Malam itu, aku benar-benar dilanda panik. Aku butuh helm! Sungguh cuma butuh pinjaman helm bukan minta jodoh, tapi tak ada satu temanpun yang helmnya kosong –apalagi hatinya, tsaah—. Ada yang dipakai untuk pulkam, ada yang dipinjam, ada yang entah dipakai apa. Dan, akhirnya aku seperti dihadapkan satu pilihan:meminjam helmu. Ok, aku SMS dirimu, dengan nada merengek minta dipinjami helm. Tapi percayalah, itu rengekan tulus tanpa basa-basi. Karena tak sabar menunggu balasan SMSmu aku menelponmu, tapi tidak kau angkat. Kupikir kau juga sedang membutuhkan helmmu, aku merasa putus asa dan berusaha menelpon temanku yang lain. Disaat aku mengobrak-abrik kontak di HP, kau justru datang, membawa helm, untukku. Aku berlari menghampirimu, seperti anak kecil yang berlari menuju kakaknya dengan goda sebungkus permen. Ini kali pertama kita bertemu setelah bertahun-tahun ke-maya-an kita. Pertemuan yang menurutku cukup heroik.
Setelah itu, bertemu denganmu bukan lagi hal yang mengkhawatirkanku. Namun, aku masih merasa bersalah sempat memakimu ketika aku mengambil boneka yang aku pesan dari temanmu. Aku tidak masalah disuruh menunggu, sungguh tidak masalah, asalkan jelas. Menurutku saat itu kau tidak jelas, sampai aku harus menunggu cukup lama. Jadilah aku marah-marah. Aku bukan seperti kawan-kawan perempuanmu yang anggun ketika berjalan dan lemah lembut ketika bertutur kata. Aku ya aku, aku yang dipanggil “Bos” oleh banyak teman laki-lakiku di kampus karena kepremananku. Aku yang tidak bisa berjalan dengan formasi satu tegel lantai. Aku yang tidak bisa anggun dan malah pecicilan. Ya, inilah aku.
Dan fatalnya setelah pertemuan itu, aku yang justru membuatmu menunggu. Di sebuah mini market dekat kosku. Tapi kau tidak marah dan masih sempat bertanya aku belanja apa. Aku bilang tidak membeli apa-apa, padahal aku sedang heboh membeli susu kaleng favoritku. Bukannya apa-apa, aku tidak mau kau anggap anak kecil karena sampai detik ini masih menggilai susu kaleng.
Yang aku tidak suka darimu adalah ke-tiba-tiba-an-mu. Tiba-tiba datang, tiba-tiba melihat aku, tiba-tiba SMS padaku menanyakan apakah saat itu aku memakai jilbab warna X. Ahh, kau diamana-mana!!!!!
Tapi, kau adalah kakak –pengganti— yang baik. Yang selalu ada, bahkan ketika tak kuminta ada. Banyak yang menanyakan sesungguhnya apa hubungan kita, nampak terlalu dekat dan terlalu akrab. Namun, kupikir akan dijelaskan dengan cara apapun mereka tak akan mengerti. Dan aku tidak peduli! Yang aku pedulikan hanyalah, kau adalah kakak –penganti— yang baik dan menyenangkan meski tak jarang menjengkelkan. Itu saja, cukup. *pea
cerita sebelumnya :
http://www.wawanlistyawan.com/2013/10/kalau-saja-smsmu-selembut-suaramu.html
cerita sebelumnya :
http://www.wawanlistyawan.com/2013/10/kalau-saja-smsmu-selembut-suaramu.html
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
potongan dari kumpulan cerita fiksi yang random, bersudut pandang orang pertama, yang muncul tanpa direncana dan mengalir begitu saja.. semoga bisa menjadi sebuah kumpulan aksara yang menempel dalam himpunan kertas dan terjejer rapi di rak buku sana..
potongan dari kumpulan cerita fiksi yang random, bersudut pandang orang pertama, yang muncul tanpa direncana dan mengalir begitu saja.. semoga bisa menjadi sebuah kumpulan aksara yang menempel dalam himpunan kertas dan terjejer rapi di rak buku sana..
0 komentar:
Posting Komentar