A. Hubungan Ekologi, Fisiologi, dan Ekofisiologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Sedangkan Fisiologi Hewan merupakan cabang Biologi yang posisinya sentral, mempelajari aktivitas dan fungsi organ-organ tubuh hewan yang dapat dirangkum menjadi 4 (empat) proses, yaitu: koordinasi, pertukaran zat, pergerakan, dan reproduksi.
- Sistem koordinasi mencakup komunikasi neural dan hormonal yang merupakan kunci regulasi berbagai sistem tubuh.
- Pertukaran zat meliputi proses pernafasan, pencernaan, ekskresi, dan osmoregulasi.
- Mekanisme pergerakan meliputi sistem peredaran darah dan limfe, imunitas, dan fungsi otot.
- Sistem reproduksi membahas proses pembentukan gamet (gametogenesis) dan regulasi hormonal.
Ekofisiologi merupakan keilmuan yang mempelajari hubungan antara kedua cabang ilmu itu dimana keduanya mempengaruhi kehidupan dari hewan.
B.Ekofisiologi dan Adaptasi Fisiologi
Ekofisiologi itu yang mempelajari efek ekologis dari ciri fisiologi suatu hewan atau tumbuhan dan sebaliknya. Genetika bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi fisiologi hewan dan tumbuhan. Tekanan lingkungan juga sering menyebabkan kerusakan pada organisme eukariotik. Organisme yang tidak hidup di habitat akuatik harus menyimpan air dalam lingkungan seluler. Pada organisme demikian, dehidrasi dapat menjadi masalah besar. Ekofisiologi akan mempengaruhi terhadap kondisi hewan itu, sehingga mau tidak mau hewan itu harus melakukan adaptasi, dan adaptasi itu dinamakan adaptasi fisiologi.
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada organ atau alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Adaptasi fisiologi ini penekanannya menyangkut fungsi alat-alat tubuh yang umumnya terletak di bagian dalam tubuh mengalami perubahan srhingga tetap bertahan hidup.
C. Contoh Ekofisiologi pada hewan
Ekofisiologi lebih menekankan pada adaptasi pada fisiologi hewan yang ada. Adaptasi fisiologi ini penekanannya menyangkut fungsi alat-alat tubuh yang umumnya terletak di bagian dalam tubuh mengalami perubahan sehingga tetap bertahan hidup. Adaptasi fisiologi sangat berbeda dengan adaptasi morfologi yang dengan mudah dapat dikenali, sebab adaptasi ini berkaitan dengan fungsi organ tubuh bagian dalam. Biasanya adaptasi ini melibatkan zat - zat kimia tertentu untuk membantu proses yang berlangsung di dalam tubuh. Misalnya :
- onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama
- Anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin dengan menahan panas tubuh tetap tertahan
- Kucing, apabila hewan ini berteduh kadar metabolisme badan kucing tersebut akan direndahkan supaya kadar kehilangan air didalam badan berkurang.
- Musang juga beradaptasi dengan cara menyemburkan cairan bagi mengelakkan dirinya daripada musuh. Kelenjar bau yang dimiliki oleh musang tersebut membuat musuh tidak kuat dan pergi karena baunya
- Berdasarkan jenis makanannya, hewan dapat dibedakan menjadi karnivor (pemakan daging). herbivor memakan tumbuhan), serta omnivor (pemakan daging dan turnbuhan). Penyesuaian hewan-hewan tersebut terhadap jenis makanannya. antara lain terdapat pada ukuran (panjang) usus dan enzim pencernaan yang berbeda.. Untuk mencerna tumbuhan yang umumnya mempunyai sel-sel berdinding sel keras, rata-rata usus herbrvor lebih panjang daripada usus karnivor:
- Ikan air tawar yang telanan osmotik cairan tubuhnya lebih besar dengan air sebagai habitatnya , maka minum sedikit , kencingnya banyak . iini terjadi karena air dari luar masuk secara osmosis di tubuhnya yang lebih pekat , maka ikan mas di laut akan mati karena kebiasaan itu kebablasan di air laut , maka yang terjadi dehidrasi , harusnya minumnya banyak kencing sedikit
- Hewan yang berdarah dingin, jika berada di daerah yang berhawa dingin, maka kecepatan metabolismenya akan turun.
- Hewan yang berdarah panas jika berada di daerah yang suhu udaranya panas, maka kecepatan metabolismenya akan naik.
- Ada sejenis tupai yang hidup di padang pasir yang bisa mengekstrak air dari biji-bijian yang dimakannya, sehingga tidak membutuhkan minuman lagi.
- Hewan ruminansia, misalnya sapi, kambing, kerbau. Makanan hewan tersebut adalah rumput-rumputan, di dalam saluran pencernaannya terdapat enzim selulase, enzim ini berfungsi untuk mencerna selulose yang menyusun dinding sel tumbuhan, dengan enzim selulase maka makanan menjadi lebih mudah dicerna.
- Teredo navalis, adalah mollusca yang biasa hidup pada kayu galangan kapal, kayu tiang-tiang pelabuhan. Mollusca ini dapat merusak kayu karena makanannya berupa kayu. Di dalam saluran pencernaan Teredo terdapat enzim selulase untuk membantu menguraikan selulose yang ada pada kayu yang menjadi makanannya.
- Berdasarkan jenis makanannya, hewan dapat dibedakan menjadi karnivor (pemakan daging). herbivor (pemakan tumbuhan), serta omnivor (pemakan daging dan tumbuhan). Penyesuaian hewan-hewan tersebut terhadap jenis makanannya. antara lain terdapat pada ukuran (panjang) usus dan enzim pencernaan yang berbeda. Untuk mencerna tumbuhan yang umumnya mempunyai sel-sel berdinding sel keras, rata-rata usus herbivor lebih panjang daripada usus karnivor.
- Ikan yang hidup di laut lebih sedikit mengeluarkan urin dibandingkan dengan ikan yang hidup di air tawar. Air laut lebih banyak mengandung garam. Kadar garam yang tinggi juga menyebabkan cairan tubuh keluar terus menerus. Garam juga masuk ke dalam tubuh dan harus dikeluarkan. Untuk menyesuaikan diri, ikan banyak meminum air laut dan sedikit mengeluarkan urin. Ikan yang hidup di air tawar, sedikit minum air dan banyak mengeluarkan urine dan menggunakan insangnya secara aktif untuk mengikat garam yang terlarut dalam air supaya ikan tidak kelebihan air atau kembung.
- Jumlah Hemoglobin pada sel darah merah orang yang tinggal di pegunungan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tinggal di pantai/dataran rendah mengingat semakin tinggi tempat semakin kadar oksigen menurun
- Pada saat udara dingin, orang cenderung lebih banyak mengeluarkan urine (air seni).
- menyempitnya pupil mata adalah upaya untuk mengatur intensitas cahaya.
D. Adaptasi terhadap kadar oksigen, sistem pencernaan, dan salinitas
Mata manusia dapat menyesuaikan dengan intensitas cahaya yang diterimanya. Ketika di tempat gelap, maka pupil kita akan membuka lebar. Sebaliknya di tempat yang terang, pupil kita akan menyempit. Melebar atau Berbeda dengan adaptasi morfologi yang tampak dari luar diri makhluk hidup, adaptasi fisiologi tidak begitu tampak sehingga sulit mengenalinya. Hal ini karena berkaitan dengan fungsi organ tubuh bagian dalam Beberapa contoh adaptasi fisiologi pada makhluk hidup diantaranya adaptasi terhadap kadar oksigen, adaptasi pada sistem pencernaan, dan adaptasi ikan terhadap salinitas (kadar garam).
Adaptasi terhadap kadar oksigen
Oksigen merupakan zat yang sangat diperlukan makhluk hidup untuk pernapasan. Oleh karena itu, perubahan kadar zat tersebut di lingkungan akan sangat memengaruhi aktivitas organ tubuh. Di berbagai tempat dengan ketinggian yang berbeda, kadar oksigennya akan berbeda. Kadar oksigen di dataran rendah cukup tinggi. Makin tinggi suatu tempat, kadar oksigennya makin rendah.
Apa yang akan terjadi, jika seseorang berpindah dari dataran rendah ke dataran tinggi atau sebaliknya? Ingatlah bahwa oksigen dari alat pernapasan akan diangkut ke sel-sel tubuh oleh sel darah merah (eritrosit). Di dataran rendah kadar oksigen udara cukup tinggi sehingga absorbsi oksigen oleh pembuluh kapiler dapat berlangsung secara efektif dengan jumlah eritrosit yang normal.
Apa yang akan terjadi jika orang yang jumlah eritrositnya normal pindah ke dataran tinggi yang kadar oksigennya rendah? Karena yang bertugas mengangkut oksigen di dalam tubuh adalah eritrosit, tubuh akan beradaptasi secara fisiologis dengan meningkatkan jumlah eritrosit (sel darah merah). Dengan demikian, pengikatan oksigen di dalam alat pernapasan dapat berjalan efektif.
Adaptasi pada sistem pencernaan
Saluran pencernaan herbivora panjang dan menghasilkan enzim selulase yang dapat menguraikan selulosa. Dengan adanya selulase, pencernaan makanan yang berupa tumbuhan menjadi lebih mudah. Ingatlah, sel tumbuhan mempunyai dinding yang kuat, yang sulit untuk dicerna hewan.
Adaptasi fisiologi pada sistem pencernaan juga terjadi pada cacing Teredo navalis (hewan semacam kerang pengebor). Hewan ini sering disebut cacing kapal karena perusak kayu galangan kapal. Teredo navalis muda yang baru menetas mempunyai sepasang cangkok. Pada tepi cangkok terdapat gigi mirip kikir yang berfungsi mengebor kayu. Setelah dewasa, Teredo navalis menjadi makhluk mirip cacing. Pada saluran pencernaannya terdapat kelanjar yang mampu menghasilkan enzim selulase. Dengan enzim itulah kayukayu yang telah dilumatkan dengan gigi kikirnya dapat dicernakan.
Adaptasi ikan terhadap salinitas (kadar garam)
Di alam terdapat dua macam perairan yang berbeda kadar garamnya, yaitu perairan laut dan perairan tawar. Air laut mempunyai kadar garam yang lebih tinggi daripada air tawar. Ikan yang hidup di air laut dan air tawar masing-masing memiliki cara adaptasi yang khusus.
Ikan air laut tidak dapat bertahan hidup, jika dipindahkan ke air tawar, demikian pula sebaliknya. Ikan air laut mempunyai cairan tubuh berkadar garam lebih rendah dibandingkan kadar garam di lingkungannya. Ikan tersebut beradaptasi dengan cara selalu minum dan mengeluarkan urine sangat sedikit. Hal itu bertujuan untuk menjaga jumlah cairan yang berada di sel-sel tubuhnya. Garam yang masuk bersama air akan dikeluarkan secara aktif melalui insang. Tekanan osmosis sel-sel tubuh ikan air tawar lebih tinggi dibandingkan tekanan osmosis air di lingkungannya, karena kadar garam sel tubuh ikan air tawar lebih tinggi daripada kadar garam air lingkungannya.
Menurut hokum osmosis, larutan akan berpindah dari yang bertekanan osmosis rendah (encer) ke larutan yang bertekanan osmosis tinggi (pekat). Dengan demikian banyak air yang masuk ke tubuh ikan melalui selsel tubuh ikan. Untuk menjaga agar cairan tubuhnya tetap seimbang, ikan tersebut beradaptasi dengan cara sedikit minum dan mengeluarkan banyak urine. Tekanan osmosis di dalam sel-sel tubuh ikan air tawar jauh lebih rendah dibanding tekanan osmosis lingkungan air laut. Akibatnya, apabila ikan air tawar dimasukkan ke air laut, bentuk preadaptasinya adalah minum air sebanyak-banyaknya agar cairan di dalam sel-sel tubuh yang keluar secara osmosis ke lingkungan dapat teratasi. Namun hal ini akan sulit terus dilakukan karena apabila tekanan osmosis cairan di dalam sel-sel tubuh terlalu rendah sel-sel tubuh akan mengerut sehingga ikan air tawar tersebut mati.
E. Ekofisiologi Hummingbirds
Burung memiliki laju metabolisme yang tinggi yang merupakan prasyarat untuk kemampuan terbang. Dengan laju metabolime yang tinggi, burung memerlukan pasokan oksigen yang cukup banyak. Karena itu, burung memiliki sistem respirasi yang lebih efisien dibandingkan dengan mamalia atau reptil.
Burung pemakan madu merupakan burung dengan kemampuan terbang yang unik, burung ini mampu berada pada posisi yang tetap di udara untuk mengisap nektar pada bunga. Untuk mampu terbang pada posisi yang tetap, burung pemakan madu mengepakkan sayapnya dengan cepat sekali, rata-rata 50 kepakan per detik. Kepakan sayap secepat itu memerlukan pasokan energi yang besar yang berasal dari makanan dan pasokan oksigen.
Salah satu kelompok burung pemakan madu ialah Hummingbirds dari famili Trochilidae, ordo Apodiformes. Famili Trochilidae memiliki 102 genus dan 328 spesies. Kelompok burung pemakan madu lainnya berasal dari famili Nectarinidae.
Hummingbirds memiliki ciri paruh panjang dan silinder seperti probe, berukuran kecil, berat bervariasi 2-20 gram, dan bentuk sayap seperti pedang. Kepakan sayapnya ketika terbang mencapai 35 kepakan per detik, sedangkan ketika mengisap nektar mencapai 55 kepakan per detik.
Archilochus colubris
Salah satu jenis Hummingbirds, Archilochus colubris (Linnaeus, 1758; gambar 1), memiliki karakteristik berat 2 – 6 gr, panjang tubuh 7 – 9 cm, dan panjang sayap 8 -11 cm. Habitatnya tersebar di daerah timur laut AS dan Kanada.
Adaptasi pada Hummingbirds
Untuk mendukung kemampuan terbangnya, otot dan tulang Hummingbirds telah beradaptasi. Otot-otot burung ini memiliki berat 25%-30% dari berat tubuhnya, lebih berat 10% daripada burung jenis lainnya.. Otot supracoracoideus yang tersambung ke tulang sternum memiliki ukuran yang besar, berfungsi untuk menaikkan sayapnya. Sedangkan otot pectoralis yang juga tersambung ke tulang sternum berfungsi untuk menurunkan sayap sehingga burung ini dapat terbang maju. Otot pectoralis dan supracoracoideus pada Hummingbirds tersusun atas serat merah tanpa serat putih, sedangkan burung jenis lain tersusun atas campuran serat merah dan serat putih. Serat merah beradaptasi untuk penggunaan dalam waktu yang lama, sedangkan serat putih untuk penggunaan dalam waktu yang singkat.
Tulang sayap Hummingbirds memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan burung pada umumnya, yaitu tersambung ke sternum dalam bentuk bola kecil, menyebabkan Hummingbirdsmemiliki pergerakan sayap yang fleksibel, hampir 1800. Pergerakan sayap ini membuatHummingbirds mampu terbang ke arah vertikal maupun horizontAl ketika mengisap nektar.
Ciri tulang lainnya yang unik pada Hummingbirds ialah tulang sternumnya yang besar, berbeda dengan burung pada umumnya. Dan juga tulang rawan lidahnya yang bercabang dua pada ujungnya, digunakan untuk mengisap nektar.
Selain sistem otot dan tulang, sistem peredaran pada Hummingbirds juga telah beradaptasi untuk mendukung kemampuan terbangnya. Jantung Hummingbirds memiliki ukuran relatif paling besar dalam kingdom Animalia, yaitu sekitar 2,5 % dari berat tubuhnya, sehingga jumlah darah dalam saluran peredaran darahnya cukup banyak. Detak jantungnya 250 kali per menit ketika istirahat, dan 1220 kali per menit ketika terbang, menyebabkan darah mengalir dengan cepat. Konsentrasi eritrosit pada darahnya sangat besar, sehingga konsentrasi oksigen pada darahnya juga tinggi.
Pasokan energi Hummingbirds selain dari oksigen, juga berasal dari makanan. Archilochus colubris membutuhkan 204 kalori per gram makanan per jamnya. Sumber kalori utamanya adalah nektar. Karena itu, tiap harinya Archilochus colubris mengkonsumsi nektar dua kali berat tubuhnya. Untuk pertumbuhan tubuhnya, Hummingbirds mengkonsumsi protein yang berasal dari serangga-serangga kecil. Serangga-serangga kecil ditangkap dengan menggunakan sayapnya, lalu dimakan.
F. Ekofisiologi Komodo
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga.Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanyahanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap.Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer.Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawanKebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.
referensi :
Susanto, Pudyo. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta : Dikti
Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta. Hlm: 20-27.
Fitria, Laksmi Indra. 2011. http://laksmindrafitria.wordpress.com/2011/12/30/materi-kuliah-fisiologi-hewan-s1/
Armansyah, Wawang . 2013. http://www.biologisel.com/2013/02/adaptasi-fisiologi.html