Berdikari
(berdiri diatas kaki sendiri) merupakan salah satu tujuan dari berproses
pembelajaran ini. semua proses ini akan dihadapkan dengan masa depan. bagaimana
kita akan bertahan sampai dititik akhir kehidupan. Berdikari bukanlah proses
yang instan seperti menyeduh goodday. namun berdikari lebih pas jika
dianalogikan dengan menyeduh kopi kapal api. perlu keahlian meramu komposisi
gula dan kopinya, selain itu perlu memperhatikan air panasnya, seberapa tingkat
panasnya untuk menciptakan aroma kopi yang pas.
Berdikari tak
akan jauh dari menunggu dan keistiqomahan, berdikari merupakan proses natural
yang sewajarnya di mulai dari titik nol, mulai merancang apa yang akan
dilakukan, melakukan proses sesuai rencana, mengembangkan sayap sembari
menikmati proses perjalanan yang mungkin ini itu saja. nah itu adalah titik
dimana kita akan diuji untuk bisa bertahan dan survive di jalan yang sudah kita
tentukan sendiri. karakter konsisten akan terrbentuk mulai dari proses ini.
Menunggu
merupakan kodrat dari suatu proses. sejatinya proses itu tak ada yang instan,
namun tidak berarti proses itu lama namun proses itu bisa dipercepat dengan
katalisator yang tepat. katalisator yang baik akan mengantarkan kita ke hasil
yang terbaik, namun berdasar pada koridor yang tepat. menunggu tak akan jauh
dari kata sabar, dan sabar itu tak sekedar kata yang mudah diucapkan. sabar
adalah perwujudan kekuatan jiwa dan hati. Layaknya menikmati secangkir kopi
yang baru saja diseduh, kita tak akan langsung menikmatinya dengan meminumnya.
namun kita harus menunggu sampai suspensi kopi itu mengendap, namun kita bisa
menikmati aromanya terlebih dahulu. untuk menikmati hasil dari proses berdikari
kita bisa menikmati proses dengan menunggu.
Berdikari harus berani mengambil jalur dan arus yang berbeda dari biasanya, bahkan kita akan belajar membuat arus sendiri.
seorang adik tingkat yang mengambil jalur
berdikari ini, entah apa motif dia untuk mengambil jalan yang berbeda dengan
rekan rekannya. Ketika rekan rekannya tersibukkan dengan tugas dan aktivitas
yang lain layaknya mahasiswa, namun dia masih menyempatkan untuk berwirausaha.
ketika yang lain (mungkin) masih belum bersiap untuk berangkat, hampir setiap
pagi dia sudah berpakaian rapi di stand itu menata produk yang dia pasarkan. di
sela jeda perkuliahan dia menyempatkan diri untuk memantau apa yang dia tata
paginya. ketika sore hari dia kembali ke
stand untuk mengambil uang dan mengambil berbagai peralatan untuk
memasarkan kembali esok hari.
Walau berjalan
kaki namun semangatnya tak pernah pupus, walau tak ku hitung tapi lebih dari
satu tahun dia sudah menggeluti jalan ini. seringkali dia harus berjalan
sendiri untuk membawa semua perlengkapan yang dibawa dengan tubuh kecilnya.
sebuah semangat yang besar diantara kemanjaan di era ini ketika mayoritas
mengeluh ketika harus berjalan kaki, ketika harus melakukan berbagai hal
sendiri. sudah menjadi kaidah seorang muslim untuk mampu berdiri di atas kaki
sendiri, kemandirian finansial akan melengkapi karakter kita sebagai seorang
muslim yang sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar