelaki & perempuan diciptakan berbeda dengan segala kekhasannya, untuk saling memahami & bersinergi.

28. Contoh beda hadapi masalah & tekanan; Wanita: berbagi, didengarkan, dimengerti. Lelaki: menyendiri, kontemplasi, rumuskan solusi Nikah

29. Bayangkan jika perbedaan itu dibawa dalam sikap dengan asumsi: “Aku mencintaimu seperti aku ingin dicintai” Konflik pasti meraja.

30. ->Suami pulang dgn masalah berat disambut isteri yg memaksa ingin tahu & dengar problemnya, padahal ia ingin sendiri & bersolusi.

31. Lihatlah Khadijah saat Muhammad pulang dr Hira’ dengan panik & resah. Dia tak bertanya, dia sediakan ruang sendiri & kontemplasi.

32. Sebaliknya-> Isteri yg sdg ingin didengar lalu curhat ke suami, suami malah tawarkan solusi. Padahal dia hanya ingin dimengerti.

33. Isteri: “Mas aku capek, rumah berantakan bla-bla-bla.”
Suami: “OK, kita cari pembantu. “
Istri: “O, jadi aku dianggap pembantu?!.”
Suami: “Lho?! “

34. BEDA lagi: Suami single tasking, bisa marah kalau isterinya nan multitasking memintanya kerjakan beberapa hal berrangkai-rangkai.

35. BEDA lagi: Isteri sering berkalimat tak langsung nan tak difahami suami.
Istri:” Mas, Salma belum dijemput, aku masih harus masak!”

36. -> Jawab suami: “Oh, kalau gitu biar nanti Salma pulang sendiri”
Dijamin para isteri gondok, sebab maksudnya: “Tolong jemput Salma!”

37. BEDA. Bagi suami masalah hrs disederhanakan (Spiral ke dalam).
Bagi isteri, tiap detail & keterkaitan sgt penting (Spiral keluar)

38. Dan banyak lagi BEDA yang jk tak diilmui potensial jd masalah serius.

39. Next: Parenting. Waktu kita sempit; belum puas belajar jd suami/isteri, tiba-tiba sdh jd ayah/ibu. Maka segeralah belajar jd Ortu

40. Anak adl karunia yg hiasi hidup, amanah (lahir dalam fitrah, kembalikan ke Allah dalam fitrah), pahala, sekaligus fitnah (ujian).

41. Maka mengilmui hingga detail-detail kecil soal parenting adalah niscaya. Hadits: renggutan kasar pd bayi membekas di jiwa.

42. Uji kecil buat calon ibu & ayah: “Apa yang anda lakukan saat anak lari-larian di depan rumah lalu GABRUSS, jatuh berdebam?”

43. LAZIM: “Sudah dibilang, jangan lari-lari! Tuh, jatuh kan!”
-> Anak belajar utk menganggap dirinya selalu bersalah dalam hidupnya.

44. LAZIM: “iih, batunya nakal ya Nak! Sini Ibu balaskan!”
-> Anak belajar salahkan keadaan sekitar utk excuse dr kurangnya ikhtiyar.

45. LAZIM: “Hm, nggak apa-apa, nggak sakit, cuma kayak gitu!”
-> Ketakpekaan. Hati-hati dibalas saat kita sdh tua & sakit-sakitan;P

46. Alangkah bahaya tiap huruf dari lisan bg masa depan anak kita.
Latihlah dia agar lempang (tanpa dusta & tipu) dlm taqwa (QS 4: 9)

47. Kita masuk persiapan Jasadiyah (Fisik) untuk . Ini jua perkara penting sebab terkait dengan keamanan, kenyamanan, & ketenagaan.

48. Awal-awal, periksa & konsultasilah ke dokter atas termungkinnya sgl penyakit tubuh, lebih-lebih nan terkait kesehatan reproduksi

49. Pernikahan itu utuh di segala sisi diri, maka menjalani terapi & rawatan tertentu untuk membaikkan fisik adalah jua hal yang utama.

50. Fisik kita & pasangan bertanggungjawab lahirkan generasi penerus yang lebih baik. Maka perbaiki daya & staminanya sejak sekarang.

51. Perbaiki pola asup, tata gizi seimbang. Allah akan mintai tg jawab jajan sembarangan jika ia jadi sebab jeleknya kualitas penerus

52. Bangun kebiasaan olahraga ilmiah; tak asal gerak tapi membugarkan, menyehatkan, melatih ketahanan. Tugas fisik berlipat 3 setelah

53. Jadi, target persiapan fisik itu 3 tingkatan;
a.PRIMER: sehat & aman penyakit,
b.SEKUNDER: bugar & tangkas,
c.TERSIER: beauty & charm;)

54. Selanjutnya, persiapan Maliyah (finansial), ini yang paling sering menghantui & membuat ragu sepertinya. Padahal ia sederhana.

55. Yang tepat bicara persiapan Maliyah ini sebenarnya Ust. @ahmadgozali, izinkan Salim lancang singgung sedikit dgn ilmu nan dangkal

56. Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan & penegasan kepemimpinan suami.

57. Ingat & catat: Persiapan finansial sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, & kendaraan yang harus anda punya.

58. Persiapan finansial bicara tentang kapabilitas hasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, & kemampuan kelola sejumlah apapun ia.

59. Maka memulai pernikahan, BUKAN soal apa anda sudah punya tabungan, rumah, & kendaraan. Ia soal kompetensi & kehendak baik menafkahi.

60. ‘Ali ibn Abi Thalib memulai bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dll dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi.

61. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten;
dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma.

62. Maka sesudah kompetensi & kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: itu buat kaya (QS 24: 32)

63. Agak malu, Salim juga minus saat nikah; hutang yang terrencanakan terbayar dalam 2 tahun menurut proyeksi hasil kerja saat itu.

64. Tetapi Allah Maha Kaya, dan menjadi pintu pengetuknya. Hadirnya isteri menjadi penyemangat; hutang itu selesai dalam 2 bulan.

65. Buatlah proyeksi nafkah secara ilmiah & executable, JANGAN masukkan pertolongan Allah dlm hitungan, tapi siaplah dgn kejutanNya;)

66. Kemapanan itu tidak abadi. Saya memilih di usia 20 saat belum mapan agar tersiapkan isteri untuk hadapi lapang maupun sempitnya;)

67. Bahkan ketidakmapanan yang disikapi positif menurut penelitian Linda J. Waite (Psikolog UCLA), signifikan memperkuat ikatan cinta

68. Ketidakmapanan nan dinamis menurut penelitian Karolinska Institute Swedia, menguatkan jantung, meningkatkan angka harapan hidup.

69. Karolinska Institute: kemapanan lemahkan daya tahan jantung thd serangan. Di Swedia, biasanya yang kena infark langsung wafat PNS

70. Persiapan yang sering terabai ialah nan kelima ini: Ijtima’iyah (Sosial). Pernikahan adalah peristiwa yg kompleks secara sosial.

71. Sebuah pernikahan yang utuh punya visi & misi kemasyarakatan untuk menjadi pilar kebajikan di tengah kemajemukan suatu lingkungan.

72. Untuk itu, mereka yang akan menikah hendaknya mengasah keterampilan sosialnya jauh-jauh hari, sekaligus sebagai bagian pendewasaan.

73. Membiasakan mengkomunikasikan prinsip-prinsip nan diyakini terkait pernikahan & kehidupan kepada Ortu bisa jadi bagian dari latihan.

-Salim A Fillah-
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Kuliah Persiapan Nikah, Berkeluarga, dan Mendidik Anak Rating: 5 Reviewed By: Wawan Listyawan