Portal Digital Data Personal

Tulisanku
Selasa, 01 Desember 2015

Review Buku Gelandangan di Kampung Sendiri – Emha Ainun Nadjib


Buku Gelandangan di Kampung Sendiri merupakan buku yang mengkompilasikan tulisan-tulisan Emha Ainun Nadjib yang memiliki karakteristik yang hampir sama diberbagai media massa Indonesia. Tulisan karya Cak Nun pada tahun 1991 – 1993 yang berserakan di harian Surya, harian suara pembaharuan, harian suara karya tabloid annisaa ini sangat realitas masyarakat dimana nilai-nilai kehidupannya mulai mengelupas. Menurut saya buku ini sangat menarik karena beliau (melalui buku ini) mengajak kita untuk menengok kembali berbagai kebijakan dan system birokrasi dari pusat sampai desa yang seringkali tidak merakyat dan bersahabat sehingga cenderung membuat tidak nyaman. Banyak sekali system yang tidak tepat sehingga membuat rakyat itu tidak dirakyatkan padahal mereka yang berada dalam birokrasi pemerintahan sesungguhnya adalah pelayan rakyat yang dibayar oleh rakyat. Kok malah seakan-akan “memukuli’ majikannya, sungguh terlalu. Dampaknya menyebabkan perubahan yang sistemik terhadap kearifan lokal yang sudah lama terjaga.

Para birokrat seakan-akan (tapi memang realitanya) sering salah dalam memaknai dirinya dan rakyatnya. Mereka menganggap dirinya adalah atasan, sedangkan rakyatnya adalah bawahan. Sehingga ketika mereka membuat keputusan seringkali mengandalkan idealismenya daripada melihat realitas yang ada di masyarakat. Mereka membuat peraturan untuk mengatur masyarakat seolah-olah mereka adalah penggembala, dan rakyat wajib mematuhinya. Terjadi perubahan tatanan di dunia. Sesungguhnya kedaulatan berada ditangan rakyat, merekalah yang harus menuruti permintaan tuannya. Sebagai birokrat seharusnya mau mendengarkan tuannya yaitu masyarakat. Maka sungguh lucu ketika yang bertugas membangun negara terus menerus adalah rakyat, sedang mereka para ‘pegawai bayaran’ enak-enakan duduk nyaman di kursi saja dan sekedar memerintah ‘bos’nya.

Beberapa filsafat hidup hasil perenungan beliau dan sentilan beliau terhadap berbagai fenomena yang sering terjadi di masyarakat seperti :
  1. Manusia adalah khalifah yang mengatur sistema pemerintahan atas dirinya sendiri. Dialah yang menentukan “kabinet pemerintahan”nya. Dialah yang memilih perdana menteri kepribadiannya : malaikat, ibliskah, ataukah setan.
  2. Dengan menjadi orang kecil, dengan menjadi orang biasa, saya bisa mengurangi ketergantungan tertentu. Kalau orang berpangkat, ia tergantung pada kedudukan di kursi sehingga ia bisa diseret, ditodong, atau ditakut-takuti untuk khawatir jatuh dari kursinya.
  3. Menerima uang suap itu dilarang, kecuali yang menerima saya sendiri, atau setidaknya saudara saya atau sahabat saya yang kemudian membagikan uang suap itu dengan saya.
  4. Kita sungguh-sungguh belum lulus dalam hal menentukan strategi aplikasi dari filosofi demokrasi, keterbukaan, atau yang dalam agama yang disebut qulil haqqa walau kana nurran. Katakan yang benar tentang kebenaran, maupun yang benar tentang kejahatan.
  5. Rupanya tuhan seolah-olah menakdirkan bahwa kaum wanita secara esencial memiliki potensi untuk memimpin kaum pria. Jadi sesungguhnya dalam rumah tangga tak apa-apa wanita berposisi di belakang sebab sang suami memang harus dipimpin dari belakang.

Melalui tokoh pak mataki yang bergelut dengan mahasiswa KKN, petani, pekerja kasar, lurah, pamong desa, pemuda desa beliau mengajarkan dan mengajak kita untuk lebih bisa berkaca :
  1. Guru harus memiliki mental kerja, mengerjakan apa saja asal halal dan bermanfaat kepada masyarakat sekitar. Tapi bagi kebanyakan guru tidaklah demikian. Guru statusnya terhormat. Guru itu dijunjung tinggi, lebih tinggi daripada pekerja kasar.
  2. Pemuda sekarang sudah diajari melihat era “kemodern-an” dan serba kemajuan, namun dia mulai melupakan era “agraris” dan menuju ke era “industrialis”. Seringkali menjadi sarjana tidak otomatis membuat seseorang itu menjadi modern.
  3. Orang yang terdidik bukanlah dilihat dari strata pendidikannya, namun dilihat dari seberapa rajin dia mengaktifkan akalnya. 
  4. Orang yang mengejar karier, pangkat, perolehan uang itu dengan cara menyerap dan menunggangi apa saja demi kepentingan pribadi.
  5. Seseorang yang belum bisa berani berkiprah dan mengubah desanya, bagaimana dia akan berkiprah dan mengubah negaranya?
  6. Orang yang pandai itu tidak diperkenankan untuk meremehkan orang yang kurang pandai. Kepandaian itu hendaknya digunakan untuk menampung orang yang kurang pandai. Gunakanlah ilmu untuk mengabdi dan sesuaikan diri dengan seseorang yang membutuhkan. Jangan membuat seseorang itu harus menyesuaikan diri dengan yang pandai.
  7. Seseorang yang memiliki ilmu tinggi janganlah meninggikan diri kalian. Orang yang meningkat ilmunya jiwanya akan menjadi luas dan kepribadiannya menjadi matang, ia mampu menampung orang segala kesempitan orang orang disekitarnya
  8. Setiap orang memiliki ketakutan ketakutan sendiri. seringkali rasa takut itu berposisi persis tuhan, bahkan ada yang takut kepada ketakutan itu sendiri daripada tuhan.
  9. Wanita karier sering didefinisikan sebagai wanita yang bekerja untuk meningkatkan prestasi pribadinya yang ditandai dengan semakin kaya. Namun yang utama adalah meningkatkan prestasi sosial daripada prestasi pribadi, “menghabiskan” diri untuk kejayaan masyarakat. Namun banyak laki-laki dan wanita karier yang merasa modern padahal menggunakan fasilitas bangsa dan negara untuk kepentingan pribadinya.
  10. Marilah kita masuk surga bersama-sama, jangan sendiri-sendiri saja.
  11. Sebaiknya sebuah organisasi itu didirikan bukan hanya karena sama-sama daerah atau kesamaan hobi atau tujuan, namun orientasikan menuju kebermanfaatan bagi sesama dan masyarakat. kalau belum mampu merumuskan capaian kebermanfaatan maka silahkan dipikirkan.
  12. Karena kita semakin maju dan modern maka hubungan tradicional harus diperbarui. Kelak masyarakat akan semakin terpisah karena industrialisasi. Disitu tali budaya, kemanusiaan, religius semakin menipis dan digantikan dengan hubungan fungsional profesional, bahkan kapitalistik yang mengedepankan untung rugi.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Review Buku Gelandangan di Kampung Sendiri – Emha Ainun Nadjib Rating: 5 Reviewed By: Wawan Listyawan